GOTONG ROYONG
Oleh Zacky Antony
MAU lihat kepribadian asli orang Indonesia? Lihatlah ketika negeri ini dilanda musibah. Contohnya Pandemi Corona yang tengah mewabah saat ini. Virus Corona telah memunculkan kembali kepribadian asli orang Indonesia yang mulai tergerus oleh waktu dan teknologi. Apa? Gotong Royong.
Kepribadian gotong royong ini sudah digali oleh pendiri bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka. Ingat pidato Bung Karno saat rapat BPUPKI 1 Juni 1945 tentang Pancasila sebagai dasar Negara. Kalau lima sila itu diperas menjadi satu sila. Yang muncul adalah Gotong Royong. Di atas itulah, berdirin Negara Indonesia.
Satu bulan sudah wabah Corona berlangsung, pemandangan hari-hari ini dipenuhi orang-orang peduli. Mereka berbuat dengan kapasitas masing-masing. Ada yang berbuat dengan kekuasaannya. Ada yang berbuat dengan tindakan atau perbuatan. Ada yang berbuat dengan ucapan. Dan ada juga yang berbuat dengan doa dalam hati.
Ada yang menggalang donasi, memberi bantuan APD (Alat Pelindung Diri) kepada petugas medis, bagi-bagi masker gratis, nyumbang nasi bungkus, bahan pokok dll. Pemandangan itu terjadi di seluruh daerah. Ciri orang Indonesia adalah peduli.
Para pengusaha yang tergabung dalam Pengusaha Peduli NKRI menggalang donasi alat kesehatan yang nilainya mencapai sekitar Rp 500 miliar. Alkes yang diserahkan kepada pemerintah itu berupa 100 ventilator (alat bantu pernafasan), 75.000 APD dan 20.000 masker N95 dan kacamata pelindung. Beratnya hampir 80 ton.
Sederet nama beken ---yang tak perlu saya tulis--- juga menyumbang alat-alat kesehatan dan alat pelindung diri ke sejumlah rumah sakit. Pengusaha-pengusaha lokal juga ikut gotong royong membantu pemerintah daerah. Ada yang menyerahkan ribuan masker. Ada pula yang membantu disinfektan, sarung tangan, sembako dll. Kalangan mahasiswa dan Ormas juga terpanggil untuk berbuat sesuatu. Mereka menggalang sumbangan lewat media sosial. Semua tak mau ketinggalan ambil bagian berbuat untuk penanganan Corona. Tak memandang apa latar belakang profesinya. Ada pengusaha, ulama, anggota dewan, aktivis LSM, wartawan, dosen, guru, ASN, pejabat, TNI/Polri, perbankan hingga kalangan swasta. Semua pro aktif berbuat sesuatu sesuai kemampuan masing-masing.
Dokter, perawat dan tenaga medis menyumbang tenaga dan pikiran dengan risiko nyawa. Kalau melihat deretan foto dokter yang meninggal dunia karena virus Corona, kita merasa ikut sedih. Dokter yang meninggal itu ada berusia muda. Meninggalkan anak yang masih kecil-kecil. Semoga pengabdian mereka mendapat balasan yang setimpal dari Yang Maha Kuasa.
Yang mengharukan, ada orang-orang yang secara ekonomi tergolong pas-pasan. Tapi saat penggalangan donasi, dia ikut menyumbang dana. Tentu saja ini tamparan bagi mereka yang lebih mampu secara materi. Pesan moralnya, sekaya apapun Anda, tapi kalau Anda pelit, tidak memberi manfaat bagi orang lain, Anda tak berarti apa-apa.
Yang bisa berbuat lebih banyak dalam menghadapi wabah seperti saat ini tentu saja mereka yang punya kekuasaan. Kepala daerah dengan kekuasaan yang dimiliknya bisa berbuat banyak merealokasikan anggaran. Daerah dengan APBD besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, mengalokasikan anggaran dengan jumlah besar. Triliunan. Sebaliknya, daerah dengan APBD kecil seperti Bengkulu, anggaran Corona nya pas-pasan. Puluhan hingga ratusan miliar. Presiden sendiri sudah merealokasikan anggaran Rp 405 triliun untuk penanganan wabah Corona. Disusul kementerian-kementerian dan lembaga.
Artis-artis juga tak mau ketinggalan. Ada yang membuat karya “lagu” untuk menggugah rasa kemanusiaan. Lagu berjudul *“Demi Raya yang Lain”* yang dinyanyikan Yessiel Triena misalnya, kini menjadi buah bibir. Lagu yang ditulis suaminya sendiri, Eka Gustiwana tersebut menceritakan perjuangan tenaga medis menangani Corona. Ada pula Sastrawan dan publik figur menciptakan puisi. Kampanye di media sosial. Apapun lah. Yang penting berbuat.
Pers juga demikian. Media-media televisi, surat kabar, hingga media siber dan organisasi wartawan kompak menggalang donasi dan bersatu “Melawan Corona.” Semua ingin berbuat dengan harapan Corona lenyap. Para ulama dan ustad juga berbuat dengan kapasitas mereka. Memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa.
Gotong royong seperti saat ini itulah potret jati diri kita; *INDONESIA.* Tanpa memandang suku, agama, ras ataupun golongan. Pemerintah tidak bisa sendirian menghadapi wabah. Perlu didukung pihak swasta. Semoga lewat ikhtiar dan doa Corona sirna.
*Penulis adalah Wartawan Senior yang juga Ketua PWI Provinsi Bengkulu*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: