Pengusaha Muda Dewa Eka Prayoga Bangkit setelah Bangkrut Total
Di kalangan pengusaha muda, nama Dewa Eka Prayoga cukup dikenal. Baik sebagai pelaku usaha maupun pembicara di berbagai seminar. Dia juga memiliki banyak pengikut di twitterland dan aktif menulis buku. Pria 23 tahun itu tenar, salah satunya, karena keberhasilannya bangkit dari kebangkrutan.
***
Lembar demi lembar kertas yang menempel di flip chart menemani Dewa Eka Prayoga dalam mengisi workshop penulisan buku di sebuah lembaga pendidikan di Jalan M.T. Haryono, Jakarta, siang itu (20/9). Pemuda kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, tersebut sedang berbagi pengalamannya menulis sejumlah buku bisnis dan bergelut dalam dunia penerbitan independen.
Gaya bicaranya penuh semangat, khas motivator. Dia menggunakan pengalaman pribadi sebagai sampel materinya. Mulai cerita masa kecilnya sebagai anak tunggal yang ditinggal wafat ayahnya sejak usia lima tahun sampai kegagalan bisnisnya yang mengakibatkan dirinya harus menanggung rugi hingga Rp 7,7 miliar di usia 21 tahun.
Pada usia yang masih tergolong belia itu, Dewa pernah memiliki sejumlah usaha. Mulai usaha bimbingan belajar (bimbel), pelatihan motivasi, event organizer,hingga bisnis kuliner. ”Sejak masuk kuliah, saya memang berusaha mandiri. Dari awalnya jadi pengajar di bimbel sampai saya bisa membeli bimbel itu,” ujar alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, tersebut.
Usaha bimbel itu berkembang maju sehingga Dewa bisa melakukan ekspansi bisnis ke sektor lain. Tercatat ada enam bisnis yang kemudian dia jalankan waktu itu. Salah satunya bisnis produk elektronik lewat seorang temannya.
Tergiur hasil yang menjanjikan, Dewa lalu mengajak sejumlah kolega untuk bergabung dalam investasi yang bermodus pengadaan komputer untuk perkantoran tersebut. Hingga sekitar delapan bulan dia masih mendapatkan manfaat dari investasi itu. Sampai akhirnya Dewa tahu bahwa investasi tersebut ternyata bodong alias bohong-bohongan. Temannya melarikan diri. Alhasil, Dewa-lah yang akhirnya dikejar-kejar investor yang jumlahnya cukup banyak. ”Orang tahunya saya yang menjalankan usaha ini, padahal saya juga korban,” ujarnya.
Teror terus dia dapat dari para pemilik ”saham” yang direkrutnya. Bahkan, ada yang sempat mengancam akan membakar rumah orang tua Dewadi Sukabumi.
Pemberitaan kasus penipuan miliaran rupiah itu meluas di Jawa Barat. ”Nama saya tercemar. Sampai ibu saya di kampung perlu mengadakan yasinan sembari mengklarifikasi kejadian tersebut kepada para tetangga,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, Dewa juga sempat dicibir keluarganya. Ada yang menganggap kesialan tersebut datang karena faktor istri yang dinikahinya. ”Peristiwa itu terjadi sekitar dua minggu setelah saya menikah,” ujar suami Wiwin Supiah tersebut.
Praktis, lebih dari tiga bulan Dewa menghabiskan waktunya untuk mengurusi kasus penipuan yang melibatkan dirinya sebagai korban itu. Dia harus bolak-balik mendatangi Mapolda Jabar untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi maupun pelapor. Akibatnya, bisnisnya yang lain kocar-kacir.
”Waktu itu saya terpaksa habis-habisan untuk mengganti uang para investor yang menanamkan modal lewat saya. Semua bisnis yang sudah jalan saya jual,” kenang Dewa.
Mobil yang dia beli dari hasil keringatnya dan tabungan yang dipersiapkan untuk naik haji juga digunakan untuk membayar utang. Sampai-sampai, tutur Dewa, uang dalam dompetnya hanya tersisa Rp 7 ribu. ”Itu uang satu-satunya yang tersisa. Saya sudah tidak punya tabungan lagi,” tambah dia.
