Jumlah Penderita Meningkat Tajam

Kamis 01-12-2016,09:00 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

  BENGKULU, BE – Jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Bengkulu yang meninggal meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, sejak diketahui ada warga Bengkulu yang mengidap HIV/AIDS tahun 2001 hingga tahun 2016 ini, jumlahnya sudah 798 orang. Sementara yang meninggal sebanyak 169 orang.

Menariknya, persentase peningkatan jumlah penderita dan yang meninggal ini terdapat di rentang 1 tahun terakhir tahun 2015-2016. Ada penambahan 90 orang penderita HIV/AIDS dan meninggal mencapai 16 orang. (Lihat grafis)

\"Untuk rentang waktu 1 tahun dari 2015 ke 2016 sudah ada peningkatan penderita HIV/AIDS mencapai 40 persen,\" terang Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, Drs H Amin Kurnia SKM MM melalui Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Eva Handriani SKM MM, Selasa (29/11).

Eva mengatakan, Penderita terbanyak terdapat di Kota Bengkulu mencapai 49 orang dan sedikit Kabupaten Seluma dan Kepahiang, masing-masing 3 orang.

Memang wilayah Kota Bengkulu setiap tahun selalu menjadi penyumbang penderita HIV/AIDS terbanyak dibandingkan kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu, karena kecenderungan seks bebas dan hal-hal negatif lainnya yang dapat menimbulkan penyakit HIV/AIDS masih banyak terjadi di Kota Bengkulu.

Ia menuturkan, pihak dapat memeriksa dan memvonis seseorang yang terjangkit HIV/AIDS hanya fasilitas kesehatan (rumah sakit atau puskesmas) yang memilki layanan kesehatan. Untuk Rumah Sakit saat ini yang sudah bisa lakukan pemeriksaan seperti Rumah Sakit Umum M Yunus dan Rumah Sakit Curup yang sudah memiliki alat yang canggih. “Untuk kota sendiri sudah ada 8 puskesmas Kota Bengkulu yang bisa melakukan pemeriksaan terhadap penyakit HIV/AIDS,,\" terang Eva.

Ia menambahkan, selain dikota, puskesmas yang berada di kabupaten juga telah diberikan pelatihan khusus mengenai HIV/AIDS dan kepada bidan-bidan desa juga sudah diberikan pelatihan penjaringan terhadap ibu-ibu hamil dengan cara melakukan pemeriksaan scerening pertama untuk mendeteksi terjangkit HIV/AIDS atau tidak.

“Ini kita lakukan dan kita bentuk agar lebih mudah untuk mengatasi penyebaran penderita HIV/AIDS yang berada di kabupaten dan desa-desa yang ada di Provinsi Bengkulu nantinya,\" ujarnya.

Ia menjelaskan, saat ini Dinkes Provinsi juga sudah melakukan pendekatan secara proaktif, prepentif dan tidak menutut juga dilakukan rehabitatif dan melalui pendekatan-pendekatan secara kekeluargaan atau penjaringan.

\"Untuk saat ini ada tiga sistem yang akan kita lakukan untuk menurunkan angka kasus penderita HIV/AIDS terhadap populasi kunci yang meliputi wanita tuna susila (WTS), terhadap pasangan Gey dan waria,\" tuturnya.

Ia menerangkan, untuk menurunkan jumlah kasus pihaknya akan mencari dan menjaring pihak-pihak yang merupakan penderita HIV/AIDS lalu akan diberikan obat agar tidak menular kepada orang lain dan terus bisa bertahan nantinya.

\"Kita untuk menurunkan angka kematian, kita telah meningkatkan layanan baik secara kekeluargaan maupun perorangan dan memperkuat sistem jaringan informasi yang kita miliki seperti LSM Kipas dan relawan-relawan yang bergerak secara sukarela untuk menekan kematian akibat HIV/AIDS,\" tuturnya.

Ditambahkannya, anggaran untuk pembiayaan proses pengobatan dan konseling korban virus HIV/AIDS telah dianggarkan pada APBD Provinsi Tahun 2016. Anggaran itu diberikan untuk semua penyakit menular, termasuk HIV/AIDS.

“Angarannya ada dan itu sudah diatur dan banyak juga bantuan yang kita dapat seperti dari Global Fan, LSM yang membidangi kesehatan seperti LSM Kipas dan Pesona dan di APBD juga kita ada anggarannya,\" ungkapnya.

Dijelaskannya, anggaran untuk penyakit menular ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mengingat untuk pengobatan penyakit tersebut, harus dilakukan secara bertahap. Untuk itu pihaknya berharap anggaran tersebut bisa ditambah lagi untuk di tahun 2017 mendatang.

“Kita sebagai pihak pemerintah harus mengupayakan semaksimal mungkin mengenai pengobatan dan konseling itu nantinya terus berjalan,” tegasnya.

Berdasarkan data yang diperoleh BE, penderita penyakit mematikan HIV/AIDS pada tahun 2015 merupakan mereka yang rentang umurnya 25-49 tahun. Selain itu, jenis risiko penularan yang terbanyak disebabkan oleh heteroseksual (hubungan lawan jenis), kemudian ada juga karena faktor turunan dari ibu penderita HIV/AIDS kepada anaknya. Dan rata-rata mereka yang terjangkit tidak mau memberikan identitas status pekerjaannya.

