Saksi Emilia: Pak Dahlan Marah ketika Diberi Bonus

Rabu 18-01-2017,09:20 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

Keuangan PWU Membaik setelah Restrukturisasi Aset

SIDOARJO – Restrukturisasi aset yang dilakukan Dahlan Iskan selama menjadi Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim ternyata membawa dampak besar. Keuangan perusahaan membaik sehingga tak ada lagi keterlambatan gaji karyawan. Juga, PWU akhirnya mampu menyetor pendapatan asli daerah (PAD).

Fakta itu tergambar dari keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa dalam sidang Dahlan Iskan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (17/1). Ada lima saksi. Semua merupakan mantan karyawan PT PWU. Tak ada seorang pun di antara mereka yang menyebut restrukturisasi aset berdampak negatif. Apalagi merugikan keuangan negara seperti yang dituduhkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim selama ini.

Lima saksi yang dihadirkan ialah Yohanes Dasikan (mantan staf umum), M. Sulchan (mantan staf umum), Budi Raharjo (mantan staf keuangan), Suhadi (mantan staf umum), dan Emilia Aziz (mantan staf personalia). Di hadapan majelis hakim, para saksi tersebut mengistilahkan kondisi PT PWU sebelum Dahlan masuk seperti hidup segan mati tak mau. Kondisi itulah yang membuat para karyawan sempat terlambat menerima gaji.

”Kondisinya seperti itu karena banyak penjualan yang tidak lancar,” ujar Suhadi. Nah, kondisi pahit itu berangsur membaik ketika PT PWU dibentuk dari peleburan lima perusahaan daerah (PD) dan Dahlan Iskan ditunjuk sebagai direktur utama (Dirut). Ketika menjadi Dirut, Dahlan melaksanakan restrukturisasi aset sesuai saran konsultan Cacuk Sudarijanto. Nama tersebut merupakan tokoh manajemen terkemuka di Indonesia saat itu.

Para saksi menjelaskan, program restrukturisasi diwujudkan dengan menjual aset PT PWU yang tidak produktif. Hasil penjualan aset itu dibelikan aset yang lebih produktif. ”Asset-to-asset. Hasilnya yang saya tahu, salah satunya, di Karangpilang (Industrial Estate Wira Jatim, Red),” terang saksi Budi Raharjo.

Budi juga menjelaskan, setelah berhasil merestrukturisasi aset, keuangan PT PWU mulai membaik. Sampai akhirnya bisa menyetor ke pendapatan asli daerah (PAD) Jatim. Padahal sebelumnya, jangankan setor PAD, PWU justru terus-terusan disuntik dana oleh pemprov.

Dalam sidang juga terungkap, untuk menghidupkan PT PWU, Dahlan malah tombok. Sejak menjadi Dirut (2000–2009), Dahlan ternyata tak pernah mau menerima hak-haknya. Mulai gaji sampai sejumlah fasilitas.

”Untuk gaji, saya memang yang mengurusi. Pak Dahlan tak pernah mau menerima gaji. Termasuk fasilitas seperti mobil dinas,” kata Emilia. Bukan hanya itu, Emilia juga pernah tahu Dahlan pergi ke luar negeri untuk urusan PT PWU. Namun, lagi-lagi Dahlan tak mau menerima uang perjalanan dinas.

Yang paling membekas dalam ingatan Emilia, dirinya pernah dimarahi habis-habisan oleh Dahlan. Gara-garanya, perempuan berkerudung itu mentransfer bonus tahunan ke rekening Dahlan.

Di hadapan hakim, Emilia menceritakan, setelah kondisi keuangan membaik, perusahaan bisa memberikan bonus untuk karyawan. ”Kami lantas berpikir, kan selama ini Pak Dahlan tidak pernah menerima gaji, bagaimana kalau kami beri bonus saja. Toh, keuangan perusahaan sudah membaik,” tutur perempuan 59 tahun kelahiran Jakarta itu.

Atas persetujuan pimpinan yang lain, Emilia mentransfer sejumlah uang ke rekening Dahlan. Ternyata Dahlan yang mengetahui sejumlah uang nyelonong masuk ke rekeningnya langsung mengonfirmasi Emilia. Emilia mengaku telah mentransfer uang yang merupakan bonus dari perusahaan.

Saat itu juga Dahlan marah besar. ”Memang PT PWU sudah kaya, bisa ngasih bonus ke saya?” tutur Emilia, menirukan Dahlan. Dahlan langsung memerintahkan Emilia untuk menarik bonus tersebut. ”Saya langsung ke bank. Saya ambil uang itu dan kembalikan ke Pak Suhardi (direktur keuangan PT PWU, Red),” ujar Emilia.

Tidak hanya menolak gaji dan berbagai fasilitas, Dahlan juga malah rela menjaminkan hartanya untuk keperluan PT PWU. Dalam sidang terungkap, Dahlan pernah menggunakan deposito pribadinya sebesar Rp 5 miliar sebagai jaminan bank.

Jaminan itu diperlukan agar PT PWU mendapatkan pinjaman dana untuk membangun Jatim Expo. ”Saat itu uang Pak Dahlan dipakai sebentar. Kami cepat-cepat ganti karena kasihan beliau. Tidak mau digaji kok pakai uang pribadinya,” kata Budi.

Dengan talangan dana dari Dahlan, Jatim Expo akhirnya berdiri hingga kini. Gedung itu menjadi salah satu tonggak kesuksesan PT PWU. Budi mengatakan, saat PT PWU belum sehat, sangat sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Jadilah Dahlan berperan sebagai personal guarantee.

Semua Proses Penjualan Diatur WW

Dalam sidang kemarin juga terungkap, seluruh proses penjualan aset PT PWU yang selama ini dipermasalahkan oleh kejati ternyata diatur Wisnu Wardhana (WW). Hal itu disampaikan kelima saksi yang merupakan mantan karyawan sekaligus mantan anggota tim penjualan aset PT PWU.

Kelima saksi kompak menyatakan, selama menjadi anggota tim penjualan aset, mereka tak banyak dilibatkan oleh ketua tim, yakni WW. ”Semua proses dilakukan oleh Pak Wisnu,” jawab satu per satu saksi ketika ditanya jaksa Trimo. ”Seingat saya, tidak ada rapat koordinasi,” imbuh saksi Emilia.

Para saksi tersebut hanya bertugas menyiapkan dokumen administrasi dan membuatkan berita acara. Lantas, WW mengatur segala proses teknisnya. Mulai pembukaan penawaran hingga penerimaan pembayaran untuk penjualan aset.

Yang dilakukan WW juga bukan atas arahan Dahlan. Sebab, para saksi menyebut Dahlan tak pernah memimpin rapat yang terkait dengan penjualan. ”Kalau ada rapat soal penjualan, dipimpin oleh Pak Ketua (Ketua Tim Penjualan Wisnu Wardhana, Red),” ujar Emilia.

Jaksa penuntut umum (JPU) terkesan terus mengarahkan saksi agar menyebut keterlibatan Dahlan. Salah satu senjata jaksa ialah tanda tangan Dahlan dalam dokumen pencairan uang Rp 510 juta. Dana itu diperuntukkan pengosongan bangunan di Kediri yang telah dijual PWU.

Meskipun berupaya mengarahkan pertanyaan sedemikian rupa, fakta sidang menunjukkan bahwa Dahlan tak pernah menandatangani dokumen pencairan dana tersebut. Tanda tangan dalam dokumen yang didapat jaksa itu ternyata hanya disposisi Dahlan.

Terkait dengan hal tersebut, majelis hakim sempat mempersilakan Dahlan untuk menjelaskan. Dahlan mengatakan, selama menjadi direktur utama di banyak perusahaan, dirinya membuat keputusan untuk tak mencampuri urusan keuangan.

Menurut Dahlan, jika semua urusan harus lewat dirinya, perusahaan akan macet. ”Semua tahu saya tak mau ikut urusan keuangan. Saya tidak tanda tangan cek, tidak tanda tangan prosedur pencairan. Jadi, tak perlu acc saya agar uang cair,” jelasnya.

Bukti yang dikantongi jaksa, menurut dia, hanya sebuah disposisi. Ceritanya, Wisnu pernah menemui Dahlan. Dia curhat bahwa sampai Oktober belum ada pencairan dana untuk pengosongan bangunan di atas tanah yang dijual. Padahal, pengosongan itu sangat penting. Sebab, jika tak dikosongkan, PT PWU harus membayar denda keterlambatan 1 persen per hari. ”Saudara Wisnu kemudian minta tanda tangan saya agar pengosongan segera diproses, bukan dicairkan,” jelasnya.

Menurut Dahlan, disposisi itu tak bisa memengaruhi pencairan. Sebab, sudah ada mekanisme tersendiri untuk pencairan uang di PT PWU. Sebagai pegawai keuangan, saksi Budi diminta hakim untuk menjelaskan pencairan uang tersebut. Apakah pencairan itu atas perintah Dahlan atau Direktur Keuangan Suhardi.

Budi menuturkan, saat itu dirinya mendapat perintah dari Suhardi untuk mencairkan dana. Dia menyebut Dahlan hanya memberikan disposisi kepada Suhardi agar pengosongan segera dilaksanakan.

Soal pencairan itu, jaksa memang terkesan mengonstruksikan seolah Dahlan yang memerintahkan. Dengan begitu, mereka bisa mengaitkan kesalahan yang ditudingkan untuk Wisnu kepada Dahlan Iskan.

Terkait dengan kesaksian yang mayoritas meringankan Dahlan dan memberatkan Wisnu Wardhana, jaksa Trimo tidak mau buru-buru mengambil kesimpulan. Menurut dia, pembuktian baru berjalan dan masih ada saksi lain. ”Nanti akan dilihat. Ini masih proses pembuktian,” imbuhnya. (mas/rul/tel/bjg/atm)

Tags :
Kategori :

Terkait