Ichwan Yunus Jadi PNS Departemen Keuangan (1)
Memetik Buah Keprihatinan Sebagaimana telah diungkapkan di muka, salah satu isi kontrak beasiswa Kursus Pembantu jabatan Akuntan tersebut bahwa kursus tersebut ditempuh selama sembilan bulan. Setelah selesai dan lulus, maka peserta kursus otomatis diangkat menjadi Pegawai Negeri Departemen Keuangan. Sedangkan Ichwan dan beberapa kawan-kawannya yang tergabung dalam kelompok jalur cepat ini telah berhasil mempersingkat masa kursus, yang seharusnya sembilan bulan menjadi tiga bulan saja, dan berhasil mendapatkan ijazah Tata Buku B dengan nilai sangat memuaskan. Itu artinya mereka harus menunggu kawan-kawannya satu angkatan yang menempuh jalur reguler biasa selama enam bulan lagi. Untuk mengisi kekosongan itulah, maka Ichwan dan beberapa orang kawannya yang telah lulus ini mulai dipekerjakan. Mereka mendapat tugas memeriksa pembukuan beberapa perusahaan besar, antara lain Kimia Farma. Mulai saat itulah Ichwan memetik dan merasakan betapa manisnya buah kesungguhan, keuletan dan keprihatinan yang sejak kecil ia tanam, ia jaga dan pelihara. Betapa tidak, sejak kecil di desanya merantau ke Bengkulu, lalu ke Palembang dan terakhir ke Bandung, selalu hidup prihatin dengan segala keterbatasannya. Sekarang penghasilannya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dulunya ia selalu melayani majikannya, terutama ketika di Bengkulu dan di Palembang karena untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekolahnya, tapi kini ia mulai mengenal bagaimana rasanya dilayani. Tidak terasa enam bulan telah berlalu, kawan-kawan satu angkatannya selesai semua, SK pengangkatan Ichwan menjadi Pegawai Negeri Departemen Keuangan telah pula diterimanya. Dengan demikian resmilah ia menjadi pegawai yang ditempatkan untuk pertama kalinya di Kantor Akuntan Negara Jakarta. Ia ditugaskan untuk memeriksa dan sekaligus membina pembukuan keuangan instansi dan Badan Usaha Milik Negara, salah satunya yang tergolong besar adalah Bulog. Gaya dan cara hidup mulai berubah sejalan dengan profesi yang disandangnya. Ichwan yang dulu diliputi dengan berbagai keprihatinan, sekarang menjadi seorang professional muda. Namun demikian karakter low profil dan sederhana dalam penampilan tetap dipertahankannya. Antara Tugas Dan Cinta Ayah Belum lagi genap satu tahun bekerja, Ichwan tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk melanjutkan studinya ke Akademi jabatan Ajun Akuntan di Bandung tempat dahulu ia kursus. Tidak banyak yang beruntung mempunyai kesempatan ini. Dari sekian ratus, bahkan mungkin ribuan orang yang berminat, hanya akan diakomodir sebanyak 30 orang dan diprioritaskan yang mempunyai nilai ijazah tertinggi, diurut dengan sistem rangking Ichwan masuk 10 besar dari 30 orang yang terjaring. Jika sebelumnya yang mengantarkan Ichwan sampai ke Bandung adalah kursus dengan Beasiswa Ikatan Dinas, sekarang statusnya sudah berbeda, yaitu sebagai pegawai yang mendapatkan tugas belajar ikatan dinas. Jelas saja ia mendapatkan fasilitas yang jauh berbeda dengan disaat ia kursus. Sebagai mahasiswa tugas belajar, ia tidak perlu repot-repot memikirkan berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan studinya, mulai dari SPP fasilitas lainnya. Di samping itu, sebagai Pegawai Negeri ia tetap berhak menerima gaji pada setiap bulannya. Selama dua tahun menempuh pendidikan ini, Ichwan betul-betul konsentrasi pada pelajarannya karena memang tidak diperbolehkan melakukan kegiatan Iain oleh dinasnya kecuali kegiatan belajar. Pada tahun pertama (awal tahun 1963) pada Akademi tersebut,di sela-sela kesibukan dan konsentrasinya mengikuti proses belajar mengajar, sekali lagi ia mendapatkan kesempatan untuk meraih nilai tambah bagi keahliannya, yakni mengikuti ujian untuk mendapatkan ijazah Administrasi Perusahaan Modern. Seperti biasa Ichwan berhasil lulus dengan nilai memuaskan. Memasuki paroh terakhir tahun kedua Ichwan menempuh pendidikan di Akademi, kesibukan dan konsentrasi belajarnya bertambah untuk mempersiapkan ujian akhir. Di tengah persiapan itulah ia kedatangan tamu paling istimewa dan mulia dari kampung halamannya yang tidak lain adalah ayah kandungnya sendiri. Perasaan riang, gembira dan haru, berbaur jadi satu ketika bertemu dengan sang Ayah yang sudah lama sekali tidak bertemu. Tapi sayang kegembiraan itu segera berlalu, berganti menjadi iba dan sedih, setelah ia mendapatkan Ayahnya ini sedang menderita sakit yang cukup parah. Segera saja ia membawa Ayahnya berobat ke Rumah Sakit Ali Sadikin Bandung. Setelah diadakan pemeriksaan, oleh dokter yang menanganinya disarankan untuk opname. Tidak ada alternatif lain bagi Ichwan kecuali menuruti saran dokter tersebut. Mulai saat itulah Ichwan dihadapkan pada pilihan yang sulit, satu sisi ia berkewajiban merawat Ayah yang sangat ia cintai, terlebih lagi karena Ichwan merasa selama ini belum pernah sempat mengabdi kepada orang tuanya, sekaranglah saatnya, kalau tidak kapan lagi. Di sisi lain, ia harus belajar ekstra untuk menghadapi ujian akhir yang sudah di depan mata, ia tidak boleh gagal, cukuplah sekali dalam hidupnya mengalami kegagalan dalam studi, ketika tinggal kelas di SMEP dulu.(bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: