Putri Kerajaan Saudi Dijerat Pasal Perdagangan Manusia

Putri Kerajaan Saudi Dijerat Pasal Perdagangan Manusia

SANTAANA - Putri Kerajaan Saudi Arabia didakwa Pengadilan Amerika Serikat atas tuduhan perdagangan manusia setelah memaksa pembantu rumah tangganya bekerja di kondominiumnya secara paksa. \"Memang benar, perempuan berusia 42 tahun Meshael Alayban yang juga salah satu putri di Kerajaan Saudi didakwa telah melakukan perdagangan manusia. Jika dinyatakan bersalah, ia harus dipenjarai hingga 12 tahun,\" kata Jaksa wilayah Orange County AS Tony Rackauckas seperti dilansir washingtonpost (10/7). Alayban ditangkap setelah seorang wanita Kenya membawa koper dan turun dari salah satu bus mengisahkan penderitaannya kepada penumpang lainnya. Para penumpang lantas membantunya menghubungi kepolisian setempat dan langsung mencari kondominium Irvine di mana Putri Alayban dan keluarganya tinggal. \"Ini bukan sengketa kontrak, namun kasus perbudakan modern,\" lanjut Tony. Perempuan berusia 30 tahun tersebut menyatakan kepada pihak berwenang dipekerjakan di Kenya pada 2012. Namun, paspornya diambil pada saat dibawa ke Arab Saudi. Ia dipaksa bekerja melebihi jam yang wajar dan dibayar kurang dari yang dijanjikan. \"Juga tidak diperbolehkan untuk pergi karena paspornya dirampas sang majikan,\" ujar sumber pihak berwenang. Hakim Orange County menetapkan jaminan USD 5 juta untuk Alayban dan dilarang meninggalkan daerah tanpa izin dengan pantauan GPS. Alayban tidak muncul di pengadilan di Santa Ana. Pengacaranya, Paul Meyer, mengatakan kasus ini merupakan sengketa kontrak dan berpendapat kliennya seharusnya tidak perlu membayar uang jaminan semata-mata karena dia kaya. \"Ini adalah sengketa jam pekerjaan rumah tangga,\" katanya. Korban telah menandatangani dua tahun kontrak dengan agen tenaga kerja yang menjamin ia akan dibayar USD 1600 atau Rp 15 juta per bulan untuk bekerja delapan jam sehari, lima hari seminggu. Namun, pada Maret 2012, ia dipaksa untuk memasak, membersihkan dan melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya hingga 16 jam sehari, tujuh hari seminggu, dan dibayar hanya USD 220 atau Rp 2,1 juta. Paspor korban juga diambil dan korban tidak diperbolehkan untuk kembali ke Kenya. Mei lalu, ia dibawa ke AS dan diberikan paspornya hanya untuk mengelabui kepabeanan. (esy/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: