Akil Ketua Hakim Pilgub dan Pilbup RL
BENGKULU, BE - Pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dalam operasi tangkap tangan mengagetkan banyak kalangan. Betapa tidak? Ini karena citra lembaga tersebut tadinya benar-benar membanggakan. Yakni saat lembaga tersebut dipimpin Jimly Asshiddiqie dan teruatama Mahfud MD. Akil Mochtar juga pernah menangani sengketa Pilkada di Bengkulu. Di antaranya gugatan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bengkulu dan Pemilihan Bupati (Pilbup) Rejang Lebong (RL) tahun 2010 lalu. Dalam dua sengketa itu Akil ikut menanganinya. Komposisinya pun sama, Akil Mochtar sebagai Ketua Hakim Panel dengan anggota Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva. Diketahui hasil Pilgub Bengkulu yang dimenangkan pasangan incumbent Agusrin M Najamudin-Junaidi Hamsyah digugat pasangan Sudirman Ail-Dani Hamdani, Rosihan Arsyad-Rudi, Sudoto-Ibrahim Saragih, dan Imron Rosyadi-Rosihan Trivianto. Sedangkan Pilbup RL yang juga dimenangkan incumbent Suherman-Slamet Diyono digugat H.A. Hijazi-H John Ferianto. Kedua gugatan itu yang diperiksa Akil Mochtar itu pun hasilnya pun sama memenangkan pasangan incumbent Agusrin M Najamudin dan Suherman.
Ada Laporan Suap Rp 2 M Pengakuan menarik disampaikan mantan Ketua MK Mahfud MD, kemarin (3/10). Saat masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengaku menerima laporan dari seseorang yang menyebut ada hakim MK yang menerima uang sogok sebesar Rp 2 miliar. Mahfud MD menyampaikan hal tersebut sebelum memulai persidangan pembacaan putusan sejumlah sengketa Pemilukada termasuk Rejang Lebong (Bengkulu) dan Binjai (Sumut), di gedung MK, Jakarta, Kamis, 6 Agustus 2010. Begitu menerima laporan itu, kata Mahfud ketika itu, dirinya langsung memanggil si pelapor untuk menanyakan, siapa yang memberi dan siapa nama hakim yang menerimanya. Namun, si pelapor tidak menyebutkan secara jelas identitas penyuap dan yang disuap. \"Ada laporan masuk ke saya, terkait perkara nomor 93 (Nomor 93/PHPU.D-VIII/2010 tentang sengketa pemilukada Rejang Lebong, red). Katanya dari pihak termohon dan pihak terkait mengirim uang Rp 2 miliar yang diserahkan di hotel. Saya panggil yang lapor. Siapa yang antar (uang itu), tapi dia malah bilang \'katanya\', \'katanya\'. Jadi tak jelas siapa yang menyerahkan,\" ujar Mahfud. Di hadapan pengunjung sidang yang sesak, Guru Besar di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu meminta, jika benar ada yang menyerahkan uang ke salah satu hakim, agar meminta lagi uang itu. \"Kalau benar ada yang menyerahkan uang, minta lagi, siapa hakimnya. Toh tak akan berubah keputusannya,\" ujar Mahfud tegas. Dia menjelaskan, sudah sering menerima laporan sejenis. Dia katakan, memang ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan sengketa pemilukada sebagai kesempatan memeras pihak yang bersengketa. \"Ada yang menjadikan ini sebagai proyek,\" katanya. Setidaknya dua kali Mahfud mengatakan, jika bila benar ada yang menyerahkan uang, agar diminta lagi. Sementara itu salah satu kuasa hukum termohon Pilbup RL kala itu Agustam Rachman membenarkan adanya info tersebut sebelum pembacaan putusan. Hanya saja, isu tersebut tidak membuat pihaknya terpengaruh.\"Mungkin isu bahwa kami akan kalah di MK itu sengaja dihembuskan, supaya menyuap hakim MK,\" terangnya kepada BE tadi malam.
Jadi Korban MK Di bagian lain Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capela, merasa menjadi korban Mahkamah Kontitusi (MK) sehingga dia gagal menjadi anggota DPR RI dari Partai PAN Daerah Pemilihan Provinsi Bengkulu. \"Saya adalah salah satu korban keputusan MK,\" kata Rio. Dia mengatakan, MK sewenang-wenang dalam memutuskan sebuah perkara. Sehingga, tidak memberikan rasa keadilan. \"Keputusan MK, yang didasari bukan memeriksa data C1 yang dipalsukan,tapi keputusan itu didasari ketidakhadiran KPU Provinsi disidang MK,\" kata Rio. Rio mengatakan, seharusnya C1 diperiksa apakah data tersebut palsu atau tidak. Baru diambil keputusan. Bukan didasarkan tergugat tidak hadir. \"Saya dari dulu tidak percaya dengan mottonya, tidak mengalahkan yang menang dan memenangkan yang kalah,\" katanya. Rio mengatakan, penangkapan Ketua MK Akil Mochtar membuktikan keraguan publik pada MK atas putusan-putusannya yang kadang aneh, khususnya dalam putusan pemilu dan pilkada, walaupun tentu tidak semuanya. \"Ini betul-betul meruntuhkan benteng terakhir kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang mana putusannya bersifat final,\" ujarnya.(100)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: