Guru Penggerak dan Transformasi Siswa Pasif Menjadi Aktif dan Kreatif

Guru Penggerak dan Transformasi Siswa Pasif Menjadi Aktif dan Kreatif

Sebanyak 46 orang Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) yang akan mengabdi di Kabupaten Mappi, Provinsi Papua, mengikuti pelatihan semi militer di Markas Kodim 1707/Merauke, Kamis (7/12) (FOTO ANTARA/HO-Pendam XVII/Cenderawasih)--

Misalnya, seorang siswa bernama Fera, maka kepanjangan yang bisa dibuat adalah fun, energetic, responsible dan active. Tanpa disadari, sekalipun mereka bermain, sesungguhnya siswa sudah masuk ke dalam proses pembelajaran.

Di tengah kesibukannya, Trias terus berupaya menemukan dan menciptakan hal-hal baru untuk membangun suasana di kelas belajar. Ia rajin mencari teknik, metode, bentuk kegiatan, dan permainan untuk memperkaya metode dan tekniknya membangkitkan antusiasme siswa di kelas.

Selain mencari informasi lewat dunia maya dan berkarya mandiri, praktik baik mengajar dan ide permainan dapat diperoleh dari komunitas guru penggerak seangkatan.

"Saya minta masukan di komunitas angkatan pertama tentang bagaimana kalau anak rasa bosan. Bagaimana "ice breaker" yang bagus-bagus. Kami saling memberikan masukan seandainya kita nggak bisa dapatkan hal baru dan menarik," tuturnya.

Pembelajaran berdiferensiasi

Untuk mengakomodasi pengembangan diri siswa berdasarkan kesiapan belajar, minat dan potensinya, Trias melakukan pembelajaran berdiferensiasi, yakni pembelajaran yang memberi keleluasaan pada siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa.

Pembelajaran berdiferensiasi tidak hanya berfokus pada produk pembelajaran, tapi juga fokus pada proses dan konten/materi. Salah satu diferensiasi yang dilakukannya adalah produk dari tugas akhir siswa.

Tugas akhir siswa tidak harus seragam, tapi bisa berbeda-beda satu sama lain sesuai dengan karakter dan potensi siswa. Beragam tugas itu justru membuat anak aktif dan bergairah belajar.

Siswa yang suka bernyanyi dapat membuat tugas akhir dengan menulis lirik lagu berbahasa Inggris dan langsung menyanyikannya di depan teman-teman sekelasnya.

Siswa lain bisa mengemas tugas akhir dalam bentuk tulisan, tarian, kerajinan tangan atau video, bahkan bisa menggunakan platform media sosial.

Dengan memperhatikan gaya belajar dan karakter serta potensi siswa, Trias mengaku anak menjadi lebih berani berbicara sekalipun belum sepenuhnya benar saat menggunakan Bahasa Inggris.

Menurut dia, yang penting adalah anak aktif dan percaya diri dulu baru nanti kesalahan yang ditemui dapat diperbaiki.

Seorang siswi kelas X3 SMA YPK Diaspora Amelia Demena mengaku merasa senang dan aktif saat belajar di sekolah. Permainan yang dibawakan sebelum kelas belajar dimulai, dirasa mampu menghidupkan suasana belajar.

Ia juga senang belajar dengan menggunakan internet sehingga banyak sumber belajar bisa diakses dengan cepat.

"Sebelum masuk 'mood' kita dibuat 'happy' (senang). Guru ajarkan kita berdoa, memberi salam pakai Bahasa Inggris. Sebelum belajar ada permainan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: