Pilkada Calon Tunggal Pakai Referendum

Rabu 30-09-2015,08:50 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Untuk kali pertama, pilkada di Indonesia bakal dilaksanakan dengan cara referendum. Kemarin, Mahkamah Konstitusi memutuskan pilkada tetap bisa digelar meski hanya dengan calon tunggal. Teknis pelaksanaannya dengan cara referendum karena dianggap memenuhi hak konstitusional pemilih. MK mengabulkan gugatan Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Indonesia Effendi Gazali atas aturan calon tunggal dalam U nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Kini, pilkada dengan calon tunggal tetap bisa dilaksanakan dengan sejumlah syarat. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan empat pasal dalam UU Pilkada inkonstitusional bersyarat. Di antaranya, pasal 49 ayat (9), 50 ayat (9), 51 ayat (2), dan 52 ayat (2). Pada pasal 49 ayat (9) misalnya, MK menyatakan pasal tersbeut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sesuai putusan MK. \"Termasuk menetapkan satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur peserta pemilihan, dalam hal setelah jangka waktu tiga hari dimaksud terlampaui tetap hanya ada satu pasangan calon,\" ucap Ketua MK Arief Hidayat dalam amar putusannya. Begitu pula dengan pasal-pasal lainnya, MK menambahkan makna baru untuk menyambung kalimat aturan dalam UU tersebut. Dalam amar, MK tidak menyebutkan bahwa putusan itu tidak berlaku surut. Putusan itu pun ditafsirkan sebagai lampu hijau bagi tiga daerah yang terlanjur ditunda pilkadanya ke 2017. Yakni, Kabupaten Blitar, Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara. Ditambah lagi satu daerah yang baru-baru ini bakal ditunda, yakni Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku. Sebab, salah satu calon bupatinya meninggal sehingga menyisakan satu pasang calon. Partai pengusungnya pun tidak mengajukan calon pengganti. Dalam pertimbangannya, MK memandang pembentuk UU sama sekali tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat minimum dua pasangan calon tidak terpenuhi. \"Dengan demikian, akan ada kekosongan hukum yang berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pemilihan kepala daerah,\" terang hakim konstitusi Suhartoyo. Berdasarkan hal tersebut, MK memandang penundaan pilkada bertentangan dengan semangat UUD 1945 karena merugikan hak konstitusional warga negara. Namun, MK tidak sepakat dengan solusi kotak kosong di kertas suara yang diajukan para pemohon. MK memberi solusi berupa pemilihan dengan cara referendum. Meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam pertimbangan, namun teknisnya sama. Apabila suara rakyat lebih banyak memilih setuju, maka, pasangan calon tunggal itu bisa ditetapkan sebagai kepala daerah terpilih. \"Sebaliknya, apabila lebih banyak memilih tidak setuju, pemilihan ditunda sampai pemilihan kepaladarah serentak berikutnya,\" lanjut mantan Hakim Pegadilan Tinggi Denpasar itu. Mekanisme tersebut dianggap lebih demokratis daripada menyatakan menang secara aklamasi tanpa meminta pendapat rakyat apabila calon tidak memiliki pesaing. Sebab, dengan pemilihan ala referendum itu rakyat bisa menggunakan haknya untuk memilih. Penggunaan cara  tersebut menjadi sejarah baru bagi sistem kepemiluan di Indonesia. sebelumnya, sistem referendum tidak pernah digunakan karena selalu ada minimal dua pasang calon, baik di pilpres maupun pilkada, yang saling berkompetisi. Sementara itu, KPU kemarin sore langsung mengadakan rapat pleno untuk membahas putusan MK. \"Kesimpulannya tidak bisa selesai malam ini, karena banyak yang harus dibahas,\" terang Komisioner KPU arief Hidayat kemarin. Yang jelas, pihaknya akan membedah terlebih dahulu putusan MK beserta pertimbangannya. Hasil bedah putusan itu akan dibahas untuk menentukan tindak lanjut atas putusan tersebut. Setidaknya, akan ada dua peraturan KPU yang harus direvisi. Yakni, PKPU nomor 6 Tahun 2015 tentang Logistik da PKPU nmor 12 Tahun 2015 tentang pencalonan. \"Kami harus membuat desain surat suara untuk calon tunggal yang sesuai dengan putusan MK,\" lanjut mantan angota KPU Surabaya itu. Kemudian, daerah-daerah yang terlanjur mengalami penundaan akan dikaji ulang beberapa hal. Di antaranya, kondisi keuangan. KPU harus mengecek apakah anggaran pilkada yang sudah diberikan kepada KPU di daerah itu sudah dikembalikan atau belum. Juga, apakah anggaran yang dicairkan dua tahap masih bisa dicairkan atau tidak. Di Blitar misalnya, dari total anggaran pilkada sebesar Rp 35 miliar, sudah cair Rp 26 miliar. Sedangkan, di Tasikmalaya, dari sekitar Rp 40 miliar anggaran pilkada, baru terpakai sekitar Rp 17 miliar. Anggaran tersebut masih bisa digunakan kembali senyampang belum dikembalikan ke kas daerah. Kemudian, KPU juga harus mempelajari dampak apa saja yang bisa ditimbulkan dari putusan MK tersebut. Bupati Tasikmalaya UU Ruzhanul Ulum yang juga calon tunggal petahana menyatakan, dengan putusan tersebut maka KPU tinggal meneruskan tahapan yang sudah berjalan. \"Harapan, kami, KPu bisa segera menyosialisasikan putusan MK ini,\" ujarnya saat ditemui di gedung MK kemarin. Cara pemilihan yang berbeda perlu disosialisasikan agar masyarakat lebih paham. Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menilai keputusan MK tidak serta merta bisa dijalankan. Keputusan digelarnya referendum untuk pilkada dengan pencalonan tunggal memerlukan pembahasan Undang Undang terlebih dahulu. \"Ini juga tidak bisa berlaku surut, karena pilkada sekarang sudah memasuki tahapan lain, sudah ada penetapan calon. Ini berlaku 2017,\" kata Lukman. Menurut Lukman, Komisi II secara prinsip menerima putusan itu. Nantinya akan dilakukan revisi UU Pilkada, untuk disahkan sebelum pelaksanaan pilkada serentak di 2017. \"Komisi II pasti akan melakukan revisi, karena banyak hal yang perlu dirubah, termasuk mengakomodasi putusan MK,\" ujarnya. Senada dengan Lukman, Politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria. Dia menganggap putusan MK kontroversial. Sebab, cara pemilihan yang dipilih yakni dengan sistem referendum. Yakni masyarakat saat pilkada akan memilih setuju atau tidak setuju dengan calon tunggal yang ada di kertas suara. Menurut dia, referendum tidak menggaransi daerah yang hanya punya satu calon bisa ikut pilkada tahun 2015. \"Bisa saja masyarakat memilih tidak setuju dan pilkada ditunda ke 2017,\" ucapnya. Nah, jika jalan referendum sudah ditempuh dan hasilnya pilkada tetap ditunda, maka menimbulkan kerugian lain. Yaitu pemborosan anggaran. Riza mengatakan pemilihan secara referendum itu juga membutuhkan anggaran yang besar. \"Jadinya sia-sia sudah keluar anggaran,\" tuturnya. Wakil Ketua Komisi II itu melanjutkan, putusan MK itu akan menguntungkan calon yang kuat atau calon incumbent. Sebab, akan ada aksi borong partai. Alhasil calon tersebut tidak penantangnya. Sehingga hanya ada calon tunggal dan sistem referendum pun berjalan.\"Tinggal borong partai dan yakinkan pemilih saja,\" tuturnya. Berbeda, Anggota Fraksi Partai Golongan Karya Agun Gunanjar Sudarsa justru menyambut positif putusan MK. Diperkenankannya calon tunggal di pilkada menyelamatkan hak politik rakyat untuk dipilih dan memilih. Putusan MK merupakan peringatan bagi parpol agar patuh dan taat menjalankan kewajiban mengusung pasangan calon. \"Parpol harus menjalankan kewajiban sesuai UU parpol dan UU pilkada,\" kata Agun terpisah. Menurut Agun, untuk mempermudah teknis pelaksanaan, KPU tidak perlu menggunakan istilah referendum. Peraturan KPU yang akan diterbitkan tidak berbeda dengan daerah yang pencalonan tidak tunggal. Bedanya, pilkada calon tunggal hanya memilih nomor urut calon kosong atau nomor urut calon tunggal. Dilanjutkan dengan ketentuan pemenang harus memenuhi syarat legitimasi, yakni minimal 50 persen plus satu. \"Kalau tidak memenuhi persyaratan, daerah tidak memiliki kepala daerah definitif, sehingga diangkat penjabat dari pemerintah sampai terlaksana pilkada berikutnya di 2017,\" kata Ketua DPP Partai Golkar itu. Sekjen PAN, Eddy Soeparno juga mendukung putusan MK tersebut. Dia tidak mempermasalahkan pemilihan referendum itu. Sebab itu hanya salah satu cara yang dirasa cocok oleh MK.  \"Prinsipnya proses demokrasi harus tetap dijalankan meski hanya ada calon tunggal,\" paparnya. Terkait anggapan referendum justru menimbulkan pemborosan biaya dan tidak menjamin pilkada tetap berjalan, Eddy mengatakan tidak ada model pemilihan yang sempurna. \"Perlu kajian yang mendalam atas model yang paling bisa diaplikasikan di lapangan,\" ujarnya. (byu/bay/aph)

Poin putusan MK - Pilkada tetap dilaksanakan meski hanya dengan calon tunggal - Syarat pilkada calon tunggal, penyelenggara sudah mengupayakan segala cara agar terpenuhi paslon minimal dua namun gagal - Teknis pemilihan mengunakan cara referendum - Apabila mayoritas pemilih setuju dengan calon tunggal yang diajukan, maka calon tersebut bisa dilantik. Apabila mayoritas pemilih tidak setuju, pilkada ditunda sampai pilkada berikutnya Dampak putusan MK - Tiga daerah yang ditunda pilkadanya bisa meneruskan tahapan dengan calon tunggal - Revisi Peraturan KPU mengenai pencalonan - Revisi Peraturan KPU mengenai logistik, - KPU harus membuat desain surat suara untuk calon tunggal - Anggaran pilkada di daerahyang tadinya ditunda bisa dilanjutkan penggunaannya - Rekrut ulang panitia ad hoc yang terlanjur dibebastugaskan Sumber: MK, KPU, diolah

Tags :
Kategori :

Terkait