’’Kami tidak merayakan karena situasi tidak memungkinkan adanya perayaan saat ada rakyat yang lebih membutuhkan anggaran tersebut,’’ ujar Michael Makuei, juru bicara pemerintah Sudan Selatan, saat memberikan keterangan pada pers Juli lalu.Sudan Selatan merdeka pada 9 Juli 2011. Hanya berselang 2 tahun, perang sipil berkecamuk. Puluhan ribu orang tewas dan 3,7 juta penduduk lainnya harus kehilangan tempat tinggal. Kelaparan juga melanda sekitar 5 juta penduduknya atau separo dari total populasi. Negara yang perekonomiannya bergantung pada minyak tersebut juga mengalami hiperinflasi hingga 300 persen. Bank Dunia menyebut Sudan Selatan sebagai negara yang perekonomiannya paling bergantung dengan minyak. Karena itu, saat harga minyak turun, mereka begitu terpukul. Bisa dibilang tidak ada pembangunan di Sudan Selatan. Sejak Sudan Selatan merdeka, hanya 504 kilometer jalan yang beraspal. Anehnya, meski krisis terjadi di mana-mana, pemerintah malah menaikkan biaya izin kerja untuk relawan profesional asing. Yakni, dari USD 100 (Rp 1,4 juta) menjadi USD 1.000 (Rp 13,6 juta). Bagaimana dengan Timor Leste yang berpisah dari Indonesia? Bekas provinsi ke-27 Indonesia itu menggantungkan perekonomian pada hasil kekayaan minyak dan gas alam. Mereka juga masih bergantung dengan bantuan asing. Berdasar data dari UNICEF, satu di antara empat anak-anak usia 15–24 tahun yang tinggal di pedesaan mengalami buta huruf. Situasi keamanan juga masih menjadi masalah di negara muda tersebut. ’’Kejahatan masih menjadi masalah di Timor Leste, termasuk kekerasan antargeng, perampokan, serta serangan perorangan dan pada kendaraan,’’ tulis website milik Kementerian Luar Negeri Inggris tentang Timor Leste sebagaimana dilansir The Guardian. (TheGuardian/TheIndependent/sha/c20/ttg)
Kisah Negara Milenial: Merdeka Tak Hilangkan Derita
Minggu 29-10-2017,12:12 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :