JAKARTA, BE – Presiden Joko Widodo harus membatalkan niatnya untuk menjadikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri pengganti Jendral Sutarman. Sebab, Selasa (13/1), dia ditetapkan menjadi tersangka penerimaan suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga antirasuah mencurigai Budi Gunawan mempunyai rekening dengan transaksi di luar kewajaran.
Penetapan tersangka tersebut diputuskan dalam forum ekspose (gelar perkara) pada Senin (12/1) malam. Ekpose memutuskan peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
Status hukum calon tunggal Kapolri itu disampaikan langsung oleh Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Budi Gunawan dikenai Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Korupsi.
’’Menetapkan tersangka Komjen BG dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri,’’ ujar Abraham Samad.
Samad menambahkan, Budi Gunawan sudah lama dipantau oleh KPK. Dia menyebut, penyelidikan telah dilakukan sejak pertengahan 2014. Termasuk, saat Budi Gunawan diajukan menjadi calon menteri oleh Jokowi. Ketika itu, KPK sudah memberikan tanda merah yang berarti tidak layak menjadi menteri.
’’Berdasar penyelidikan yang cukup lama, pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan menemukan lebih dari dua alat bukti,’’ tegasnya.
Wakil Ketua Bambang Widjojanto menambahkan, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka bukan titipan atau mencari timing yang tepat untuk menjegal keputusan Jokowi yang memilihnya sebagai Kapolri. Menurut dia, proses penegakan hukum sangat sederhana. Ketika ada dua alat bukti yang cukup, bisa disampaikan ke masyarakat.
’’Sesuai prosedur, lantas kami beritahu ke publik. Prosesnya sudah lama,’’ jelasnya.
Bambang menyampaikan KPK melakukan penyelidikan sejak pertengahan 2014. Transaksi mencurigakan milik pejabat Polisi kelahiran Surakarta itu sudah dimulai sejak 2010.
Dia menjelaskan, informasi terkait perilaku curang Komjen Budi Gunawan masuk ke lembaga antirasuah sekitar Juni sampai Agustus 2010. Seperti biasa, setiap laporan yang masuk selalu di dalami oleh pengaduan masyarakat (Dumas). “Kami terus melakukan kajian dan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket),” ujarnya.
Pada 2012, hasil kajian itu diperiksa lagi secara mendalam. Dia masih ingat betul, ekspose pertama dipimpin Abraham Samad selaku Ketua KPK setahun kemudian, Juli 2013. Itu berarti, belum genap setahun setelah komposisi pimpinan baru terpilih.“Kami memperkaya dengan resume pemeriksaan LHKPN, Juli 2013,” imbuhnya.
Dari hasil ekspose, akhirnya diputuskan untuk membuka penyelidikan pada pertengahan 2014 dengan dugaan telah terjadi transaksi mencurigakan dari rekening Budi Gunawan. Setelah itu, terus muncul ekspose susulan.
Endingnya, seperti yang disampaikan Ketua KPK Abraham Samad siang tadi. Calon tunggal Kapolri itu ditetapkan menjadi tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi selama menduduki berbagai jabatan di Mabes Polri. “Kami juga punya dokumen hasil pemeriksaan LHKPN yang dijadikan dasar dan diperkaya oleh investigasi penyelidikan,” katanya.
Temui Kapolri Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menemui Kapolri Jenderal Sutarman di Mabes Polri, Selasa (13/1) sore. Kedatangan Abraham di Mabes Polri adalah untuk menyampaikan informasi kepada Sutarman soal langkah KPK menjerat Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.
\"Ketua KPK menyampaikan kepada saya dan staf (soal) proses hukum KPK terhadap satu perwira tinggi (Budi, red),\" kata Sutarman di Mabes Polri.
Sutarman menegaskan bahwa Polri akan menghormati proses hukum yang dilakukan KPK terhadap Budi Gunawan. Meski demikian, kata Sutarman, Polri akan memberikan bantuan hukum ke Budi karena calon Kapolri itu masih polisi aktif. \"Sesuai peraturan perundang-undangan,\" katanya.
Sutarman juga berjanji akan membantu KPK dalam melakukan proses penyidikan atas Budi. Hanya saja, kata mantan Kabareskrim Polri itu, pihaknya tetap mengedepankan azaz praduga tak bersalah.
\"Ada azaz praduga tak bersalah. Kita menunggu proses dari KPK,\" ungkap dia.
Fit and Proper Test Sementara itu Komjen (Pol) Budi Gunawan menegaskan bahwa bahwa status tersangka korupsi tak akan menghentikannya dalam proses fit and proper test sebagai calon Kapolri yang diusulkan presiden ke DPR.
\"Kami memohon diberikan kesempatan melanjutkan proses di DPR,\" kata Budi di rumahnya, kawasan Kompleks Polri Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan, Selasa (13/1), pers usai bertemu dengan pimpinan dan anggota Komisi III DPR.
Hanya saja, Budi tak mau berkomentar banyak soal kasus korupsi yang menjeratnya. \"Masalah lain yang dirilis KPK, kami mohon waktu melihat perkembangan,\" ungkap Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian di Polri itu.
Budi hanya merasa bahwa dirinya tidak melakukan korupsi. Ia menegaskan semua asal usul hartanya sudah dijelaskan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di KPK. \"Semua sudah dijelaskan di LHKPN. Semua legal, legal. Tidak ada yang kami tutupi. Semua legal,\" ujarnya.
Menyinggung proses penyelidikan Polri pada 2010 terhadap laporan hasil analisis PPATK tentang dugaan kepemilikan rekening gendut, Budi menegaskan semua sudah diklarifikasi dan tidak ada tindak pidananya. \"Itu sudah dipertanggungjawabkan. Sudah ada klarifikasi,\" katanya.
Kriminalisasi Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dinilai sebagai bentuk kriminalisasi. Indonesia Police Watch (IPW) menduga KPK melanggar prosedur hukum.
\"KPK tidak bisa berlaku serampangan seperti ini. Aneh. Seharusnya sebelum menetapkan tersangka, KPK harus memeriksa saksi-saksi terlebih dahulu. Kasusnya pun harus jelas,\" kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane di Jakarta, Selasa (13/1).
Penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK lanjutnya, dilakukan berbarengan waktunya dengan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri yang prosesnya tengah berlangsung di DPR. KPK melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Budi disangka melanggar Pasal 12a atau b, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Menurut Neta, KPK telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu di balik pencalonan Kapolri tersebut. \"KPK sudah seperti dewa saja. KPK sudah dimanfaatkan oknum-oknum anggotanya untuk kepentingan mereka. Saya setuju pemberantasan korupsi, tetapi jika caranya seperti ini merugikan banyak pihak. Ini bentuk kriminalisasi kepolisian,\" pungkas Neta.(**)