DPR: Paradigma Subsidi BBM Sudah Melenceng

DPR: Paradigma Subsidi BBM Sudah Melenceng

JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR, M Romahurmuziy mengakui bahwa paradigma subsidi yang seharusnya dinikmati oleh mereka yang miskin dan tidak mampu secara ekonomi, kini sudah melenceng. Pasalnya, subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan UU 30/2007 Tentang Energi Pasal 7 Ayat (2) yang menegaskan bahwa subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Kenyataannya, kata Romi --begitu ia akrab disapa, subsidi BBM di Indonesia dinikmati lebih 70 persen  kelas menengah pemilik mobil pribadi. \"Pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu,\" jelas M Romahurmuziy kepada wartawan di Jakarta, Minggu (9/6). Dijelaskan, saat ini seperlima APBN Indonesia tersedot untuk subsidi energi yang bersifat konsumtif. Akibatnya, ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif kemudian menjadi terbatas. Ujung-ujungnya, daya saing yang tercipta di pasar internasional menjadi semua lantaran didominasi berbagai produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. \"Padahal murahnya harga energi karena disubsidi,\" tandasnya. Romi yakin, kenaikan harga BBM pada akhirnya demi kemaslahatan anak cucu dan juga masa depan ekonomi Indonesia. Hal senada juga disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi yang menyatakan setuju harga BBM bersubsidi dinaikan. Dengan begitu, kata dia, dana yang sebelumnya dialokasikan untuk subsidi BBM bisa dialihkan ke sektor-sektor produktif sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. \"Dana subsidi bisa dialihkan ke infrastruktur. Kita sama-sama tahu, pelabuhan sudah macet, jalan sudah macet,\" kata Ketua Apindo Sofjan Wanandi. Dengan adanya perbaikan infrastruktur dari pengalihan subsidi BBM, Sofjan yakin akan turut meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. \"Dengan begitu mendorong dunia usaha makin efisien sehingga menaikan daya saing produk ekspor dan daya saing pengusaha,\" ucap dia. Menurut Sofyan, infrastruktur yang mendesak untuk diperbaiki adalah pelabuhan, sarana jalan untuk melancarkan arus barang, perbaikan infrastruktur listrik, air dan irigasi untuk para petani. \"Dengan begitu rakyat tetap bisa kerja meski BBM naik,\" kata dia. Sofjan minta pemerintah cepat mengambil keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kemudian juga menyiapkan sebagian dana alokasi subsidi untuk masyarakat miskin.  Kepastian kenaikan harga BBM karena sudah ditunggu sejak lama oleh investor. Ketidakpastian seperti yang terjadi dalam beberapa waktu terahir ini, imbuh Sofjan, akan membuat gerak investor di Indonesia lebih sulit. Sementara itu, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengatakan tidak akan ada masalah bagi pengusaha jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. \"BBM naik tidak masalah, justru itu sudah ditunggu sejak lama. Butuh kepastian cepat,\" ujar Satrio Utomo. Dia menegaskan, jika kenaikan BBM tidak segera justru akan memunculkan banyak risiko terutama dari sisi anggaran. Di sisi lain, publik atau investor juga akan menilai pemerintah bermain-main dengan anggaran. \"Itu yang membuat belakangan ini orang tidak suka, sehingga lepas posisi di pasar saham,\" tukas Satrio. Adapun soal inflasi akibat BBM, menurut Satrio, relatif tidak masalah. Apalagi dalam dua bulan terakhir yakni April dan Mei terjadi deflasi. Ini artinya, pemerintah mampu menetralisir efek kenaikan harga daging dan bawang yang tinggi. (fuz/jpnn

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: