BENGKULU, BE - Selain Wakil Gubernur Bengkulu Sultan B Najamudin, Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu juga tengah fokus menyorot dugaan korupsi yang dilakukan PT Pelindo II sebagai pengelola Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu. Bahkan Komisi III dibawah kendalai H Yurman Hamedi berkomitmen untuk membongkar dugaan korupsi tersebut agar investor tidak lagi dibebani biaya yang sangat tinggi ketika masuk ke Bengkulu.
Kamis (4/12) kemarin, Komisi III mendatangi Pelindo pusat dalam rangka meminta meminta dasar hukum Pelindo menarik retribusi biaya masuk alur dan sandar kapal batu bara sebesar 1,5 dolar Amarika (US$) perton batu bara dengan menggunakan kapal tongkang dan 5,5 US$ bagi kapal besar (vesel). Hanya saja Komisi III tidak mendapat jawaban yang memuaskan, bahwa rapat yang dipimpin Yurman Hamedi itu berjalan panas dan berakhir deadlock. Karena Yurman meninggalkan ruang rapat karena salah satu unsur pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu membela Pelindo.
\"Sesuai dengan surat perinth dari ketua DPRD, kami Komisi III ke Pelindo pusat karena Pelindo II Bengkulu saat ini menjadi salah satu isu terhangat. Ada beberapa permasalahan yang kami sampaikan, pertama tenyang penarikikan retribusi kepada APBB sejak 2011 sampai saat ini. Namun kami tidak mendapatkan jawaban yang memadai, karena ada salah satu dari internal kami secara terus menerus membela Pelindo,\" ungkap Yurman kepada BE, kemarin.
Diakuinya, pertemuan di kantor Pelindo pusat tersebut dihadiri GM PT Pelindo II Cabang Bengkulu, Nurhikmat, perwakilan dari Pelindo pusat dan anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu. Namun secara tiba-tiba pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu yang membela Pelindo, sehingga pertemuan pun tidak lagi kondusif.
\"Kami melihat Pelindo tidak memiliki kekuatan apapun untuk mempertangjawabkan pungutan yang mencapai Rp 100 juta perhari itu. Sebab, APBB hanya organisasi lokal Bengkulu yang tidak memiliki kekuatan hukum.
\"Dampaknya tingginya biaya yang dipungut kepada investor itu, membuat para pengusaha tidak nyaman berusaha di Bengkulu. Dengan demikian ini berdampak sistemik terhadap kemujuan Provinsi Bengkulu, seperti ekonomi sulit berkembang,\" ujar Politisi PAN ini.
Yurman menduga dana yang sudah dipungut Pelindo, baik dari APBB maupun dari jasa kapal barang masuk dan keluar lainnya sangat besar. Belum lagi APBN sebesar Rp 200 miliar untuk pengerukan alur dan biaya lain untuk memelihara kedalaman alur dan kolam. Namun kenyatannya alur pelabuhan tersebut kian hari semakin dangkal, bahkan saat ini kedalamannya hanya mencapai -7 LWS atau 7 meter.
\"Dana yang dikelola oleh Pelindo itu tidak sedikit, terlebih medium waktunya cukup panjang dari 2011 sampai sekarang. Dan apa yang dilakukan Pelindo dengan APBB tersebut berdampak secara sistemik bagi investor yang ada di bkl. Situasi ini akan mbuat suatu bentuk ketakutan bagi mereka yang ingin masuk Bengkulu, sehingga beepengaruh pada ekonomi. Karena tingginya pungutan ini juga yang membuat investor batu bara membangun pelabuhan sendiri, baik di Air Petai maupun di mauara Sungai Ketahun,\" paparnya.
Yurman juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tidak diam terkait kasus tersebut, dan ia pun mendukung penegak hukum untuk masuk melakukan penyelidikan.
\"Kami yang mendapatkan amanah dari rakyat sangat cinta dan sayang kepada Pelabuhan Pulau Baai, karena pelabuhan tersebut salah satu aset daerah yang menjadi harapan bagi anak-anak bangsa di Bengkulu ke depan. Karena itu, kami tidak rela jika pelabuhan tersebut dikelola sesuka hati orang Pelindo,\" imbuhnya.
