BENGKULU, BE - Rencana Pengadilan Tinggi Bengkulu untuk mengeksekusi lahan sengketa di kawasan RT 11 RW 3 Kelurahan Kandang, Kampung Melayu, Bengkulu, sekitar pukul 10.00 WIB, kemarin (6/3) gagal.
Pasalnya, saat pihak jurus sita pihak Pengadilan Negeri Bengkulu melalui panitera Martom Sihaloho membacakan surat keputusan eksekusi, bahwa lahan seluas 20 M2, yang ditempati 21 kepala keluarga di kawasan RT 11 merupakan milik H Apnal, puluhan warga emosi. Meski tidak terjadi bentrok, namun eksekusi meninggalkan lokasi. Warga yang menempati lahan itu menyatakan tidak menerima kalau tanah yang mereka tempati selama ini akan digusur.
Sebelumnya, kedatangan tim eksekusi yang diback up puluhan anggota Brimob, Polres Bengkulu dan Polsek Kampung Melayu, dihadang oleh puluhan warga yang menolak adanya eksekusi bangunan mereka.
Bahkan terjadi ribut mulut antara warga dengan pihak pengaman dan pihak dari tim pengeksekusi. Namun saat tim eksekusi akan membacakan surat keputusan untuk menggusur tahah yang ditempati warga tersebut, warga pergi meninggalkan mereka. Setelah warga pergi, pembacaan putusan masih dilanjutkan. Isi surat itu diantaranya warga diminta untuk merelakan tanah tersebut karena terbukti menjadi milik H Apnal. Tak hanya itu sebanyak 21 orang menjadi tergugat diberi sanksi denda serta terancam dihukum oleh pengadilan sesuai pasal yang berlaku. Namun warga menolak dikatakan menjadi tergugat serta warga mengancam, bila eksekusi tersebut berlanjut, warga siap ditembak.
Masyarakat menyatakan bahwa bukan warga yang menyerobot tanah tersebut namun Apnal. Mereka minta keadilan agar eksekusi tersebut tidak dilakukan, namun pihak pengadilan lebih merincikan lagi batas tanah. \"Kami keberatan dieksekusi kediaman kami, mereka salah alamat. Bisa dibuktikan, bahwa batas tanah miliknya hanya berjarak 600 meter dari bibir jalan, kami minta ukur ulang,\" kata Ketua Rt RT 11 Rw 2, Yahya SIP (48), yang juga kena imbas eksekusi.
Menurutnya, Apnal hanyalah sebagai penyerobot bukan pemilik yang sah. Nyatanya bila ada pertemuan antara warga untuk membahas masalah sengketa tersebut, Apnal tidak pernah menghadiri acara tersebut. \"Kami ini bukan teroris, kami hanya minta bukti yang benar. Pada saat kami tanya sertifikat yang asli tidak pernah ia tunjukan, kami hanya minta itu,\" ujarnya.
Selain itu, kata Yahya, warga akan membuktikan kebenaran bahwa mereka pemilik tanah tersebut. Mereka akan segera memanggil ahli yang mengerti uji sertifikat yang telah dibuat Apnal tahun 2010 lalu. \"Kami segera memanggil pengacara untuk membuktikan kebenaran atau keabsahan sertifikat yang dikatakan telah dibuat oleh Apnal,\" tegas Yahya.
Sementara, Suherman (40), juga tidak menyetujui kalau tanah milik mreka digusur. Menurutnya, warga telah mempunyai sertifikat yang sah menurut hukum. \"Kami punya sertifikat tanah untuk membuktikan dan kami tidak akan mundur kalau kami benar,\" kata Suherman, sambil menunjukan sertifikat tanah miliknya.
Tambahnya, tanah milik H Apnal tersebut bukan di lokasi kediaman warga, sehingga perlu diukur ulang. \"Logikanya, bila tanah tersebut diukur dari as jalan dengan ukuran mencapai 600 meter, maka ukuran tersebut melewati lokasi di sini,\" tuturnya.
Sedangkan Camat Kampung Melayu, Mitrul Ajemi, mengatakan, keputusan tersebut belum final. Sehingga pihak penggugat dan warga harus berkoordinasi kembali, apabila terjadi kesalahan. Menurutnya, surat keputusan yang dibacakan tim pengeksekusi belum sah tanpa ada isyarat dari warga. \"Bagaimanapun atau walaupun surat keputusan tersebut tidak sah kalau warga tidak menanggapinya,\" kata Camat.
Sementara itu, pihak juru sita Pengadilan Negeri Bengkulu akan terus memantau perkembangan sengketa lahan tersebut. \"Tanah ini tetap kita tinjau, untuk mengukur seberapa luas lokasinya dan dimana titik letaknya,\" ujar Panitera, Fahrudin. (cw3)