Ichwan Yunus Melanjutkan Studi ke Palembang (bagian 2)
King of The Class Di sekolahnya, semakin lama Ichwan semakin menunjukkan prestasi belajarnya. Dibanding dengan kawan-kawan sekelasnya, ia tergolong siswa yang paling akrab dengan gurunya. Kedekatannya dengan guru-gurunya ini bukan karena Ichwan memiliki ilmu pendekatan, AGS (Asal Guru Senang) misalnya. Tidak sama sekali, tetapi murni karena kepribadiannya yang sangat menyenangkan. Di samping karena kecerdasannya yang di atas rata-rata kelasnya. Selain cerdas Ichwan juga dikenal dengan ketekunannya. Untuk yang disebutkan terakhir. -mungkin sekaligus juga sebagai kelebihan Ichwan dibanding dengan kawan-kawanya yang lain. Ia tidak hanya tekun mengulangi pelajaran yang sudah diterimanya di kelas, tapi juga serius menelaah mata pelajaran yang akan diterimanya basok. Setiap menerima pelajaran biasanya Ichwan hanya mencocok-cocokan dengan apa yang ia ketahui. Hampir semua buku yang dimiliki dan ia pinjam dilahap habis. Bukan sekedar dibaca, tapi berusaha difahami dan dikuasainya. Ini terbukti setiap buku yang dibacanya penuh dengan garis bawah, contrengan, dan tanda-tanda yang lain. Penguasaanya yang baik terhadap hampir semua mata pelajaran dan keberaniannya mengemukakan pendapat, mengkritik dan membantah hal-hal yang menurut pengetahuanya adalah salah dan oleh karenanya perlu diluruskan. Hal ini membuat guru harus berhati-hati menerangkan pelajaran di kelas. Suatu peristiwa pernah terjadi ketika ia duduk di kelas II SMEA, dimana seorang guru sedang menjelaskan pelajaran di depan kelas, secara kebetulan apa yang dijelaskan guru sudah pernah dibaca dan sebagian dihafal serta dipahaminya. Ichwan lantas intrupsi dan dengan lantang tanpa ragu ia mengatakan apa yang diterangkan guru tersebut salah. Pelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan hasil bacaannya dari sebuah buku. Karuan saja sang guru merasa malu, geram dan merasa penasaran apakah yang dikemukakan Ichwan itu benar atau tidak, sembari meminta Ichwan untuk membuktikan apa yang ia ucapkan. Sebagai bentuk pertanggungjawabannya, Ichwan lantas berusaha membuktikan bahwa pendapatnyalah yang benar dan apa yang disampaikan guru tersebut adalah salah. Kemudian ia menyodorkan sebuah buku yang sudah dibaca dan dipahaminya. Tidak ada pilihan Iain bagi guru tersebut kecuali mengakui kesalahannya dan mengakui bahwa apa yang dikemukakan muridnya itu benar. Tetapi sebagai seorang guru, masih saja menyisakan perasaan yang kurang senang dengan sikap Ichwan. Paling tidak Ichwan dianggap sebagai siswa yang kurang bisa menjaga etika dan/atau sopan santun terhadap guru. Untuk itulah maka guru tersebut merasa perlu melaporkan kejadian itu kepada atasannya. Ichwan Ialu dipanggil dan diberi kesempatan untuk menjelaskan kronologis kejadiannya. Setelah dibeberkan oleh Ichwan, barulah kepala sekolah memberi nasehat kepadanya, bahwa apa yang dilakukan Ichwan itu sudah benar, tapi tempatnya saja yang tidak tepat. ”Lain kali kalau ingin membantah atau meluruskan gurunya jangan didepan kelas, seorang guru harus menjaga kewibawaannya di depan murid-muridnya.“ demikian nasehat kepala sekolah yang ditirukan Ichwan. Ichwan tidak keberatan untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf kapada gurunya itu. Ichwan merasa lega ternyata gurunya secepat itu memaafkannya, dan setelah kejadian itu hubungannya terhadap guru tersebut bukannya bertambah ranggang, melainkan semakin akrab. Masih karena penguasaannya yang baik terhadap semua mata pclajaran, ia pun selalu menjadi primadona (pusat perhatian) dalam setiap diskusi di kelas dan di kelompok-kelompok belajar. Terutama disaat-saat kebuntun dalam menjawab persoalan yang muncul dan berkembang dalam diskusi. Pendapat Ichwan sangat ditunggu-tunggu. Biasanya jika Ichwan sudah berbicara, pasti persoalannya akan tuntas, yang lainnya hanya terperangah dan · banyak pula yang hanya mantuk-mantuk.(bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: