JAKARTA – Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak dan gas di Indonesia terguncang sebagai dampak penurunan harga minyak dunia. Salah satunya adalah PT Chevron Pacific Indonesia yang menawarkan pensiun dini sukarela kepada 750 karyawannya di Sumatera dan Kalimantan. Meski baru Chevron yang melaporkan rencana tersebut, Kementerian ESDM menduga langkah yang sama bisa saja ditawarkan KKKS lain. Untuk mencegah PHK masal, pemerintah berencana memberikan insentif berupa perpanjangan masa eksplorasi atau extended exploration period. Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja menjelaskan, saat ini pemerintah sedang berbicara dengan Indonesian Petroleum Association (IPA) dan semua KKKS. Materi pembicaraan berisi tentang tawaran pemerintah untuk menggairahkan bisnis migas di tengah anjloknya harga emas hitam. ’’Misalnya, seperti apa insentif yang mereka inginkan. Salah satu tawarannya, yang eksplorasi, sedang kami bicarakan apakah waktunya bisa diperpanjang,’’ ujarnya. Wirat mencontohkan, sebuah KKKS memiliki kontrak eksplorasi selama 6 tahun. Lantaran kondisi yang sedang buruk, waktunya ditambah 2 tahun tanpa mengubah panjang kontraknya. Pola tersebut diakuinya sudah diminta beberapa KKKS. Kementerian belum berencana membuat moratorium soal itu. Dia menegaskan bahwa usulan yang ada sebatas menambah perpanjangan waktu eksplorasi saja. ’’Kalau saya, bukan moratorium, tapi extended exploration period,’’ tegasnya. Guru besar ITB itu belum bisa memberikan kepastian apa pun tentang insentif karena pembahasan masih dilakukan. Termasuk bentuk aturan yang disepakati melalui penerbitan peraturan menteri atau peraturan presiden. Yang jelas, kata dia, pemerintah membuka pintu lebar-lebar untuk memberikan insentif. Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Tenny Wibowo mengakui, aktivitas di hulu migas saat ini praktis melorot. Semua perusahaan menghitung ulang rencana bisnis, termasuk kegiatan eksplorasi dan produksi. Beberapa kontraktor bahkan menghentikan kegiatan eksplorasi, terutama di sumur-sumur yang tidak ekonomis. ’’Ada juga yang mengembalikan blok migas kepada pemerintah hingga terpaksa mengurangi jumlah karyawan,’’ jelas Tenny. General manager Santos Indonesia itu berharap pemerintah mengambil inisiatif. Sebab, kelesuan industri migas berpengaruh pada merosotnya penerimaan negara. Buktinya, pada 2015 sektor migas hanya menyumbang pendapatan Rp 78,4 triliun. Meski terkesan besar, jumlah tersebut ternyata meleset dari target APBNP 2015 sebesar Rp 81,4 triliun. IPA juga mencatat realisasi pajak penghasilan (PPh) di sektor migas turun 43 persen dari 2014 menjadi Rp 49,7 triliun. Realisasi investasi sektor migas tahun lalu hanya USD 15,9 miliar atau meleset jauh dari target USD 23,7 miliar. (dim/c14/noe)
Ngeri! Perusahaan Besar Ini Tawarkan 750 Karyawan Pensiun Dini
Kamis 21-04-2016,08:40 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :