BENGKULU, BE - Kemarahan Walikota Bengkulu, H. Helmi Hasan SE dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Raffles City Hotel, Rabu (22/3) lalu, direspon Ketua DPRD Kota, Erna Sari Dewi SE.
Erna mengatakan, kurang baik seorang walikota terlalu berlebihan marah-marah di depan publik. Selain itu, ia juga meminta agar Pemkot instrospeksi terhadap kinerjanya sendiri. Terutama soal administrasi, sebab, surat undangan Musrenbang tersebut baru diterima dewan 2 jam sebelum acara dimulai.
“Sebenarnya Pak Wali juga jangan terlalu berlebih-lebihan dalam hal ini. Seorang kepala daerah itu tidak boleh marah-marah di depan publik seperti itu, karena sebelum marah dia juga harus mengerti pokok permasalahannya kenapa dewan itu tidak hadir.
Kalau undangan itu baru sampai 2 jam sebelum acara dimulai, sedangkan kunjungan kerja memang sudah direncanakan jauh-jauh hari, ya tentu itu masuk ke agenda yang tidak terencana. Apakah itu administrasi yang baik?,” sanggah Erna saat diwawancarai BE melalui telepon selulernya, kemarin (23/3).
Menurutnya, Musrenbang ini secara teknis memang dilakukan oleh eksekutif, sedangkan DPRD hanya memberikan pokok-pokok pikiran politis.
Sebelum adanya musrenbang ini, lanjutnya, pihaknya sudah terlebih dahulu melakukan Musrenbang di tingkat kecamatan yang muatan dan subtansinya sama dengan apa yang dibahas dalam Musrenbang RKPD tersebut.
“Kalau tidak datang kenapa harus jadi dibesar-besarkan. Toh, juga sudah hadir dewan ini ditingkat kecamatan. Apalagi kita, tidak ada komunikasi dari jauh hari dari pemda kota kepada kita untuk menggelar Musrenbang di hari yang sama saat kita sudah menjadwalkan kunker, jadi tidak perlu terlalu reaktif soal itu,” terang Politisi Nasdem ini.
Erna juga membeberkan, jika dibanding selama ini, pihak dewan justru merasa tidak pernah dihargai oleh pihak eksekutif, karena setiap kali melakukan rapat atau hearing maupun inspeksi mendadak (Sidak) yang notabene juga untuk kepentingan rakyat, justru sebagian besar pejabat kota yang bersangkutan sangat sulit untuk hadir.
Bahkan, pada saat rapat Badan Anggaran (Banggar), pemerintah kota melalui Sekretaris Daerah juga sering tidak hadir, padahal rapat tersebut memiliki fungsi kebijakan untuk menganggarkan kepentingan pembangunan Kota Bengkulu ke depan.
Namun, ketika persoalan kesalahan administrasi yang akhirnya membuat anggota dewan tidak bisa hadir, direspon secara berlebihan sehingga menimbulkan pertanyaan besar.
“Ada apa kok terlalu berlebih-lebihan? Harusnya bercermin diri dengan kinerjanya, artinya pemerintah kota juga harus melakukan instrospeksi diri. Saya selaku pimpinan mengaku sangat keberatan ketika DPRD dibilang tidak pro rakyat, itu salah besar. Terus kalau bicara soal pro rakyat, kenapa persoalan gaji honorer sejak Januari hingga Maret sekarang tidak tuntas, apakah itu bisa dikatakan pro rakyat?,” ujar Erna balik bertanya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Prof Dr Hazairin (Unihaz) Bengkulu, Tantawi SH MH mengemukakan, persoalan ini terjadi karena miskomunikasi. Tetapi, jika pemerintah kota menganggap pembangunan kota akan terhambat hanya karena satu kali ini dewan tidak hadir, itu salah. Karena musyawarah bisa dilanjutkan dengan musyawarah berikutnya.
“Jadi, belum bisa dikatakan dewan tidak pro rakyat kalau masih batas pertama. Tapi kalau memang mereka sudah beberapa kali tidak hadir, baru bisa dikatakan itu akan menghambat pembangunan yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Karena pada prinsipnya eksekutif dan legislatif mempunyai peran yang sangat penting untuk pembangunan daerah,” jelas Wakil Dekan I Unihaz ini.
Lebih lanjut dijelaskannya, persoalan yang lebih besar yang mampu mengancam proses pembangunan dan kesejahteraan masyarakat adalah ketidak-harmonisan kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Karena pola pemikiran dan perencanaan pembangunan tidak akan bisa menyatu yang pada akhirnya menimbulkan keributan-keributan yang berakibat fatal bagi pembangunan.
“Kalau salah satu pihak tidak mempunyai hubungan harmonis, otomatis Kota Bengkulu akan sulit mengejar ketertinggalan dengan daerah yang lain. Karena, bagaimana orang mau membahas ini, ketemu saja tidak mau,” Tandas Tantawi. (805)