Memuaskan Selera Penikmat Pedas

Kamis 06-11-2014,14:25 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BISNIS  kuliner menghidangkan peluang yang nyaris tak terbatas. Asal kreatif menyajikan produk, pasar pun bisa dibuat. Ambil contoh abon cabai.

Di masa lalu, abon yang dikenal masyarakat adalah makanan kering yang terbuat dari daging sapi, ayam, atau ikan.  Namun belakangan ini, istilah abon kerap disandingkan dengan cabai.  Seperti abon jadul, abon cabai juga teman menyantap nasi.  Namun yang membedakan, abon cabai ini sejatinya semacam bumbu, ketimbang lauk, seperti abon di masa lalu.

Popularitas abon cabai semakin menanjak seiring dengan makin banyaknya orang di sini yang menggandrungi rasa pedas.  Selera pedas itu yang menciptakan permintaan terhadap abon cabai. Maklum, tidak semua penikmat pedas sempat atau mampu mengolah sambal.

Sekadar ilustrasi tentang besarnya pasar abon cabai itu, kita bisa menyimak pengalaman dua orang pebisnis abon cabai skala rumahan, Mereka adalah Hanny Widjaja, yang memproduksi abon cabai merek Ninoy, dan Rita Dewi yang mengusung merek Mooihot.

Sebagai pionir abon cabai, dengan merilis Ninoy enam tahun silam, Hanny sempat menikmati pasar yang sepi kompetisi. Ia pernah menjual rata-rata 550 kg abon cabai per bulan.

Namun begitu pemain baru, terutama yang berskala pabrik, bermunculan, omzet Hanny memang turun. Hanny menuturkan, banyak pembeli yang tergoda untuk membeli abon cabai buatan pabrik. Volume penjualannya di saat itu pun anjlok hingga 60 kg per bulan.

Situasi serupa juga dialami Rita. “Banyak yang ingin mencoba produk baru. Apalagi, harganya lebih murah,” tutur Rita yang menjual abon cabai dalam kemasan 100 gram seharga Rp 32.000–Rp 34.000. Untuk kemasan 250 gram, Rita memasang banderol Rp 75.000 hingga Rp 80.000. Sedang Ninoy, buatan Henny, dijual seharga Rp 30.000 hingga Rp 40.000 untuk kemasan 100 gram, dan Rp 10.000 untuk kemasan 50 gram.***

Tags :
Kategori :

Terkait