Rasa putus asa sempat berkecamuk dalam hati Dewa. Sampai akhirnya sebuah kesempatan mempertemukan Dewa dengan pengusaha Heppy Trenggono. Dewa termotivasi kisah Heppy yang juga pernah bangkrut dalam berbisnis. Mendengar cerita pengusaha sawit dan alat berat itu, ada strong way yang membuat spirit hidup Dewa bangkit.
”Saya anak tunggal yang tak memiliki ayah. Saya juga telah memutuskan menikah muda. Ibu dan istri saya tidak bekerja. Kalau tak berjuang sendiri, lalu pada siapa saya bergantung?” ujarnya.
Dewa seolah mendapatkan jalan dari Tuhan. Sejumlah teman sesama pengusaha muda lantas menyarankan Dewa agar menuliskan pengalaman kegagalan bisnis tersebut ke dalam buku. Dalam kurun waktu dua bulan, naskah buku berjudul 7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula itu rampung. Akhirnya, buku tersebut terbit pada Juni 2013.
Buku itu merupakan karya kedua Dewa. Buku pertamanya mengenai motivasi. Ditulis setahun sebelumnya dan diterbitkan penerbit mayor. Namun, untuk buku kedua tersebut, Dewa menempuh jalur penerbitan dan distribusi indie.
Dewa memasarkan bukunya secara pre-order lewat media sosial dan jaringan pertemanan sesama entrepreneur. Insting berjualan yang tumbuh sejak lama membuat dia berhasil mendatangkan pembeli melalui pre-order.
”Uang dari pre-order buku itu saya gunakan untuk membiayai percetakan. Alhamdulillah, buku tersebut bisa cetak ulang sampai empat kali dan terjual lebih dari 10 ribu eksemplar,” jelas pria kelahiran 24 April 1991 tersebut.
Sejak buku kedua keluar, nama Dewa makin dikenal luas. Dia sering diundang sebagai pemateri seminar atau workshop di berbagai kota di Indonesia.
Dari kesuksesan itu, pria yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut melihat terbukanya peluang bisnis penerbitan. Dewa pun makin produktif menulis. Setelah buku kedua terbit, tiga buku selanjutnya menyusul. Semua seputar bisnis. Menariknya, meski dijual di atas harga pasaran, bahkan ada yang dibanderol dengan harga Rp 250 ribu, buku-buku Dewa tetap laku.
Selain menulis, Dewa membuka perusahaan penerbitan di Bandung. ”Melalui penerbitan yang saya bangun itu, saya ingin membuka peluang bisnis bagi anak-anak muda dengan memanfaatkan margin penjualan buku,” tutur dia.
Menurut Dewa, selama ini margin penjualan buku di toko buku mayor sangat tinggi. Nah, hal itulah yang dilirik Dewa sebagai peluang bagi sejumlah anak muda. Konsepnya, setiap buku yang diterbitkan melalui perusahaan Dewa akan dijual dengan sistem reseller, tidak lewat toko buku mayor.
”Banyak loh reseller buku-buku saya yang bisa mendapatkan penghasilan hingga puluhan juta,” ungkapnya.
Keberhasilan melakukan personal branding lewat buku-buku itu membuat Dewa kini mulai dilirik sebagai business coach. Modal untuk menjadi konsultan bisnis tersebut dia dapat dengan mengikuti sertifikasi di sebuah lembaga di Jakarta.
Ada beberapa UKM (usaha kecil menengah, Red) yang dia bina dari sisi marketing. ”Alhamdulillah, banyak yang omzetnya naik setelah coaching,” ujar Dewa sembari menunjukkan testimoni-testimoni klien yang ditulis dalam bukunya. Salah satu klien Dewa yang diklaim cukup berhasil adalah restoran mi yang cukup terkenal di Jalan Progo, Surabaya.
Dewa mengakui, meski tak bisa menjadi guru sesuai dengan jurusan kuliahnya, dirinya tetap bisa menebarkan ilmu dan manfaat. ”Saya ingin bagaimana berbisnis yang bisa mengedukasi dan membawa manfaat untuk orang lain,” tandas dia. (*/c11/ari)