Hearing PGE Panas

Sabtu 20-08-2016,13:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

TUBEI,Bengkulu Ekspress - Persoalan dampak yang terjadi pasca kejadian longsor dan banjir bandang diwilayah PT Pertamina Gheotermal Energy (PGE) Hulu Lais Kabupaten Lebong April 2016 lalu tampaknya masih terus berlanjut. Apalagi, tuntutan warga yang Forum Petani Masyarakat Mubai Manai (FPM3) saat ini belum menemukan titik terang. Terlebih pertemuan membahas dampak aktivitras perusahaan Pertaima Gheoternal Energy (PGE) yang dilaksanakan kemarin (19/8) belum juga menemukan titik terang, bahkan berlangsung panas. Sempat terjadi ketegangan saat pertemuan antara DPRD, manajemen PT PGE dan warga terdampak longsor PGE. Topik, salah satu warga Kecamatan Bingin Kuning mewakili masyarakat mengungkapkan, saat ini kondisi masyarakat yang terkena dampak longsor PGE di Kecamatan Lebong Selatan dan Bingin Kuning kehilangan lahan pertanian, perkebunan dan perikanan. Untuk itu, masyarakat meminta agar pemerintah maupun perusahaan segera memikirkan nasib warga yang terkena dampak tersebut. \"Kami tidak peduli soal status, tuntutan kami hanya bagaimana warga yang lahannya terkena dampak bisa terakomodir. Karena saat ini krisis ekonomi terjadi di Lebong Selatan dan Bingin Kuning. Lahan sawah, kebun dan kolam rusak sehingga mata pencarian hilang,\" ungkap Topik. Rapat yang dilaksanakan hingga pukul 20.00 WIB kemarin sempat panas. Karena ada salah satu warga mengatakan,\"Pemerintah daerah dan DPRD Lebong kurang peduli terkait persoalan tersebut.\" Hal itu langsung ditanggapi Ketua DPRD Kabupaten Lebong Teguh Raharjo Eko Purwoto SE. \"Kita disini jangan saling mempersalahkan, disini kita akan mencari solusi dari masalah ini. Bukan saling menyalahkan,\" tegas Ketua DPRD Lebong. Diawal hearing, Teguh menjelaskan, pertemuan yang dilakukan saat ini untuk mencari solusi terkait dampak sosial dan ekonomi yang dialami masyarakat. Terkait ratusan hektar lahan sawah, kebun dan kolam masyarakat tertimbun material longsor di wilayah PT PGE belum diketahui siapa yang bertanggung jawab. \"Memang sampai saat ini pemerintah belum menetapkan status terhadap kejadian longsor dan banjir bandang lalu. Maka dari itu, kita di DPRD Lebong juga telah membentuk dua pansus yang akan membantu menyelesaikan persoalan tersebut,\" jelas Teguh. Dikatakan Teguh, sejauh ini, dua pansus dewan sudah beberapa kali melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait. Hal ini guna mengumpulkan data kerugian, serta penyebab terjadinya longsor. \"Bahkan antara tanggal 20 sampai 26 ini ada tim investigasi bencana dari Kementerian Lingkungan Hidup turun langsung ke lokasi longsor dan banjir bandang untuk mengetahui penyebab longsor apakah murni bencana alam atau ada unsur kelalaian,\" kata Teguh. Ketua Pansus I Investigasi Penyebab Longsor dan Banjir Bandang, Azman May Dolan SE yang memimpin rapat tersebut mengatakan, sejauh ini pansus masih melakukan pengumpulan data dan fakta terkait kejadian tersebut. \"Untuk pansus sampai saat ini masih bekerja. Nah terkait tuntutan warga terkait ganti rugi lahan yang tertimbun material banjir dan longsor tentunya akan kita perjuangkan,\" ucap Dolan. Terkait tuntutan masyarakat tersebut, Project Manager (PM) PT PGE Hulu Lais Christoper mengatakan, dari hasil kajian yang dilakukan tim investigasi bencana Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan kejadian tersebut bencana murni. \"Kalau masalah ganti rugi, kita sudah kerjasama dengan corporate Pertamina terkait masalah ganti rugi. Karena hal ini harus kita sampaikan kepada atasan kita di Jakarta. Soal status bencana kami sudah melakukan assasemen, dan hasil dari peneliti UGM dan IPB menyatakan bencana memang murni bencana alam,\" ungkap Christoper. Diakhir hearing tersebut, akhirnya perwakilan PGE itu membuat pernyataan segera menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan beberapa point, diantaranya menormalisasi aliran Sungai Air Kotok dan Air Karat, menormalisasi lahan persawahan, perkebunan serta ganti rugi lahan. \"Ya ini akan kita sampaikan ke atasan, bagaimana hasilnya kita lihat nanti. Karena kita di Project Hulu Lais ini memiliki batasan-batasan wewenang,\" ucap Cristopher. Surat pernyataan pihak pge yang ditandatangani oleh Projek Manager PT PGE Hulu Lais Christopher itu, sehubungan dengan tuntutan masyarakat Lebong Selatan dan masyarakat Bingin Kuning kepada PT PGE bunyinya anyatra lain, normalisasi aliran sungai dan irigasi paling lambat dilakukan hingga November 2016, optimalisasi lahan persawahan dan perkebunan masyarakat yang tertimbun longsor, tuntutan ganti rugi atas tanam tumbuh dan hewan ternak yang disebabkan longsor, PT PGE menyediakan sarana air bersih bagi warga dan tuntutan ganti rugi gagal panen di wilayah WKP PT PGE? Dari 5 tuntutan tersebut PT PGE dapat memenuhi tuntutan poin ke 1 dan ke 4, sedangkan poin ke 2,3 dan 5 akan segera disampaikan kepada poin an PT PGE Pusat untuk segera ditindak lanjuti sesuai dengan mekanisme perusahaan. Sementara itu, Pemda Lebong hingga saat ini masih menunggu surat balasan dari Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB), untuk melakukan pertemuan membahas status bencana yang terjadi di wilayah Kecamatan Lebong Selatan pada 28 April lalu. Diungkapkan Seketaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lebong, Mirwan Effendi SE MSi surat permohonan dari Pemda Lebong untuk pertemuan tersebut telah dikirim, namun hingga saat ini belum mendapatkan pemberitahuan kapan pertemuan tersebut dilakukan. \"Mudah- mudahan dalam bulan ini sudah ada penjadwalan sehingga bisa dilakukan pertemuan,\" kata Mirwan. Ditambahkan Mirwan, pertemuan dengan BNPB tersebut bertujuan untuk mendapatkan kepastian status bencana yang terjadi menyebabkan timbulnya korban jiwa dan lahan pertanian masyarakat di wilayah Lebong Selatan dan Bingin Kuning rusak. \"Kita ingin mengetahui apakah ada dana bantuan untuk masyarakat yang menjadi korban bencana di wilayah Lebong Selatan tersebut. Jika BNPB mengatakan ada dananya maka status bencana yang terjadi kita tetapkan, namun kalau dananya tidak ada kita mencari solusi lain,\" ujar Mirwan.(777)

Tags :
Kategori :

Terkait