Pacu Industri Kecil, Bangun Pelabuhan Khusus Otomotif

Kamis 06-11-2014,09:41 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Ketika Thailand Menatap Pasar Bebas ASEAN 2015 (1) Tinggal setahun lagi ASEAN Economic Community (AEC) diberlakukan. Thailand bisa jadi merupakan negara yang paling siap dalam era pasar bebas (free trade zones) di kawasan Asia Tenggara tersebut. Berikut catatan wartawan koran iniyang baru saja mengunjungi Negeri Gajah Putih tersebut. ** Pasar bebas ASEAN resmi diberlakukan mulai 31 Desember 2015. Tapi, Thailand sudah jauh-jauh hari menyambut era baru tersebut. Krisis politik 2013–2014 yang diikuti kudeta militer seolah tidak menyurutkan persiapan mereka. Geliat ekonomi menyambut AEC tetap berjalan. Kesepakatan AEC diteken pada 3-4 Mei 2007 di Brunei Darussalam. Sejak saat itu pula Thailand mulai menyiapkan cetak biru menghadapi pasar tunggal ASEAN tersebut. Pada 2012, PM Thailand Yingluck Shinawatra menyerukan pentingnya konektivitas negaranya ke negara lain untuk memacu investasi. Infrastruktur jalur transportasi tradisional Singapura, Malaysia, Thailand, hingga ke Laos dan Kamboja pun diperkuat. ’’Di sini (Thailand), jalan raya antarkota juga berkualitas setara jalan tol di Indonesia. Rata-rata empat lajur,’’ kata K. Johari, warga Indonesia yang sudah sekitar 22 tahun tinggal di Bangkok. Industri manufaktur, khususnya otomotif, juga berbenah. Thailand selama ini memang tidak memiliki merek mobil nasional sebagaimana Malaysia. Meski demikian, pertumbuhan industri otomotif di sana tidak bisa dianggap sebelah mata. Thailand menduduki peringkat pertama total produksi mobil di Asia Tenggara. Sesuai dengan data Thai Automotive Institute (TAI), Thailand memproduksi 2.463.000 unit mobil selama 2013. Lebih dari separo (54,1 persen) jumlah mobil itu diekspor untuk pasar internasional. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya memproduksi 1.401.000 unit mobil pada 2013, sedangkan Malaysia dan Filipina masing-masing memproduksi 601.407 unit dan 79.169 unit. Tidak heran bila sektor otomotif menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi GDP Thailand. Persentasenya mencapai 9,09 persen. ’’Kontribusi itu bisa naik bila kami memaksimalkan kapasitas produksi hingga 2,8 juta mobil per tahun. Bahkan, bila pemerintah mengizinkan, kami siap menambah produksi 600 ribu lagi. Dengan demikian, total produksi kami seharusnya bisa mencapai 3,4 juta per tahun,’’ kata Presdir of TAI Vichai Jirathiyut saat ditemui di kantornya, Kluaynamthai, Bangkok, Kamis (30/10). Sektor usaha kecil dan menengah (UKM) di Thailand juga menikmati berkembangnya industri otomotif. Di sana, sedikitnya 2.000 perusahaan berskala kecil-menengah menjadi supplier komponen otomotif. Sebagian perusahaan bahkan berekspansi ke luar Thailand, termasuk Thai Summit Group, yang mendirikan pabrik di Indonesia. Thailand sudah jauh-jauh hari menyadari keterlibatan UKM dalam industri otomotif. Mereka dimasukkan dalam cetak biru industri otomotif Thailand sejak 2000. ’’Saat itu kami merangsang industri kecil menjadi supplier dengan memangkas pajak hingga nol persen,’’ kata Vichai. Kini, setelah banyak UKM yang berkembang, pemerintah Thailand menyetop kebijakan keringanan pajak tersebut. Meski demikian, pemerintah tidak membiarkan begitu saja industri UKM-nya. Pemerintah masih mengontrol kualitas produk onderdil mereka dengan memperketat standardisasi. Caranya, pemerintah menyediakan testing lab yang bisa menjadi laboratorium bersama bagi industri komponen berskala kecil-menengah. Melalui testing lab, sebelum dilempar ke pasar, produk onderdil diuji, baik dari sisi kualitas maupun ketahanan produk. Tentu saja, fasilitas