Tiket Pesawat, Sumbang Deflasi

Tiket Pesawat, Sumbang Deflasi

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Sepinya penumpang dan aktivitas penerbangan di Bandara Fatmawati Bengkulu sejak Januari 2019 berdampak pada penurunan angka inflasi daerah. Bahkan hingga Maret 2019 tercatat Bengkulu mengalami deflasi sebesar -0,23 persen, penyumbang deflasi tertinggi diberikan angkutan udara sebesar -0,396 persen. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu, Dyah Anugrah Kuswardani MA mengatakan, deflasi yang terjadi hingga Maret lalu disebabkan turunnya tarif angkutan udara, beras, cabai merah, kentang, minyak goreng, jeruk, ikan tongkol, telur ayam ras, kol putih dan ikan kape-kape.

Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi dipengaruhi oleh naiknya harga bawang merah dan putih, daging ayam ras, daging sapi, jengkol, tomat buah, sepeda motor, ikan mas, celana panjang jeans dan tomat sayur. \"Kita melihat aktivitas penerbangan yang sepi, bahkan terjadi pembatalan beberapa waktu lalu menyebabkan deflasi terbesar disumbangkan oleh angkutan udara,\" kata Dyah, Selasa (3/4).

Bahkan, BPS mencatat hingga Februari 2019 lalu, jumlah penerbangan di Bandara Fatmawati Soekarno tercatat 514 penerbangan. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 17,23 persen bila dibandingkan Januari 2019. Begitu juga dengan lalu lintas penumpang di Bandara Fatmawati Soekarno, dimana tercatat sebanyak 52.036 orang penumpang atau mengalami penurunan sebesar 23,09 persen bila dibandingkan dengan Januari 2019.

\"Dari data tersebut terbukti jika angkutan udara yang mengalami penurunan secara signifikan berkontribusi kepada deflasi daerah,\" tutupnya.

Sementara itu, Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Kamaludin mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemehub) harus bisa mengatur kebijakan terkait harga tiket pesawat. Mahalnya harga tiket menyebabkan masyarakat menunda berpergian, apalagi tiket pesawat saat ini sudah menjadi konsumsi sekunder masyarakat di Indonesia. Hal ini tercermin dari data inflasi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut tarif angkutan udara selalu menjadi penyumbang inflasi daerah.

\"Nah, ini sudah menunjukkan tiket pesawat sudah menjadi konsumsi sekunder bahkan primer masyarakat Indonesia, jadi harga tiket ini menimbulkan masalah untuk orang banyak,\" kata Kamaludin.

Selain itu, pemerintah bukannya meringankan masalah, malah menambah masalah. Bahkan, mengeluarkan aturan baru terkait tarif batas bawah tiket pesawat. Sehingga kemungkinan besar maskapai hanya akan memberikan promosi seperti potongan harga, namun dalam jumlah yang dibatasi dan tidak terlalu banyak karena kuota. \"Tapi harga non promo juga akan tetap tinggi. Jadi (aturan ini) bisa dibilang tidak efektif,\" jelas Kamaludin.

Dari aturan baru Kementerian Perhubungan nomor 20 tahun 2019 dengan turunan Keputusan Menteri Nomor 72 Tahun 2019, batas bawah harga tiket pesawat ditetapkan sebesar 35 % dari tarif batas atas. Misalnya, jika tarif batas atasnya Rp 1 juta, maka tarif batas bawahnya di kisaran Rp 350 ribu. Regulasi ini disebut untuk mempertimbangkan maskapai dalam mengatur harga tiket, yaitu memperhatikan persaingan yang sehat, perlindungan konsumen serta kewajiban publikasi besaran tarif. \"Tetapi bagi saya, itu akan mematikan industri penerbangan di Indonesia, karena masyarakat akan jarang bepergian menggunakan pesawat. Dampaknya juga akan signifikan bagi banyak sektor nantinya,\" tutupnya.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: