CURUP, Bengkulu Ekspress - Kasus kekerasan dalam dunia pendidikan terjadi di SDN 22 Kabupaten Rejang Lebong. Dimana salah seorang oknum guru kelas, dengan tega menjewer dan menendang 15 orang siswa hingga menyebabkan sejumlah siswa mengalami luka lebam.
Tak terima akan apa yang diterima oleh anak-anaknya, sebanyak 7 orang perwakilan orang tua wali murid mendatangi sekolah yang sebelumnya bernama SDN 05 Sumber Bening tersebut.
\"Kami datang ke sini ingin mempertanyakan perihal permasalahan yang dialami anak-anak kami, kenapa anak-anak kami sampai dipukul hingga lebam, meskipun anak kami salah, tidak sepantasnya mereka dihukum seperti itu,\" terang Aryuni salah seorang orang tua siswa.
Dengan datangnya sejumlah orang tua siswa serta pihak dari Babinsa dan Babinkamtibmas, pihak sekolah langsung melakukan pertemuan dengan orang tua siswa, Babinsa, Babinkamtibmas bersama oknum guru yang diduga telah melakukan aksi kekerasan terhadap anak-anak.
Dihadapan peserta rapat yang hadiri, Su oknum guru yang melakukan kekerasan kepada anak-anak tersebut mengakui kesalahan yang dilakukannya. Dimana menurutnya kekerasan yang dilakukannya tersebut lantaran ia kesal atas sikap anak-anak kelas V, yang pada Kamis (7/9) pagi mendapat giliran piket membersihkan halaman sekolah.
\"Saat itu mereka tengah kumpul-kumpul, padahal waktu mereka piket, saat saya panggil, mereka justru lari, sehingga saya kesal,\" cerita Su yang merupakan wali kelas IV SDN 22 Rejang Lebong. Lantaran kesal tersebut, menurut Su ia kemudian mengumpulkan para siswa yang kemudian langsung menjewer dan menendang siswa yang jumlahnya sekitar 15 orang. Namun menurut Su, pasca kejadian tersebut ia mengaku salah dan langsung meminta maaf kepada ke-15 anak tersebut.
Saat tengah memberikan penjelasan tersebut, sejumlah orang tua mengungkapkan bahwa anak-anak mereka kabur lantaran akan dilempar oleh Su. Mendengar penjelasan tersebut Su langsung membantahnya, ia menegaskan tidak benar bahwa saat memanggil anak-anak sembari melempar mereka.
Sementara itu, Ca (10) salah satu siswa yang sempat dijewer dan dipukul Su mengaku, aksi kekerasan yang dilakukan Su sekitar pukul 07.00 WIB sebelum jam pelajaran sekolah mulai. Dimana menurut Ca memang pada hari tersebut jadwal kelas V piket membersihkan halaman sekolah. Pada saat ini Ca mengaku ia bersama teman-temannya sudah piket.
\"Saat kejadian kami memang sudah piket membersihkan halaman sekolah, tapi gak tau kenapa masih dipanggil bapak Su\" terang Ca.
Menurut Ca, ia bersama sejumlah kawan-kawannya lari saat dipanggil Su bukan tanpa alasan, karena saat itu Su bukan hanya sekadar memanggil mereka, namun juga akan melempar mereka dengan batu, lantaran takut akan lemparan batu tersebut mereka berlari. Namun setelah itu Ca mengaku mereka langsung dikumpulkan dan dijewer dan ditendang oleh Su dengan cara membabi buta sehingga beberapa bagian tubuh mereka menjadi lebam.
Sementara itu, Kepala SDN 22 Rejang Lebong, Baniar SPd, mengungkapkan bahwa ia sebelumnya tidak mengetahui perihal kekerasan yang dilakukan salah satu oknum guru di sekolah yang ia pimpin tersebut. Ia baru mengatahui adanya kejadian tersebut pada Jumat (8/9) pagi kemarin saat sejumlah orang tua siswa dan petugas Babinsa dan Babinkamtibmas mendatangi sekolah mereka.
\"Saya benar-benar tidak tahu perihal kejadian ini, dan saya baru tahu pagi ini saat ada orang tua siswa dan petugas dari kepolisian dan dan Kodim yang datang ke sini,\" terang Baniar. Atas kejadian tersebut, Baniar mengaku ia menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua siswa atas kekhilafan yang telah dilakukan oleh salah seorang oknum guru di SDN 22 Rejang Lebong tersebut. Ia berjanji kejadian serupa tak akan terulang kembali.
Di sisi lain, Baniar juga menyanyangkan kejadian tersebut yang langsung menyebar kemana-mana termasuk ke pihak kepolisian dan awak media yang ada di Rejang Lebong yang Jumat pagi langsung mendatangi sekolah tersebut. Seharusnya menurut Baniar, masalah tersebut bisa diselesaikan di tingkat sekolah terlebih dahulu, bila memang tidak selesai, baru dibawa ke pihak berwajib.
Menyikapi apa yang disampaikan oleh kepala sekolah tersebut, para orang tua siswa yang hadir mengaku tidak mengetahui bahwa kejadian yang menimpa anak-anak mereka sudah menyebar, mereka juga terheran ketika datang ke sekolah sudah ada pihak kepolisian dan awak media.
Setelah semua pihak melakukan penjelasan terkait dengan permasalahan yang dihadapi, akhirnya baik dari pihak sekolah maupun orang tua siswa menyepakati untuk menyelesaikan permasalah tersebut dengan cara damai. Dimana diantara kedua belah pihak menandatangi surat perjanjian diatas materai.
Atas kesepakatan tersebut, orang tua siswa Aryuni mengaku lega karena permasalahan tersebut sudah selesai. Ia bersama sejumlah orang tua lainnya berharap agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Pihaknya juga tidak akan menuntut biaya pengobatan atas luka lebam yang dialami anak-anak mereka. (251)