Pecat Karyawan Lokal, Rekrut TKA

Selasa 20-03-2018,17:14 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Gaji 3 Bulan Tak Dibayar

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Salah satu perusahaan swasta bergerak bidang distributor produk makanan ringan dan minuman di Bengkulu telah memberhentikan puluhan tenaga kerja lokal.

Semua diberhentikan tanpa pesangon serta tanpa digaji selama tiga bulan berturut-turut. Pengganti seluruh karyawan yang dipecat tersebut adalah tenaga kerja asing yang belum bisa berbahasa Indonesia, namun dibayar dengan upah dua kali lipat dari tenaga kerja lokal.

Sumber terpercaya Bengkulu Ekspress, Yansun mengatakan, gaji Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dipekerjakan perusahaan swasta tersebut mencapai Rp 7 juta sedangkan tenaga lokal hanya digaji Rp 3,5 juta per bulan. Bahkan sudah tiga bulan berturut-turut karyawan lokal tidak digaji sehingga karyawan pada akhirnya terpaksa berhenti dengan sendirinya.

\"Puluhan karyawan lokal terpaksa berhenti karena sudah tiga bulan tidak digaji, sayangnya pihak perusahaan tidak peduli dan malah mencari pengganti tenaga kerja asing dengan gaji jauh lebih tinggi,\" terang Yansun.

Ia berharap, adanya kejelasan dan solusi untuk permasalahan yang dihadapi ini. Sebab, hal ini menyangkut kepentingan orang banyak, terutama karyawan yang menjadi korban dari ketidakadilan perusahaan tersebut.

\"Kami mau hal ini diproses lebih lanjut dan diharapkan bisa memberikan solusi tepat agar karyawan tidak dirugikan,\" singkat Yansun.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, Ir Drs H Sudoto MPd mengatakan, pihaknya telah mendapatkan laporan dari karyawan di perusahaan swasta tersebut dan pemberhentian karyawan secara sepihak wajib diselesaikan apalagi terkait hak karyawan yang belum dipenuhi, seperti pesangon dan pembayaran gaji yang terlambat.

\"Pemberhentian secara sepihak tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa alasan dan penjelasan yang jelas. Terkait pemberhentian tersebut harus diselesaikan,\" ujar Sudoto, kemarin (19/3).

Tak hanya terkait kewajiban perusahaan membayar pesangon, perusahaan yang terlambat membayar gaji karyawan juga akan dikenakan denda. Pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan Pasal 93 ayat 2 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK).

\"Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah,\" jelas Sudoto.

Lebih lanjut, denda yang dimaksud dikenakan sesuai ketentuan Pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan/PP Pengupahan yakni mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya upah dibayar, pengusaha dikenakan denda sebesar 5 persen (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari upah yang seharusnya dibayarkan.

\"Maka dari itu, perusahaan yang terlambat membayar upah sudah seharusnya dikenai denda di luar jumlah upah yang harus dibayarkan,\" sambung Sudoto.

Setelah hari kedelapan, apabila upah masih belum dibayar, pengusaha dikenakan denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1 persen (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50 persen (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.

\"Perusahaan juga harus membayar tambahan denda 1 persen jika upah masih belum dibayar setelah hari kedelapan,\" lanjut Sudoto.

Tak berhenti disitu, se telah sebulan, apabila upah masih belum dibayar, maka pengusaha dikenakan denda keterlambatan ditambah bunga sebesar suku bunga yang berlaku pada bank pemerintah.

\"Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh,\" tambah Sudoto.

Mantan Plt Sekda Provinsi Bengkulu ini menerangkan, langkah hukum yang bisa dilakukan karyawan adalah membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan pengusaha. Jika belum ada penyelesaian, karyawan bisa melakukan penyelesaian perselisihan dengan mediasi dengan mediatornya adalah pihak Disnaker setempat.

\"Jika mediasi juga tidak berhasil, pekerja dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial untuk diselesaikan secara hukum,\" tukas Sodoto.(999)

Tags :
Kategori :

Terkait