“Mereka yang tidak mau mengatakan identitas lengkapnya biasanya pengidap yang merasa minder dengan penyakit yang dideritanya,” bebernya.

Ia menambahkan, dari tahun 2006-2016 akumulasi penderita HIV/AIDS yang meninggal dunia grafiknya sangat fluktatif selalu meningkat dan tidak mengalami penurunan, hal inilah yang sangat perlu menjadi perhatian khusus dari semua pihak nantinya.

“Korban yang tidak dapat bertahan hidup melawan penyakitnya, biasanya dikarenakan tidak rajin mengkonsumsi obat. Pengidap penyakit ini harus benar-benar didampingi, karena harus mendapat perhatian yang lebih terutama dari orang atau keluarga terdekat,” tambahnya.

Ia mengimbau, warga yang mengidap penyakit mematikan ini agar tidak minder dan tetap semangat dalam melanjutkan hidupnya karena penyebab umur penderita HIV/AIDS singkat karena malu konseling.

“Yang gratis aja masih sulit dilakukan oleh penderita. Inilah yang manjadi masalahnya,” ujarnya.

Dijelaskanya, fungsi konseling sangat penting. Dimana penderita nantinya akan mendapatkan obat fatrovirus, yang berfungsi sebagai menahan pertumbuhan virus HIV dan AIDS. Sehingga virus yang belum bisa disembuhkan ini, tidak dapar berkembang biak.

“Sifat obat ini tidak mengobati tapi memperpanjang masa hidup dari serangan virus HIV dan AIDS, disamping menahan perkembangan virus HIV dan AIDS, konseling juga berfungsi untuk melakukan pencegaan penularan virus dari korban kepada orang lain,\" tutupnya.

Penularan Tertinggi di Tanah Air

Sementara itu, berdasarkan data Yayasan Kantong Informasi Pemberdayaan Adiksi (Kipas) Bengkulu menyebutkan jumlah penderita HIV/AIDS per November 2016 sudah mencapai angka 830 orang. Berbeda dengan data Dinkes yang baru mencapai 798 orang.

Ketua Program Yayasan Kipas Bengkulu, Merlyn Yuanda di Bengkulu, Rabu (30/11), mengatakan, berdasarkan data Kipas, terjadi kenaikan jumlah penderita HIV/AIDS yang pada tahun sebelumnya sebanyak 703 orang.

Banyak jumlah data Kipas dibandingkan data Dinkes Provinsi tersebut, karena Kipas memperolehnya dari kegiatan penjangkauan pada kelompok beresiko antara lain pekerja seks komersil, pengguna napza dan waria.

Penularan HIV/AIDS di Bengkulu, kata dia, termasuk yang tertinggi di daerah lain di tanah air dan seluruh kabupaten dan kota sudah ditemui kasusnya. \"Bisa dikatakan HIV/AIDS sudah mewabah atau epidemik di Bengkulu karena semua daerah sudah ada kasus sehingga penanganannya harus lebih serius,\" tambahnya.

Kipas Bengkulu dalam bulan November 2016 menemukan 13 orang terinfeksi HIV/AIDS melalui program intervensi populasi kunci di Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

\"Dua kabupaten dan kota yang menjadi intervensi program telah menemukan 13 orang dengan HIV/AIDS melalui tes kepada anggota populasi kunci,\" kata Koordinator Yayasan Kipas Bengkulu Merly Yuanda di Bengkulu.

Hampir seluruh kabupaten di Provinsi Bengkulu tidak terlepas dari HIV/AIDS. Peringkat pertama kasus HIV/AIDS tertinggi disandang oleh Kota Bengkulu, Selanjutnya Rejang Lebong, Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, dan wilayah Kabupaten lainnya. \"Hampir 60% penderita HIV/AIDS berada di Kota Bengkulu,\" Tambahnya.

Beberapa orang yang terkena HIV/AIDS di Kota Bengkulu terdiri dari aparat penegak hukum, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai bank, dan anggota DPRD Provinsi Bengkulu. Rata-rata penularan HIV/AIDS ini terjadi karena perilaku menyimpang seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Merly juga menambahkan peningkatan dari tahun ke tahun mencapai 2,7%. \"Belum ada tindakan dari pemerintah, padahal beberapa tahun terakhir Pemerintah Daerah janji akan mengatasi masalah ini, tapi belum juga ada solusi terhadap masalah HIV/AIDS, padahal peningkatan mulai mengkhawatirkan,\" ujarnya.

Menurutnya, rencana Pemda untuk membuat peraturan daerah untuk menanggulangi penyebaran penyakit menular itu hanya jargon. Sebab hingga kini belum terealisasi.

\"Karena Perda untuk masalah HIV/AIDS ini belum ada sehingga anggaran untuk menanggulangi masalah ini juga tidak ada,\" ujarnya. Lanjutnya, jika ingin menekan penularan HIV/AIDS, Pemda seharusnya melibatkan populasi kunci sebagai agen perubahan dalam pencegahan HIV/AIDS.

Masyarakat melihat HIV/AIDS itu menakutkan, Pemerintah Daerah harusnya mampu mengubah pandangan masyarakat tentang HIV/AIDS yaitu dengan cara memberikan kesehatan dan kebutuhan serta harapan kepada mereka yang menderita HIV/AIDS bukan malah mengucilkan mereka,\" pungkasnya.(529/cw2)

Tags :
Kategori :

Terkait