BENGKULU, BE- Pembongkaran warung remang-remang (Warem) dan pondok mesum di Pantai Panjang yang dilakukan petugas pada Kamis (9/6) lalu, dinilai tak tepat sasaran dan tidak adil oleh pemilik warung, karena warung yang berizin dan tidak melanggar ikut dieksekusi. Selain itu, tidak seluruhan pondok dibongkar, sehingga terkesan tebang pilih.
Sebagai bentuk protes tersebut, beberapa pemilik warung mendatangi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kota Bengkulu, kemarin (10/9).
Mereka meminta pertanggungjawaban atas pembongkaran yang dilakukan pihak Disparekraf dengan mengerahkan puluhan Satpol PP dan satu unit bulldozer tersebut.
\"Bangunan warung saya ini sudah ada izinnya dan pondok-pondok saya itu tidak tertutup. Kenapa tetap dibongkar, sebenarnya apa mau pemerintah ini,\" kata salah satu pemilik Warem, Sugiyanto kepada wartawan BE, kemarin.
Ia membantah warung miliknya dikatakan menjual minuman keras (Miras) dan menyediakan perempuan nakal (PSK).
\"Apa karena pondok milik saya sudah buruk, sehingga dieksekusi oleh petugas. Saya tak terima, jika seperti ini siapa yang harus bertanggungjawab. Sudah jelas saya mengalami kerugian,\" ujarnya.
Tindakan eksekusi tersebut dianggapnya tidak sesuai aturan, karena membongkar tanpa memikirkan nasib para pedagang yang mencari hidup dari berjualan di warung-warung tersebut.
\"Saya harap pemerintah dapat bertanggung jawab atas kerugian yang saya derita. Saya disini cuma menjual kelapa dan manisan, untuk mencukupi kehidupan hidup,\" jelasnya.
Pedagang lainnya, Idramsyah juga tak terima warung miliknya dibongkar.
Ia mengaku sudah mengurus perpanjangan izin, namun dipersulit oleh Pemerintah Kota Bengkulu. Untuk itu, ia meminta, jika warungnya dibongkar maka warung lainnya juga harus dibongkar.
\"Pemerintah jangan tebang pilih, kalau memang mau bongkar, ya bongkar semua warung yang ada di sini,\" tuturnya.
Lanjut Idramsyah, jika tidak dibongkar semua, maka pondok miliknya akan dibangun kembali. Ia tak takut dengan pihak pemerintah, karena dirinya mengaku tidak melakukan kesalahan.
\"Jika saya benar, kenapa pula aku takut dengan mereka (pemerintah),\" tegasnya.
Sementara itu, seorang ibu-ibu pemilik warem yang tak mau menyebutkan namanya juga sangat marah karena pondoknya dieksekusi, sampai-sampai ia mengeluarkan kata-kata kotor kepada para petugas.
Selain itu, ia juga mengancam akan menuntut para petugas, karena petugas tidak memberikan surat pemeberitahuan sebelum pembongkaran. \"Tidak ada surat pemberitahuan pada saya, tiba-tiba petugas membongkar pondok-pondok saya,\" terangnya.
Kembali Dibangun
Sementara itu, Kadis Disparekraf Kota Bengkulu, Toni Elfian mengatakan, warem yang sudah dibongkar petugas itu ternyata kembali dibangun oleh pemiliknya.
Menyikapi hal itu, ia akan terancam dicabut izinnya. Mengingat bangunan yang telah dibongkar ternyata telah dibangun kembali oleh pemilik warem, serta masih tetap melanggar aturan atau perjanjian yang telah dibuat.
\"Kita mendapat informasi bahwa bangunan yang dibongkar telah dibangun lagi, tertutup kembali. Jadi kita akan beri tindakan pembongkaran lagi nantinya dan akan kita cabut izinnya,\" tegasnya.
Ia mengatakan, sudah cukup banyak toleransi yang diberikan oleh para petugas saat eksekusi.
\"Jika sudah dicabut izinnya, otomatis mereka tidak ada hak lagi untuk mendirikan bangunan disana,\" ujarnya.
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kota Bengkulu bersama stack holder lainnya tetap akan mengecek bangunan warem di Pantai Panjang. Tindakan eksekusi tak menuntut kemungkinan akan kembali dilakukan, alat berat Bulldozer siap siaga digunakan kembali untuk eksekusi.
\"Kita tetap akan melakukan eksekusi secara berkala, namun belum terjadwal sampai saat ini. Kita lihat dulu ke depannya seperti apa, apakah masih ada yang melanggar atau tidak,\" pungkasnya.(722)