Dewan Sorot Polemik SDN 62

Senin 03-03-2014,21:10 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Terjadinya insiden penyegelan kembali Sekolah Dasar Negeri (SDN) 62 Kota Bengkulu mendapat sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bengkulu. Penyegelan sekolah itu oleh ahli waris pemilik lahan dinilai menyebabkan pendidikan di Kota Bengkulu tercoreng. Semakin miris mengingat kota ini sempat diperjuangkan sebagai kota pelajar. Dewan pun meminta Pemerintah Kota segera menuntaskan polemik lahan SDN 62 tersebut, agar siswa bisa belajar dengan tenang dan nyaman. \"Sangat disayangkan kenapa Pemkot tidak cekatan dalam menyelesaikan persoalan yang sudah berlarut-larut ini\'\' kata anggota Banggar DPRD Kota Bengkulu, Sofyan Hardi SE pada BE kemarin. Menurut Sofyan Hardi, DPRD Kota sudah mengalokasikan anggaran Rp 500 juta untuk menyelesaikan sengketa lahan SDN 62 itu. Sebenarnya dengan adanya anggaran untuk membayar ganti rugi lahan itu sudah ada langkah maju yang dilakukan. Tapi kenapa masih terjadi penyegelan sekolah. \'\'Jelas dunia pendidikan kita tercoreng karena hal ini,\" kata Sofyan Hardi. Sofyan juga menyayangkan tidak diajaknya ahli waris Atiyah dalam menentukan harga tanah. Atas kondisi itu, Sofyan pun menilai wajar bila hli waris memutuskan melaporkan masalah tersebut ke Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu. \"Padahal sebenarnya masalah itu bisa dikomunikasikan sejak awal dengan pihak keluarga, berapa tarif tanah yang sebenarnya, berapa anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Kota dan bagaimana menyelesaikan sengketa ini dengan baik. Tanpa menghentikan proses belajar mengajar yang wajib dilaksanakan oleh siswa di sekolah tersebut,\" tukasnya. Menurut Sofyan, kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi Pemkot dalam mengelola aset yang dimiliki. Ia mengimbau agar masalah aset diselesaikan secepatnya. Jangan sampai munculnya gejolak terlebih dahulu baru mau diselesaikan. Sofyan pun mengimbau agar keluarga pemilik tanah menahan diri dan mengupayakan penyelesaian persoalan ini dengan cara kekeluargaan. \"Kalau pemerintah terkesan cuek, kami dewan siap menampung aspirasi ahli waris. Sudah cukup anak-anak dalam usianya yang begitu dini harus melihat kenyataan konflik ditempat mereka belajar. Kasihan kalau mereka harus melihat sekolah tempat mereka belajar bersengketa,\'\' paparnya. Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sesda) Kota Bengkulu, Drs H Yadi MM, menyatakan, Pemkot akan membayar keseluruhan dana ganti rugi lahan SDN 62 Kota Bengkulu itu. Pembayarannya tergantung pada 3 hal mendasar. Pertama, penyelesaian penyelidikan lahan SDN 62 oleh Polda Bengkulu. Kedua, penyelesaian temuan Inpektorat Kota Bengkulu mengenai kepemilikan lahan SDN 62 Kota Bengkulu. Ketiga, penentuan harga ganti rugi lahan oleh Badan Lelang Negara. Sengketa Sejak 1984 Mencuatnya sengketa tanah Sekolah Dasar Negeri 62 (SDN 62) menimbulkan beragam pertanyaan di kalanganan masyarakat. Terutama warga sekitar sekolah, kenapa baru sekarang sengketa tersebut dipermasalahkan. Padahal, SDN 62 sudah dibangun sejak tahun 1984 silam. Ketua RT 17 Jalan Rukun Sawah Lebar, Amausi, mengatakan sebelumnya tidak ada keributan yang berarti. Penyegelan sekolah pun, ia katakan hanya belakangan ini terjadi. Sejak tahun 1984, sekolah tersebut didirikan, baru tahun 2013 lalu ahli waris gencar merebut tanah sekolah dan perumahan guru yang dihuninya. \"Dari dulu adem ayem saja, tapi baru tahun 2013 dan sekaranglah terjadi segel menyegel itu,\" ungkap Amausi saat diwawancarai BE kemarin. Perumahan guru yang ditempatinya Amausi sejak April 1986 juga pernah digugat. Ia juga tak tahu pasti pemilik tanah tersebut. \"Yang kami butuhkan sekarang ini kepastian dari pemerintah, agar kami bisa tenang. Apalgi, ada isu perumahan ini akan dipagari. Kemana kami akan tinggal,\" ujarnya. Sementara itu, pihak ahli waris, Fishari mengatakan sengketa tersebut bukan baru kali ini saja dipermasalahkan. Perjuangan merebut kembali tanah sekolah itu sudah dilakukan keluarga pemilik tanah sebelum sekolah tersebut dibangun. Dulu, Fishari menuturkan ia sempat memecahkan kaca buldoser yang mencoba merampas dan memulai proses pembangunan SDN 62 itu. \"Kakak sulung saya juga sempat ditangkap polisi saat itu,\" sambungnya. Fishari menegaskan salah, jika menganggap perebutan lahan SDN 62 dikatakan baru dilakukan akhir-akhir ini. Ia menambahkan, tanah tersebut dirampas seminggu setelah H Hasinuddin, ayahnya, wafat. Sejak itulah, Ibunya Atiyah, berjuang merebut kembali hak miliknya tersebut. Namun, usaha tersebut tak kunjung berhasil hingga sekarang. \"Apalagi pada tahun 80an itu kan zaman Orba. Rakyat tidak terlalu berani untuk melawan pemerintah,\" tambahnya. Barulah, pada tahun 2013 lalu, dikatakan Fishari, ibunya Atiyah sudah lelah untuk merebut haknya dan memerintahkan Fishari melanjutkan perjuangannya. Ia yang baru selesai kuliah di Yogyakarta langsung melanjutkan perjuangan ibunya tersebut. Namun, yang terjadi Pemkot seolah lepas tangan. \"Karna itulah, saya beranikan untuk menyegel sekolah ini,\" kata Fishari. Senada dengan ahli waris Fishari, Ketua RW 8 Sawah Lebar Baru, M Rusli Amin mengakui kebenaran tanah itu milik Atiyah, ibunda Fishari. Diterangkannya, pada kepemimpinan Sulaiman Effendi tanah seluas 5630 meter persegi itu diambil paksa untuk dibangun fasilitas negara yaitu sekolah dan perumahan guru. \"Keributan perebutan bukan hanya baru sekarang, tapi sejak tahun 1984 sudah ada. Kalau penyegelan iya baru-baru ini saja,\" jelasnya. Disampaikannya juga, lahan itu dulunya hanyalah hutan dan kebun. Namun, kondisi tanah yang datar dilahan itu, membuat pemerintah berencana membangun sekolah disana. Selaku tokoh masyarakat disana, M Rusli berharap Pemkot mencari solusi terbaik agar penyegelan sekolah tidak terjadi kembali. \"Harapannya, semoga sengketa ini bisa selesai dan hukum bisa ditegakkan,\" pungkasnya. (009/cw5)

Tags :
Kategori :

Terkait