PINO RAYA, BE – Warga Desa Padang Beriang, Pino Raya saat ini mulai resah. Pasalnya di desa tersebut ada 46 KK telah menerima program bedah rumah dari Kementerian Perumahan Rakyat namun dimintai pungutan yang mengatasnamakan kepala desa sebesar Rp 500 ribu per rumah.
“Ada laporan warga pada saya setiap penerima program bedah rumah ini harus menyerahkan uang Rp 500 ribu pada kepala desa,” kata tokoh masyarakat setempat yang juga mantan kepala desa, Kariman kepada BE, Senin (17/11).
Menurut Kariman, para penerima program tersebut setiap rumahnya mendapat bantuan uang Rp 7,5 juta. Uang ini diperuntukan untuk membeli material rumah seperti seng, semen, batu bata, batu, pasir dan sebagainya. Sebelum mendapatkan material tersebut, warga harus menyetorkan uang kepada toko material yang ditunjuk dan warga wajib menyetorkan uang kepada Kades.
“Yang menyedihkan ada satu warga yakni Limudin yang hanya menyerahkan uang Rp 100 ribu pada Kades, materialnya dikurangi senilai Rp 400 ribu yang belum mampu disetorkan Limudin,” sesalnya.
Tidak hanya mengeluhkan pemotongan tersebut, Kariman pun mempertanyakan syarat-syarat penerima program bedah rumah tersebut. Pasalnya sambung dia, dari 46 penerima bedah rumah itu, ada 6 warga yang hidupnya sudah layak namun tetap mendapat bantuan bedah rumah. Sedangkan 17 warga yang benar-benar miskin, hanya gigit jari. Kariman pun mencontohkan 6 warga yang tidak layak lagi mendapatkan bedah rumah yakni Elpian, Nu.ardin, Seda, Bandri dan Waima serta Sarmin. Untuk Elpian, Nu,ardi, Bandri dan Wama rumah mereka sudah sangat bagus dengan tembok semen. Bahkan nilai rumah itu pun diperkirakan diatas Rp 50 juta. Kemudian untuk Seda, dirinya tinggal satu atap dengan anaknya. Sedangkan rumah anaknya sudah keramik. Lalu Sarmin masih membujang dan tidur bersama orang tuanya.
“Mereka itu kok yang dapat, yang benar-benar miskin tinggal di gubuk tidak dapat,” sindirnya.
Sementara itu Kepala Desa Padang Beriang, Sapirin kepada BE membantah ada pungutan bagi setiap penerima bantuan program bedah rumah. Bahkan dirinya mempersilahkan untuk mempertanyakan langsung kepada warga penerima program tersebut.
“Tidak ada pungutan itu, kalau tidak percaya silakan cek langsung kepada masing-masing penerima,” ungkapnya.
Terkait ada warga yang hidupnya sudah layak namun mendapatkan program bedah rumah, sedangkan yang miskin belum menerima program itu, hal itu dibenarkan Sapirin. Menurut Sapirin, sebelumnya dirinya sudah mengusulkan nama-nama warga untuk penerima program ini sebanyak 86 kepala keluarga (KK). Namun yang terealisasi hanya 46 orang.
“Usul kami banyak dan semua warga miskin kami usulkan,” katanya.
Hanya saja, sambung Sapirin, saat pendataan awal tahun 2014 atau akhir 2013 lalu, warga yang diusulkan tersebut ada yang tidak melengkapi persyaratan seperti foto kopi KTP dan KK. Sehingga saat tim verifikasi turun ke desanya, tim tersebut hanya mendatangi rumah yang sudah memasukan persyaratan.
“Warga miskin yang tidak mendapatkan program itu karena mereka yang tidak memasukan persyaratan,” imbuh Sapirin.
Terkait warga Ibu Seda diakui Sapirin, saat ini sudah tinggal bersama anaknya. Hanya saja sebelumnya dirinya tinggal seorang diri di rumah miliknya. Lalu rumah itu dijual dan Seda pun menumpang di rumah anaknya. Lalu Sarmin yang bujangan dikatakannya tidak mendapatkan program itu.
“Untuk Sarmin tidak dapat program, namun yang dapat bapaknya Sarmin yakni Sirin,” terang Sapirin.
Bergitu juga dengan ke 4 warga lainnya itu, menurutnya sebelumnya rumah mereka tidak layak huni saat diusulkan program bedah rumah. Namun dipekirakan mereka mendapat rezeki, lalu membangun rumahnya tersebut.
“Kalau yang rumahnya sudah bagus, itu ada sebagian yang sebelumnya tidak layak huni, namun mereka dapat rezeki lalu dibangunnya, sedangkan yang lain kami sudah upayakan untuk dialihkan ke warga lain, namun setelah kami koordinasikan dengan petugas Kementerian, nama penerima tidak bisa diganti, jadi terpaksa program itu tetap kami serahkan kepada nama tersebut,” demikian Sapirin. (369)