BENGKULU, BE - Kekhawatiran Plt Gubernur H Junaidi Hamsyah dan Careteker Walikota Bengkulu, H Sumardi apabila lokalisasi di RT 8 Kelurahan Sumber Jaya, Kampung Melayu ditutup, menunjukkan rendahnya sikap negarawan pejabat yang bersangkutan. Terlebih kekhawatiran tersebut didasarkan pada dugaan bahwa para pekerja seks komersil (PSK) yang menghuni lokalisasi tersebut akan menyebar sehingga akan semakin sulit diberantas. Demikian diutarakan Ketua Forum Komunikasi Pemuda Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Cabang Bengkulu, Muamar SH, kemarin.
\"Aneh, kenapa harus khawatir? Apalagi alasannya saat lokalisasi itu ditutup para PSK akan menyebar. Seharusnya pemerintah menyiapkan sejumlah formulasi yang tepat agar para PSK itu dapat mencari nafkah dengan jalan yang halal,\" ujarnya.
Formulasi itu, lanjutnya, dapat diserap dari masyarakat, bahkan PSK itu sendiri. Ia sendiri mengapresiasi apabila pemerintah berniat melakukan kajian terhadap daerah yang pernah berhasil menutup tempat lokalisasi di daerahnya. Ia menyarankan, langkah yang dapat diambil tidak hanya terdiri dari pelatihan, namun juga sarana serta prasarana lainnya yang dapat menunjang kehidupan para PSK agar benar-benar timbul keinginan dari mereka untuk menjalani kehidupan yang normal, jauh dari pelanggaran terhadap norma-norma adat serta istiadat.
\"Apabila mereka mendapatkan jalan keluar atas permasalahannya, kami yakin lokalisasi itu akan tutup dengan sendirinya. Masak iya kalau mereka sudah diberikan sejumlah sarana dan prasarana seperti modal, tanah, teknologi dan keterampilan bisa membuat mereka mencari nafkah dengan jalan halal terus mereka masih mau mencari nafkah dengan cara yang mereka tempuh saat ini?\" tukasnya.
Senada, tokoh masyarakat Lembak Ir Usman Yasin MSi menanggapi penyataan pemerintah itu dengan kritis. Menurutnya, lokalisasi itu selain melanggar asusila, pendirian lokalisasi itu juga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Bengkulu Nomor 24 tahun 2000 tentang Larangan Pelacuran dalam Kota Bengkulu. \"Terlebih kawasan yang mereka gunakan di sana itu telah melanggar tata ruang. Kan tidak boleh ada bangunan ditepi pantai dari lokasi terendah maupun daerah pasang tertinggi. Itu melabrak Undang-Undang tahun 1999 tentang Kehutanan,\" tandasnya.
Sebelumnya, Plt Gubernur H Junaidi Hamsyah S Ag M Pd dan Caretaker Walikota Bengkulu Drs H Sumardi MM menyatakan menutup lokalisasi bukan hal mudah. Keduanya menjadi sorotan akibat pernyataan tersebut. Padahal lokalisasi tersebut pernah dilarang untuk terus beroperasi pada era kepemimpinan Walikota Drs Chairul Amri Z. Namun hingga saat ini, daerah yang dikenal dengan sebutan \'\'yang tahu\'\' itu masih terus beroperasi. (cw1)