Pemeriksaan BUMN dan BHMN di Mata MK

Senin 10-08-2015,09:10 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Oleh: Dahlan Iskan Mungkin kisah ini bisa sedikit membantu keluar dari kesulitan ekonomi sekarang ini. Setidaknya belanja modal BUMN yang lebih 300 triliun bisa terwujud. Tidak ada yang merasa ketakutan. Ini tidak hanya tentang BUMN. Tapi juga BHMN dan mungkin juga Perusda yang bentuknya sudah perseroan terbatas (PT). Yang secara hukum harus tunduk pada UU PT. \"Tolong bikinkan tafsir atas putusan mahkamah konstitusi ini,\" kata saya pada Hambra. Waktu itu saya masih menteri BUMN. Hambra SH, alumni Universitas Pattimura itu menjabat kepala biro hukum kementerian BUMN.  \"Putusan ini kan menggunakan bahasa hukum. Mungkin sulit dimengerti orang di lapangan,\" kata saya. Masa jabatan saya sebagai menteri BUMN, ketika itu, tinggal beberapa hari. Mahkamah Konstitusi baru saja menjatuhkan putusan mengenai status keuangan BUMN. Yang intinya sama dengan status keuangan perguruan tinggi BHMN. Putusan itu bagus sekali. Terutama di bagian pertimbangan-pertimbangannya. Orang-orang BUMN (dan BHMN) seharusnya tahu dan berpegang pada putusan itu. Demikian juga para pejabat hukum yang tugasnya memeriksa BUMN dan BHMN. Tafsir bikinan biro hukum mengenai putusan MK itu saya bawa ke Prof. Hamdan Zoelfa, Ketua MK. Saya mengajak semua deputi menteri untuk ikut serta. Saya ingin melakukan konfirmasi: apakah putusan tersebut boleh kami tafsirkan dengan bahasa yang bisa dimengerti umum seperti yang dibuat biro hukum kami tersebut. Ketua MK waktu itu didampingi Sekjen. Beliau menerima kami dan mengerti maksud kedatangan kami. Lalu kepala biro hukum menyerahkan map berisi tafsir putusan MK tersebut. Saya mengira beliau akan menerima naskah tersebut dengan ucapan yang biasa-biasa saja. Misalnya, \"baik, nanti saya pelajari\". Ternyata tidak. Prof Hamdan langsung minta pembicaraan dihentikan dulu. Beliau ingin membaca tafsir tersebut secara teliti saat itu juga. Ruang pertemuan pun hening beberapa menit. Beliau membaca tafsir tersebut sampai selesai. \"Sudah betul,\" katanya. \"Ya begini yang dimaksudkan,\" tambahnya. Intinya adalah: BUMN itu posisinya sama dengan perguruan tinggi BHMN yang juga mengajukan gugatan dengan substansi yang sama.  Yakni bagaimana mengelola kekayaan negara yang dipisahkan dari keuangan negara itu. Ini sama sekali bukan \"boleh diperiksa atau tidak\", melainkan \"bagaimana cara memeriksanya\". Penegak hukum yang mana pun boleh memeriksa keuangan BUMN. Lembaga pemeriksa mana pun berhak memeriksa keuangan BUMN. Yang dipersoalkan waktu itu adalah bagaimana perlakuan pemeriksaannya. Menurut Ketua MK saat itu, dalam memeriksa masalah keuangan BUMN tidak boleh menggunakan pendekatan keuangan negara, melainkan harus menggunakan pendekatan bisnis perusahaan. Istilah yang dipergunakan MK adalah dalam proses pemeriksaannya, karena entitasnya beda, yang satu adalah entitas birokrasi, dan yang satu adalah entitas bisnis korporasi, maka cara pemeriksaannya juga harus beda. Cara pemeriksaan terhadap BUMN dan BHMN itu, kata beliau, tidak bisa dengan cara pemeriksaan government judgement rule, tapi harus dengan cara business judgement rule. \"Memang harus begitu memaknainya,\" ujar Ketua MK saat itu. Jadi, katanya, tidak bisa cara pemeriksaan untuk kementerian disamakan dengan cara pemeriksaan untuk BUMN. Jadi intinya begitu, katanya. Secara substansinya harus dipisahkan dan harus dibedakan. Setelah mendengar itu saya pun mengajukan satu permohonan: bolehkah kami menghadap ke lembaga-lembaga hukum untuk menjelaskan tafsir putusan MK ini? Sekjen MK minta bicara. Dia mengatakan dirinya sudah menerima instruksi untuk mengkomunikasikan putusan itu dengan lembaga-lembaga pemeriksa. \"Kalau BUMN yang mengkomunikasikan nanti bisa salah paham,\" katanya. Prof Hamdan berpikir sejenak. Lalu: \"Jangan BUMN yang melakukan. MK yang akan melakukan,\" katanya. Saya pun lega. Beberapa hari kemudian saya berhenti dari jabatan saya sebagai menteri. Saya tidak tahu sempatkah MK mengkomunikasikan putusan itu kepada kejaksaan, kepolisian, BPK, BPKP dan sebagainya. Saya pun mendengar Prof Hamdan Zoelfa juga berhenti sebagai Ketua MK tidak lama kemudian. Putra ulama khos Sumbawa ini ingin mendampingi ayahandanya yang lagi sakit di sana. Putusan itu sangat mendasar. Bisa membuat BUMN tidak merasa ragu-ragu dalam membuat keputusan. Perusahaan itu, kalau mau maju, harus memperhatikan faktor speed. Jangan seperti birokrasi. Putusan MK itu bisa jadi landasan yang kuat untuk membuat BUMN tidak seperti birokrasi. Bisa lebih lincah untuk bersaing dengan perusahaan global. Keragu-raguan hanya membuat pejabatnya ibarat makan gaji buta. Terima uangnya, tidak mau ambil resikonya. (**)

Tags :
Kategori :

Terkait