Kemarau, Produksi Kelapa Sawit Turun
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Produksi kelapa sawit di Bengkulu mengalami penurunan sekitar 30-40 persen akibat kemarau panjang yang terjadi pada tahun ini. Meskipun produksi turun, akan tetapi harganya masih bagus dan tidak terlalu rendah.
\"Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sekarang ini diatas Rp 1.000 per kilogram,\" kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ir Ricky Gunarwan, kemarin (27/8).
Saat ini Bengkulu berkontibusi kurang lebih 2 persen terhadap total produksi sawit di seluruh Indonesia. Luas tanaman kelapa sawit seluruh Indonesia sekitar 11 juta hektare. Dari jumlah tersebut sebanyak 202.863 hektare berada di Bengkulu. \"Kontribusinya tidak begitu besar, akan tetapi sawit Bengkulu masih cukup menjanjikan,\" tuturnya.
Ia mengaku, saat ini harga komoditas minyak sawit atau crude palm oil (CPO) terus melejit di tengah berbagai sentimen. Harga CPO kontrak pengiriman November 2019 di Malaysia Derivative Exchange naik 2,17% ke level RM 2.256 per metrik ton.
Ia menilai, kemarau berkepanjangan yang terjadi di Indonesia dan Malaysia berdampak negatif bagi pertumbuhan tanaman sawit. Meski begitu, permintaan CPO tengah meningkat. \"Walaupun selama kemarau ini produksinya menurun, tetapi harga CPO naik,\" ujarnya.
Tidak hanya itu, kenaikan harga CPO akan terus terjadi di Indonesia, pasalnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraannya beberapa hari lalu menyatakan bahwa Indonesia akan fokus pada pemanfaatan biodiesel B20. Minyak sawit juga rencananya akan dipadukan dengan bahan bakar pesawat.
\"Jika perpaduan CPO dengan avtur terealisasi, hal ini berpotensi menyerap 60% produksi CPO dalam negeri. Praktis, hanya 40% saja porsi produksi CPO yang dapat dinikmati oleh para pengimpor seperti China, India, hingga Korea,\" ungkapnya.
Ia mengaku, permintaan CPO dari China sebenarnya sedang meningkat. Hal ini tak lepas dari efek perang dagang yang membuat negeri tirai bambu itu enggan untuk mengimpor minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari dari AS. \"Potensi permintaan CPO dari Indonesia dan Malaysia di China berpeluang meningkat, apalagi harga CPO lebih murah dibandingkan minyak kedelai,\" kata Ricky.
Tingginya permintaan dari China setidaknya dapat menutupi sentimen politik dari Eropa yang masih melarang penggunaan CPO untuk biodiesel. Selain itu, Ricky mengaku, sentimen seperti gangguan cuaca pada dasarnya hanya bersifat sesaat. Ke depan, perkembangan masalah perang dagang hingga masalah kampanye hitam penggunaan minyak sawit dari Uni Eropa masih akan berpengaruh besar terhadap harga CPO di pasar. \"Kita yakin harga CPO akan meningkat dan akan berpengaruh pada peningkatan harga TBS,\" tutupnya.(999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: