BENGKULU, BE - Dialog publik yang digelar Institute of Social Justice (ISJ) ditanggapi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bengkulu, Wito SH MHum. Dialog bedah kasus tersebut membahas penyalahgunaan dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2013.
Ada ketidaksetujuan Kajari terkait dialog publik yang membahas kasus korupsi Bansos yang saat ini ia tangani. Ia menanggapi ketidakhadiranya dalam dialog publik Kamis (6/2), mengacu pada kode etik jaksa agung no 039, yang menyebutkan bedah kasus tidak dilakukan seperti itu, yang ada ialah bedah kasus yang isinya ialah kejaksaan, tim penyidik dan tim ahli, BPKP dibolehkan tapi terbatas pada saat gelar perkara internal.
\"Jika saya datang menjadi pembicara pada saat seminar bedah kasus Bansos kemarin (Kamis, red) berarti saya melanggar kode etik diinternal kejaksaan. Semua diatur dalam keputusan jaksa agung no 039,\" ujar Wito, Jumat (6/2) di Bengkulu.
Ditambahkannya, bukan bedah kasus jika diluar sistem, adapun pihak luar yang memberikan pendapat tidak boleh mengaburkan orang yang tidak tahu fakta. Supaya masyarakat tidak menjadi tabu dan bingung. Karena berbicara hukum harus berbicara fakta, berbicara hukum berbicara norma hukum baik tertulis maupun yang berlaku berdasarkan UUD 1945.
“Yang pasti Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu tidak akan terpengaruh oleh pendapat siapapun, apalagi yang tidak tahu proses hukum penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi itu seperti apa. Penegakan hukum jangan melanggar hukum, jika mau tahu bisa dilihat nanti di persidangan,” katanya.
\"Saya tidak datang bukan karena saya takut, karena saya tidak mau kasus yang saya tangani dibedah dimana-mana kecuali nanti di pengadilan. Jika nanti dipengadilan silahkan, bahkan jika bisa saya akan menjadi penuntut umum,\" imbuh Kajari.
Menurut Wito, melirik karena kode etik yang ada di kejaksaan maupun tindak pidana yang berlaku tidak ada kasus yang ditangani dibedah di kalangan pihak diluar konteks koridor hukum. Kasus boleh dibedah jika kasus tersebut ada tambahan pihak yang menentukan adanya tindakan perhitungan kerugian negara, seperti BPKP atau tim ahli. Hal ini untuk mengungkap kebenaran formal maupun materil yang telah terjadi adanya peristiwa pidana yang disidik oleh tim penyidik.(cw4)