Belum Bisa Nyalip di Tikungan Belakang

Senin 30-11-2015,11:10 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Oleh:  Dahlan Iskan AWAL tahun lalu kita masih sangat optimistik: ekonomi tahun 2015 masih akan sangat baik. Baik para Capres masih menjanjikan tumbuh 7 persen.  Awal tahun ini kita begitu pesimistik: terutama setelah melihat rupiah terus merosot. Rupiah sempat menyentuh 15.000/dolar. Bahkan ada yang mengira akhir tahun 2015 kita akan begitu hancurnya. Akhir tahun ini ternyata kita bisa sedikit bernafas lega: memang tidak bagus tapi ternyata tidak hancur. Padahal perpolitikan kita begitu gonjang-ganjingnya. Kesimpulannya, kita masih harus bersyukur ekonomi kita baik-baik saja. PHK memang ada tapi tidak sedahsyat yang dibayangkan. Nilai rupiah memang masih rendah tapi mulai stabil: stabil-rendah. Harga komoditi memang masih jatuh tapi tidak lebih jatuh lagi. Bahkan harga minyak sawit sedikit bergerak. Naik, walau sedikit. Sedikit tapi walau. Bahkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan bangga mengumumkan produksi beras kita naik sampai 5 juta ton. Dan, menurut beliau, kita akan ekspor beras. Sampai hampir setengah juta ton. Banyak yang meragukan angka itu (terutama karena terjadinya kemarau panjang dan tidak adanya strategi yang berubah drastis). Tapi Pak Menteri meyakinkan kita bahwa \"beda sopir, beda hasilnya\". Metro mini yang sama, bisa berlari lebih cepat dengan menteri yang berbeda. Gebrakan menteri Perikanan dan Kelautan Susi Susanti juga menunjukkan hasil nyata. Bahkan saat ini industri galangan kapal panen raya. Semua galangan kapal penuh order. Membuat kapal-kapal baru. Kerja 24 jam. Galangan kapal yang khusus membuat tongkang pun tidak jadi mati. Padahal mereka ini sempat was-was: anjloknya harga batubara membuat perdangan batubara lesu. Ekspor mati kutu. Angkutan transhipment yang biasa memerlukan banyak tongkang menurun drastis. Tapi banyaknya order pembuatan kapal baru non-tongkang akhirnya tumpah ke galangan tongkang. Memang tidak lagi memproduksi tongkang tapi bisa menjadi penyangga galangan kapal. Saya juga bersyukur grup Jawa Pos tidak terlalu terkena krisis. Memang pabrik kertas grup Jawa Pos menderita (tidak bisa ekspor kertas lagi), namun koran-koran grup Jawa Pos masih terus berkibar. Manajemen Jawa Pos Group, setelah delapan tahun tanpa saya ternyata kian kokoh. Saya kaget di saat krisis ekonomi koran-koran seperti Manado Post, Malang Post, Kaltim Post, Radar Lampung, Padang Ekspress, Batam Post, Riau Post, Radar Cirebon, Radar Tarakan, dan lain-lain sesekali justru terbit lebih dari 100 halaman. Memang kita berhak iri melihat Filipina dan India. Dua negara itu tumbuh 7 persen tahun ini. Luar biasa. Filipina. Yang begitu ruwetnya. Bisa tumbuh 7 persen. Filipina memang beruntung. Punya presiden yang kuat sekali: Ninoy Aquino. Mungkin karena dia bujangan. Tidak punya istri dan anak. Mungkin karena dia memang bersih. Mungkin karena dia satu-satunya presiden yang ibunya juga presiden. Yang jelas dia memang hebat. Tahun lalu saya diterima sebagai tamunya di Istana Malacanang dan saya akui kehebatannya. Pokoknya orang Filipina berkesimpulan pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu murni faktor kekuatan presidennya. Faktor-faktor di luar itu hampir tidak ada bedanya dengan kira. Tapi kita juga tidak usah terlalu iri. Setinggi-tinggi pertumbuhan ekonomi Filipina masih jauh dari kita. Secepat-cepat Filipina mengejar kita dia masih tertinggal jauh di belakang kita. Asal kita juga terus berlari. Kita masih bersyukur karena banyak negara yang tumbuhnya lebih jeblok dari kita: Brazil, Malaysia, Thailand dan banyak lagi. Memang ada gemesnya. Coba tahu pertumbuhan ekonomi Malaysia begitu buruknya, kita bisa nyalip di tikungan. Sayang, saat negara pesaing kita itu sangat melambat kita sendiri juga melambat.  Hopenya: masih akan ada tikungan lain di depan. Yuk kita salip di tikungan itu. (**)

Tags :
Kategori :

Terkait