Penyerobot Lahan Bongkar Spanduk

Sabtu 22-11-2014,12:50 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

 BENGKULU, BE - Sebanyak 487 Kepala Keluarga (KK) yang menyerobot lapangan golf tetap bertahan di atas lahan seluas lebih dari 10 hektare milik negara tersebut. Sebagai bentuk penolakannnya, warga sudah membongkar spanduk yang bertuliskan \"Dilarang!! Menggarap Tanah Milik Negara\" yang dipasang Satpol PP Provinsi Bengkulu Senin (17/11) lalu. \"Tidak tahu siapa yang melepasnya, kami lihat spanduk itu memang tidak ada sejak beberapa hari kemarin,\" kata salah seorang warga yang juga menggarap lahan itu, Iskandi, kemarin. Ditanya mengenai deadline yang diberikan Satpol PP bahwa penggarap lahan itu harus meninggalkan lahan tersebut paling lambat Senin (24/11) besok, Iskandi mengaku tergantung dengan warga lainnya. Jika warga penggarap lahan itu keluar, ia pun akan ikut keluar meninggalkan lahan tersebut. Sebaliknya, jika warga tetap bertahan, ia pun akan ikut bertahan. \"Kalau saya tergantung dengan warga lainnya, kalau mereka tetap bertahan, maka saya juga akan bertahan,\" ujarnya. Ia juga mengaku setelah kedatangan tim Satpol PP, Senin lalu, seluruh warga penggarap itu berkumpul untuk bersatu jika ada penggusuran dari pemerintah. Sehingga 487 orang itu dinilai mampu menghadapi Satpol PP agar tidak membongkar paksa bangunan yang sudah mereka dirikan. \"Pokoknya kita disuruh bersatu kalau ada Satpol PP datang,\" tukasnya. Di bagian lain, Kepala Biro Umum Setda Provinsi Bengkulu, Drs Darpinuddin mengungkapkan, bahwa tim terpadu yang dibentuk untuk menangani masalah tersebut tengah berjalan. Ia pun memastikan bahwa target pembentukan tim itu adalah untuk mengembalikan lagi tanah tersebut dari penyerobot. \"Tim masih bekerja, nanti langkah apa yang dilakukan  tim saya belum tahu, yang jelas tim akan terus mengupayakan agar tanah itu tidak dikuasai oleh penyerobot,\" terangnya. Disinggung mengenai sertifikat kepemilikan tanah tersebut, Darpin mengaku pemerintah Provinsi Bengkulu memang tidak memegang sertifikatnya. Karena saat mengajukan sertifikatnya dulu ditolak oleh BPN, dengan alasan tanah itu masuk ke dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) sehingga harus ada izin dari Kementerian Kehutanan. \"Tapi walaupun tidak ada sertifikatnya, kepemilikannya jelas bukan tanah tak bertuan atau tanah telantar. Dan bukti pembebasannya pun ada,\" ujarnya. Agar tidak menimbul polemik yang berkepanjangan, Darpin juga meminta agar para warga tersebut meninggalkan lahan itu. Sebab, persoalan itu diakuinya bisa berbuntut penjara, karena warga terbukti menguasai atau menduduki tanah yang bukan haknya. \"Sekarang tim upayakan pendekatan persuasif, jik nanti tidak ada ada hasilnya, bukan tidak mungkin dilaporkan ke penegak hukum,\" tutupnya. (400)

Tags :
Kategori :

Terkait