Ini Makna Bancakan Bubur Merah Putih untuk Selamatan Weton

Ini Makna Bancakan Bubur Merah Putih untuk Selamatan Weton

Bubur merah putih menandakan menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk bubur merah (perlambang ibu) dan putih (perlambang bapak)-Bengkulu Ekspress-Istimewa

BENGKULUEKSPRESS.COM - Kepercayaan pada tradisi Jawa mengatakan “bancakan” - weton dilakukan pada malam hari weton. Weton merupakan kombinasi hari penanggalan masehi dan hari penanggalan Jawa.

Kalau penanggalan masehi punya hari Minggu - Sabtu, penanggalan Jawa mengenal istilah “pasaran” yang terdiri dari: Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing.

BACA JUGA:Sadis dan Kejam, Weton Sakral Ini Titisan Batari Durga, Berani Kamu Sakiti?

Misalkan seseorang yg terlahir pada tanggal 19 Desember 2013, maka, menurut penanggalan Jawa, ia memiliki weton Kamis Pahing. Jadi setiap malam hari Kamis Pahing disarankan untuk melakukan bancakan.

Mengapa dilakukan bancakan bubur merah putih

Hal ini untuk mengingatkan akan proses kelahiran kita yaitu menyatunya bapak dan ibu yang dilambangkan dalam bentuk bubur merah (perlambang ibu) dan putih (perlambang bapak). Kemudian bubur tadi dibagikan ke para tetangga dan saudara terdekat. Terkadang bagi-bagi bancaan ini bisa dibarengi dengan nasi gudangan, nasi ayam, nasi kotak ataupun dalam bentuk lain.

BACA JUGA:Amalan Usai Sholat Subuh dari Mbah Moen: Rezeki Lapang dan Lepas Lilitan Hutang

Manfaat dan tujuan bancakan weton adalah untuk “ngopahi sing momong ”, karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong ) atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik.

Pamomong bertugas selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, agar supaya lakune selalu pener, dan pas.

Pamomong sebisanya selalu menjaga agar kita bisa terhindar dari perilaku yang keliru, tidak tepat, ceroboh, merugikan. Antara pamomong dengan yang diemong seringkali terjadi kekuatan tarik-menarik.

BACA JUGA:9 Tanggal Lahir Ini Masa Depannya Cerah! Rezeki Datang Hutang Berkurang

Pamomong menggerakkan ke arah kareping rahsa , atau mengajak kepada hal-hal baik dan positif, sementara yang diemong cenderung menuruti rahsaning karep , ingin melakukan hal-hal semaunya sendiri, menuruti keinginan negatif, dengan mengabaikan kaidah-kaidah hidup dan melawan tatanan yang akan mencelakai diri pribadi, bahkan merusak ketenangan dan ketentraman masyarakat.

Antara pamomong dengan yang diemong terjadi tarik menarik, Dalam rangka tarik-menarik ini, pamomong tidak selalu memenangkan “pertarungan” alias kalah dengan yang diemong. Dalam situasi demikian yang diemong lebih condong untuk selalu mengikuti rahsaning karep (nafsu).

BACA JUGA:5 Kebiasaan Buruk Istri Membuat Rezeki Suami Seret! Yuk Segera Benahi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: