Mendikbud: Kurikulum Baru SD untuk 30% dari 148 Ribu Sekolah

Selasa 08-01-2013,11:40 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA – Tim penggodok kurikulum baru akhirnya menyepakati penerapan kurikulum baru di tingkat SD tahun ini hanya di beberapa sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, untuk tahap awal, pemerintah hanya menerapkannya di 30 persen sekolah dari total 148 ribu SD se Indonesia untuk siswa kelas I dan IV saja. Sedangkan, untuk kelas II, III, V dan IV tahun ini masih menggunakan kurikulum lama.
Populasinya akan ditetapkan secara proporsional dan akan terdistribusi di seluruh kabupaten/kota. Sehingga penerapan kurikulum baru tidak boleh hanya terpusat di perkotaan saja. “Kami akan lihat proporsionalitas negeri- swasta, itu kita kalikan dengan 30 persen. Kemudian dari akreditasi juga, jadi harus ada keterwakilan,” tegas Mohammad Nuh, Senin (7/1) petang. Menurut Nuh, langkah penerapan kurikulkum baru hanya dilakukan di 30 persen lantaran pihaknya merasa realistis dengan jumlah SD yang mencapai 148 ribu. Kemendikbud lebih memilih untuk fokus melatih guru terlebih dulu. Pelatihan guru tersebut akan dilakukan sekitar Maret nanti. Penerapan kurikulum baru, kata Nuh, harus dilakukan secara bertahap. Yang jelas, target Kemendikbud tahun 2015 semua kelas di SD seluruh Indonesia sudah menerapkan kurikulum baru. Sementara itu, penerapan kurikulum baru di tingkat SD berbeda dengan SMP dan SMA. Untuk kelas VII (SMP) dan X (SMA), penerapan kurikulum baru akan dijalankan di semua sekolah se Indonesia. Sedangkan untuk SMP kelas VIII, IX dan SMA kelas XI, XII tahun ini masih menggunakan kurikulum lama. Namun di tahun 2015 semua kelas di SMP dan SMA bisa menggunakan kurikulum baru. Nuh menambahkan terkait muatan lokal, dalam kurikulum baru tetap ada. Pertimbangannya adalah kurikulum baru ini didesain secara minimalis. Kedua, bahasa daerah jelas tidak mungkin dihapus. Dasarnya bahwa obyek pembelajaran kurikulum 2013 adalah fenomena alam, sosial, dan seni budaya. Itu sebabnya tidak mungkin menghapuskan produk budaya. “Untuk itu mengenai muatan lokal seperti apa diserahkan pada kabupaten/kota. Karena di setiap daerah berbeda-beda. Jadi persilahkan daerah menentukan muatan lokal, mau ditambah juga silahkan. Produk budayanya bisa bahasa dan bentuk lain,” pungkas Nuh.(fat/jpnn)
Tags :
Kategori :

Terkait