Meski kolang-kaling bukan makanan utama bagi masyarakat, namun tiap kali Ramadan, buah yang berasal dari pohon aren itu selalu naik daun dan menjadi buruan warga. Para perajin kolang-kaling di Majenang kini kebanjiran pesanan dari pedagang pasar setempat maupun luar daerah.
“Sehari bisa masak lima drum kolang-kaling,” ujar Turmono, salah satu perajin di Desa Ujungbarang Kecamatan Majenang.
Dia menjelaskan, mengolah biji dari pohon aren itu memang bukan pekerjaan mudah. Pertama kali, kolang-kaling yang masih terbungkus direbus sampai warna kulit berubah menjadi hijau tua. Setelah itu, biji kolang-kaling berwarna putih cerah dikeluarkan dari bawah kulit.
Prosesnya tak berhenti di situ.“Kolang-kaling lalu direndam dengan air beras untuk menghilangkan getah,” ujar.
Meski demikian perajin kolang-kaling tak merasa kesulitan memasarkan bahan baku kolak atau manisan itu saat Ramadan. Pasalnya, pembeli kolang-kaling dari wilayah setempat maupun luar daerah rela datang langsung ke perajin. “Pembeli dari Brebes juga pada ke sini,” ujar Widiantoro, Kepala Dusun Cipancur Desa Ujungbarang.
Menurutnya, harga kolang-kaling selama Ramadan memang menggila. Kolang-kaling yang di hari biasa dijual hanya Rp 3.500 per kilogram, saat puasa harganya naik 100 persen dan mencapai Rp 7 ribu per kilogram.
Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan warga setempat untuk mencari penghasilan tambahan. “Tiap Ramadan harganya naik seratus persen,” katanya.
Saat ini, di Desa Ujungbarang ada sekitar 7 kelompok perajin. Mereka bisa menghasilakan ratusan ton kolang-kaling siap edar. Jika dirata-rata, tiap kelompok mampu menghasilkan 142 kg kolang-kaling siap edar.
“Di sini ada tujuh kelompok perajin dan bisa menghasilan ratusan ton. Bisa dihitung sudah berapa uang yang dihasilkan tiap kelompok,” katanya.(jpnn)