Mantan anggota DPRD Bengkulu Utara ini juga memberikan mengancam akan menarik pengelolaan pelabuhan tersebut bila Pelindo tidak menunjukkan komitmen yang baik untuk mengelolanya.
\"Kalau Pelindo tidak beres, bila perlu kita ambil alih pengelolaan pelabuhan itu. Karena banyak teman-teman investor yang siap menggelolanya dengan baik, untuk apa diserahkan ke BUMN jika pengelolaannya tidak seperti sekarang ini,\" tutupnya.
Bantah Wagub
Pengendalian Kinerja dan PFSO sekaligus Humas PT Pelindo II Cabang Bengkulu, Mattasar SE, membantah pernyataan Wakil Gubernur Sultan B Najamudin mengenai adanya dugaan korupsi di perusahaan plat merah ini. Ia mengatakan, seluruh anggaran yang dikelola oleh PT Pelindo memiliki dasar yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
\"Katanya kami dapat Rp 200 miliar. Ini dari siapa? Datanya dapat dari mana? Katanya ada dokumen, tapi dokumen yang mana? Uang Rp 200 miliar yang kami dapatkan itu bukan dari hasil pengerukan. Tapi itu berasal dari uang retribusi yang kami ambil dari setiap kapal yang berlalu lintas disini atau dari aktifitas bongkar muat yang dilakukan di pelabuhan,\" kata Mattasar saat ditemui di ruang kerjanya, Jum\'at (5/12).
\"Ada dua persoalan yang harus dikupas disini. Pertama soal pengerukan. Kedua soal pungutan kepada APBB. Kalau menyangkut pungutan APBB itu sudah melalui kesepakatan. Kami memungut itu bukan tanpa aturan. Karena kita ini kan BUMN. Kami merupakan perpanjangan tangan pemerintah. Kami tidak mungkin memungut biaya tanpa prosedural,\" lanjut Mattasar.
Sayangnya Mattasar tak bisa menunjukkan bukti surat kesepakatan tersebut. Namun ia mengungkapkan, per 1 September 2014, retribusi tersebut dihentikan. Pasalnya, kesepakatan tersebut dirancang sejak awal pengerukan pada sekitar bulan Juni 2011 hingga September 2014.
\"Kami bersama APBB (Asosiasi Pengusaha Batu Bara) sudah bersepakat bahwa anggaran retribusi yang mereka bayarkan untuk pengerukan alur. Kesepakatan ini baru habis per 1 September 2014 kemarin. Sekarang belum ada pengajuan kesepakatan baru. Dan sejak saat itu kami tidak mengambil pungutan lagi. Terlepas apakah kami rugi atau tidak karena tidak ada kontribusi, tapi kami tidak mau nanti jadi bermasalah. Tidak ada pungutan liar. Kesepakatan ini sah, dijamin oleh Undang Undang. Mulai dari Kepres hingga Perda kami kaji sebelum membuat kesepakatan ini,\" ungkapnya.
Ia pun menyatakan siap untuk menindaklanjuti laporan yang dilayangkan Sultan kepada pihak Kejakasaan Negeri (Kejari) Bengkulu. Namun ia tak menampik bahwa selama ini PT Pelindo mendapatkan keuntungan besar dari proses bongkar muat kapal yang ada di Pelabuhan Pulai Baai.
\"Tentunya kami akan merespon laporan tersebut. Bisa nanti yang menyikapi pihak manajemen cabang disini atau langsung induk perusahaan kami di pusat. Audit bagi kami juga tidak masalah. Retribusi kami memang ratusan miliar rupiah, bahkan bisa mencapai triliunan. Kami kan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Dituntut untuk mencari profit. CSR (Cost Social Responbility) yang menjadi kewajiban kami, kami salurkan kok,\" demikian Mattasar.
Terpisah, Kepala Kejari Bengkulu, Wito SH MHum, mengatakan, pihaknya tetap akan mendalami dugaan korupsi di PT Pelindo II Cabang Bengkulu. Tidak hanya itu saja, ia juga berkomitmen untuk membongkar adanya dugaan kerugian pemerintah dalam praktik bongkar muat di Pulau Tikus.
\"Kasus ini akan terus kita dalami. Kasus ini menarik. Karena masak ada aktifitas ekonomi yang begitu besar di sana tapi tidak ada sumbangsihnya untuk pemerintah,\" ucap Wito.(400/009)