tersebut meringankan biaya dalam pengujian produk. Sebab, biasanya UKM menggunakan laboratorium di luar negeri untuk menguji produk mereka yang biayanya lebih mahal. ’’Pemerintah sangat peduli dengan R&D (research and development) di sektor otomotif. Karena itu, setiap testing lab biasanya disertai tenaga ahli yang disewa pemerintah untuk men-develop produk mereka. Para ahli itu dibayar pemerintah untuk membantu industri kecil-menengah dalam membuat produk inovasi baru,’’ jelas Vichai. Yang menarik, meski menjadi jawara di ASEAN, otomotif Thailand tidak berambisi untuk menguasai pasar di Asia Tenggara. Dalam pasar bebas AEC, Thailand justru mengajak Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk berkolaborasi menjadi kekuatan otomotif dunia. Apalagi bila empat negara tersebut bergandengan tangan dengan Jepang, Korea Selatan, serta Tiongkok. ’’Dengan menghitung pasar ASEAN yang mencapai 600 juta orang, ASEAN plus (Jepang, Korsel, dan Tiongkok) akan mampu menguasai mayoritas pasar otomotif dunia,’’ kata President of Thai Auto-Parts Manufacturing Association (TAPMA) Achana Limpaitoon. Bahkan, bila kerja sama tersebut terealisasi, ASEAN plus tiga negara itu sangat terbuka untuk menguasai seperempat pasar otomotif dunia. Menurut dia, Thailand tidak perlu berebut konsumen otomotif di pasar Asia Tenggara. Sebab, Thailand, Malaysia, dan Indonesia memiliki keunggulan tersendiri dalam produksi mobil. Yakni, Thailand dengan basis produksi truk dan pikap, Indonesia dengan MPV dan SUV, serta Malaysia dengan produksi mobil kecil. ’’Untuk tujuan yang lebih besar, Thailand dan Indonesia tidak perlu berantem. Kami siap menerima ajakan terbuka dari Indonesia. Tujuan kita adalah bersaing di pasar global. Kita tentu bisa bertukar spare part sehingga menjadi pasar yang lebih besar,’’ tegas Achana. Perkembangan industri otomotif juga ditopang infrastruktur. Salah satunya pelabuhan yang menampung kapal bertonase besar. Saat ini ada dua pelabuhan besar yang khusus untuk mengekspor mobil, yakni Bangkok Port dan Laem Chabang Port. Yang terakhir merupakan pelabuhan yang berlokasi di tengah kawasan industri. Laem Chabang yang dibangun sejak 1987 dan beroperasi 1991 awalnya merupakan pelabuhan kapal pesiar yang dioperasikan Star Cruises. Namun, karena diterpa krisis keuangan, pelabuhan itu diambil alih NYK Auto Logistics Thailand. NYK lantas mengembangkannya sebagai pelabuhan besar khusus ekspor-impor. Laem Chabang yang menempati kawasan sekitar 2.572 acre itu kini menjadi salah satu pintu gerbang ekonomi Thailand. Meski dioperasikan NYK, Laem Chabang tetap berada di bawah kendali Port Authority of Thailand (PAT). Kehadiran pelabuhan terbesar di Thailand tersebut juga menjadi daya tarik munculnya industri otomotif. Vendor mobil seperti Mitsubishi (berjarak 2 kilometer), Toyota (80 kilometer), dan lainnya juga mulai membuka pabrik di sekitar pelabuhan. Mereka benar-benar memanfaatkan pelabuhan khusus otomotif tersebut. ’’Honda juga berencana membangun pabrik baru di sekitar Laem Chabang,’’ kata Deputy GM Terminal NYK Auto Logistics Thailand Wasurat Krachangmon. Dia menyatakan, berdasar studi pemerintah, Bangkok Port di Bangkok akan mengalami kelebihan kapasitas bila tidak ada pelabuhan baru. Selain itu, kedalaman laut di Bangkok Port sudah tidak memadai, yaitu hanya 8 meter. Sementara itu, Laem Chabang Port memiliki kedalaman 14 meter, bahkan ada yang mencapai 16 meter sehingga cocok bagi kapal-kapal besar untuk kegiatan ekspor dan impor dengan kapasitas penuh 10,8 juta TEUs per tahun. ’’Selain itu, lahan Laem Chabang masih bisa dikembangkan dalam beberapa dermaga besar,’’ kata Wasurat. (*/c5/ari)

Tags :
Kategori :

Terkait