Realisasi PPN Bengkulu Over Target Rp 1,1 Triliun, Harga Sawit Pemicunya
Jika harga minyak CPO naik, berdampak dengan naiknya harga TBS-(foto dokumentasi/bengkuluekspress.com)-
BENGKULU, BENGKULUEKSPRESS.COM - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Provinsi Bengkulu, telah mencapai Rp 1,1 triliun.
Angka tersebut melebihi target yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada tahun ini Rp 921,75 miliar. Maksimalnya realisasi PPN di Bengkulu didorong oleh meningkatnya harga TBS kelapa sawit di Bengkulu yang telah mencapai Rp 2.000/kg. Hal itu mengindikasikan kinerja kelapa sawit di daerah saat ini cukup baik.
"Kami melihat kinerja sektor perkebunan kelapa sawit sudah sangat baik di Bengkulu sehingga membuat penerimaan PPN melebih target," kata Kepala Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung Tri Bowo saat diwawancarai BE, Selasa (27/12).
Ia berharap, penerimaan PPN tersebut bisa kembali meningkat pada 2023. Untuk itu, Tri Bowo meminta, agar pemerintah pusat bisa memberikan kelonggaran kebijakan kepada produk turunan kelapa sawit. Hal tersebut diharapkan mampu menjadi stimulus untuk mendongkrak harga TBS di Bengkulu.
BACA JUGA:Harga TBS Disepakati Turun
BACA JUGA:Cangkang Sawit Dipertimbangkan Masuk Penetapan Harga TBS
"Kami berharap ada kebijakan yang mendorong peningkatan harga TBS di Bengkulu. Hal itu tidak hanya berdampak pada pendapatan petani, tetapi juga berdampak pada penerimaan negara juga," ujarnya.
Ia mengaku, beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah pusat, diantaranya menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Karena, akibat kedua kebijakan tersebut, kenaikan harga TBS Kelapa Sawit belum begitu maksimal. Bahkan harga CPO hingga saat ini masih tertahan diangka Rp 12 ribu per kilogram.
"Mungkin DMO dan DPO bisa dihapus, karena kebijakan ini menghambat naiknya harga TBS juga," ujarnya.
Ia menambahkan, jika pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif dengan dinamika pasar, dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan ekspor, tentunya dengan terlebih dulu memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain itu, jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti DMO, DPO, Harga Eceran Tertinggi (HET) semestinya dihapuskan.
"Kemudian, jika harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian. Jika diperlukan diberikan bantuan sosial bagi masyarakat berupa minyak goreng kemasan. Dengan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," tutupnya. (999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: surat kabar bengkulu ekspress edisi 28 desember 2022