Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas paling penting yang digunakan hampir oleh setiap orang. Karenanya, penetapan harga BBM ini dinilai banyak khalayak sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak hanya dapat mempengaruhi kinerja ekonomi, harga BBM di sisi lain dapat membebani rakyat miskin bila kenaikkannya tergolong tinggi.
=====================
RUDI NURDIANSYAH,
Kota Bengkulu
=====================
HAMPIR setiap kali pemerintah mulai mengumumkan kenaikkan harga BBM, gelombang aksi demonstrasi penolakan terjadi di seluruh Indonesia. Tak terkecuali di Bengkulu. Aksi penolakan kenaikkan BBM sendiri di Bengkulu awalnya dipelopori oleh Eksekutif Wilayah (EW) Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bengkulu saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK pada tanggal 20 Oktober 2014 silam. Aksi ini kemudian disusul oleh massa dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Hizbut Tahrir Indonesia Bengkulu pada 12 November 2014. Tidak hanya diikuti orang dewasa, sejumlah anak-anak juga ikut serta dalam aksi tersebut.
Gelombang penolakan itu tampaknya belum akan berhenti. Aksi dipastikan akan kembali dilakukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pembela Rakyat (Gempar) Bengkulu, hari ini. Tuntutan yang mereka sampaikan diantaranya adalah turunkan harga BBM, laksanakan Pasal 33 Undang-Undang (UU) Dasar 1945, cabut UU nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, berlakukan kembali UU nomor 44 tentang pertambangan minyak dan gas bumi serta mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap wartawan dan mahasiswa.
\"Setelah long march dari Kampus I UMB, kami akan melakukan treatikal yang mengisahkan tentang penderitaan rakyat jika kebijakan kenaikkan BBM diterapkan di Simpang Lima Soeprapto,\" kata Koordinator Aksi, Yusuf Sugiatno, kepada BE, kemarin.
Sejumlah perlengkapan teatrikal telah disiapkan Gempar Bengkulu. Diantaranya susunan kardus berbentuk gerigen besar bertuliskan tolak BBM naik, perlengkapan penampilan drama Presiden vs Rakyat, sejumlah poster dan spanduk yang berisikan tuntutan-tuntutan mereka. Kemarin, sejumlah mahasiswa terlihat sudah membagikan selebaran yang berisi imbauan kepada masyarakat untuk ikut serta dalam aksi ini di sejumlah universitas.
Berdasarkan kajian para mahasiswa yang tergabung dalam Gempar Bengkulu, pemerintah keliru bila menerapkan kebijakan menaikkan harga BBM. Apalagi bila pemerintah terlalu tunduk dengan harga mekanisme pasar. Ini merupakan akibat langsung penerapan UU No 22/2001 tentang Migas dimana dalam pasal 28 disebutkan bahwa pengelolaan dan niaga migas diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar. Ini diperkuat dengan Perpu No 36 Tahun 2004 tentang ‘Harga Eceran Migas’.
Dengan dasar-dasar itu, pemerintah lantas mengaku menerapkan harga subsidi. Padahal bagi Gempar Bengkulu, mengutip pengamat ekonomi-politik dari UGM, Ichsanudin Noorsy, perhitungan harga impor minyak misalnya Premium RON 88 dihitung sama dengan harga pasar Pertamax RON 92 merupakan suatu anomali. Apalagi bila biaya produksi untuk menghasilkan minyak jadi siap jual di SPBU sebesar US$ 10 per barel dengan kurs Rp. 12.000, maka biaya produksi perliternya sebenarnya hanya Rp. 754 per liter. Dengan asumsi ini, ketika Pertamina menjual harga minyak eceran Premium misalnya dengan harga Rp. 6000 per liter maka ada keuntungan sebesar Rp. 5.246 per liter. Hal ini terbukti karena pada APBN 2012, tercatat pos pemasukan PPh Migas sebesar Rp. 67,92 Trilyun dan Pendapatan Migas Rp. 198,48 Trilyun. Bila dibandingkan dengan Subsidi BBM saat ini yang mencapai Rp. 240 Trilyun maka pemerintah masih mendapat kelebihan Rp.70 Trilyun. \"Jadi sebenarnya selama ini pemerintah untung, bukan buntung,\" demikian Yusuf menjelaskan.
Gempar Bengkulu pun mengharapkan kepada pemerintah untuk kembali menerapkan kedaulatan dibidang energi. Salah satunya dengan kembali memberlakukan UU nomor 44 tentang pertambangan minyak dan gas bumi dengan mencabut UU nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Merujuk kepada negara China yang menerapkan politik energi yang mandiri seperti dilansir di halaman Xinhua (10/14), sejak tahun 2011 memangkas subsidi minyaknya dan menjualnya diatas harga produksi. Namun harga minyak di China 245 yuan per ton setara dengan Rp 484.120 per ton, atau hanya sebesar Rp. 484 per liter. Pemerintah Indonesia boleh saja mencari untung tetapi dibatasi, tidak boleh lebih dari 10 persen diatas harga produksi.
\"Bagi kami idealnya harga BBM jenis premiun seharusnya hanya Rp 1.700 per liter, segitu saja sebenarnya pemerintah sudah untung besar dari pajak 15 persen dan 10 persen,\" sambung Yusuf lagi.
Kumpulan aktivis mahasiswa yang berasal dari universitas swasta dan negeri yang ada di Bengkulu itu juga menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak bersikap represif dengan adanya gelombang aksi kenaikkan harga BBM di seluruh Indonesia. Mereka pun ikut mengutuk kekerasan kepada wartawan yang dilakukan aparat hukum di depan kampus Universitas Negeri Makassar, Kamis (13/11/2014).
\"Ini menjadi ancaman serius terhadap demokrasi yang melindungi kebebasan pers, aksi kami mengutuk tindakan brutal terhadap wartawan yang bertugas melakukan peliputan aksi penolakan kenaikkan harga BBM,\" pungkasnya. (**)