CIREBON - Rintisan Sekolah Bertaraf International (RSBI) mulai diberlakukan di SMAN 2 Kota Cirebon tahun 2006 lalu. Saat itu demi menjadi guru yang bisa menyesuaikan dengan standar tersebut, Dra Mumun Maemunah (54), rela mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris.
Meski sudah menjadi guru puluhan tahun, kurikulum dan standar RSBI menjadi salah satu alasan Mumun mengikuti kursus tersebut. Sebagai guru dengan masa kerja puluhan tahun, Mumun terbiasa dengan cara mengajar gaya lama.
Buku, papan tulis dan kapur menjadi andalan perempuan berjilbab itu saat mengajar murid-murid. Perubahan status SMAN 2 menjadi RSBI enam tahun silam, membawa perubahan positif bagi Mumun.
Setidaknya dia memiliki dua kemampuan baru selain mata pelajaran yang diajarnya. “Awalnya Saya memang tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris dan komputer. Demi bisa mengajar dengan baik di kelas RSBI, Saya ikut kursus dua bidang itu,” ucapnya kepada Radar di SMAN 2 Jl Cipto MK, Jumat (11/12).
Mumun mengaku pernah kursus komputer dan bahasa Inggris setahun lamanya. Untuk komputer, saat ini perempuan usia 54 tahun itu sudah cukup mampu. Sedangkan untuk bahasa Inggris, Mumun mundur dari tempat kursus secara teratur.
“Faktor usia. Kalau bahasa Inggris pasif, sedikit-sedikit Saya bisa,” ucapnya. Bidang studi yang diajarnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dan Sejarah. Saat ini, dia hanya fokus mengajar PPKN.
Meskipun RSBI resmi dibubarkan. Mumun tidak menyesal pernah kursus komputer dan bahasa Inggris. Menurutnya di mana pun, kapan pun, dua disiplin ilmu itu tetap bisa dimanfaatkan.
“Kalaupun ada aturan, tidak boleh pakai bahasa Inggris, tetap tidak ada ruginya,” ujarnya saat ditanya kemungkinan jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melarang penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah.
Kepala SMAN 2 Cirebon, H Suroso SPd MPd menyebutkan, secara umum pihaknya siap mengikuti aturan pemerintah pusat. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penghapusan RSBI di sekolah, akan dilaksanakan.
Diakuinya, seluruh kelas di SMAN 2 RSBI. Meski demikian, Suroso memastikan pembelajaran dan kualitas pendidikan akan tetap dijaga. “Bagi kami, RSBI hanya label. Karena, di mana-mana pembelajaran sekolah sama. Kurikulum RSBI tidak banyak tambahan, hanya penambahan kualitas saja,” terangnya kepada Radar Cirebon (Grup JPNN) di ruang kerja, kemarin.
Menurutnya, penambahan kualitas belajar dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya menambah jam pelajaran untuk peserta didik. Misal, jika umumnya sekolah lain belajar sampai pukul 13.00, SMAN 2 belajar sampai pukul 15.00.
Pembeda lainnya, seluruh siswa SMAN 2 diuji kemampuan komputer langsung oleh sekolah Komputer di Singapura. “Soal ujian dan nilai dari pihak Singapura. Bahan pelajaran juga dari sana. Seminggu dalam sebulan, mereka mengajar di sini,” bebernya.
Hal itu merupakan standar yang ditetapkan sekolah RSBI. Saat ini keputusan MK telah ditetapkan. Karena itu, Suroso akan mempertimbangkan kembali kerja sama dengan pihak Singapura.
Sejak tahun 2006 lalu, SMAN 2 tidak lagi menerima subsidi dari pemerintah pusat. Artinya, ada atau tidak RSBI, pihaknya tetap tidak menerima subsidi dari pusat. Dengan kata lain, SMAN 2 sudah mandiri.
Terkait pembubaran RSBI, Suroso menunggu juklak juknis dari pemerintah pusat. Pria berkacamata itu berharap ada solusi terbaik untuk permasalahan pendidikan ini.
Selama menjadi RSBI, guru-guru di SMAN 2 diajarkan bahasa Inggris dan komputer. Sebab dua ilmu itu sangat penting dan menjadi kriteria standar dari RSBI. Bahkan, demi menunjang aktivitas para guru, tahun 2011 dibagikan laptop dari sekolah.
“Guru di sini mengajar menggunakan komputer. Memang tidak semua mata pelajaran. Seperti matematika dan fisika, pasti butuh papan tulis,” ujarnya.
Sebelum putusan MK tersebut, Suroso memiliki program untuk RSBI SMAN 2. Di antaranya membangun sister school atau penyandingan sekolah secara intensif dengan Singapura dan Thailand atau sekolah lain dalam negara OECD.
“Ini baru rencana. Itu termasuk standar RSBI. Kami belum masuk tahapan itu, sudah ada putusan MK dulu,” katanya. Padahal, SMAN 2 sudah bersertifikasi ISO dari Amerika Serikat.
Hal itu, sudah mendekatkan SMAN 2 dengan cita-cita dan tujuan RSBI, mencerdaskan kehidupan bangsa dan bersaing dengan dunia international.
Jika akhirnya pemerintah memerintahkan semua label dan program RSBI dicopot, Suroso pasti akan melaksanakan. Meskipun sudah dicabut, Suroso dan SMAN 2 tetap akan menggunakan standar RSBI.
Walaupun demikian, pihaknya bersama Komite Sekolah akan mengevaluasi beberapa program yang tidak menguntungkan setelah tanpa label RSBI. Selain itu, semua kurikulum dan program yang akan dilaksanakan, pasti disesuaikan dengan juklak juknis dari Kemendikbud. “Prinsip kami, tanpa RSBI sekalipun, kualitas pendidikan harus tetap dijaga,” ucapnya. (yusuf suebudin)