Hancurnya Wibawa Peradilan

Kamis 22-11-2012,10:21 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Penyelesaian kasus hukum terhadap terdakwa hakim Syarifuddin yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat sedang melakukan praktik penyuapan dikediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara pada bulan Juni 2011, dianggap dapat menyebabkan hancurnya wibawa peradilan. Hakim nonaktif yang pernah memvonis bebas perkara korupsi Gubernur Bengkulu Agusrin M. Najamudin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut hanya dituntut 20 tahun penjara tetapi oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasasinya hanya divonis 4 tahun penjara, karena terbukti menerima suap Rp 250 juta.

\"Kami menilai ada indikasi sekitar 70% sikap hakim yang menangani kasus Syarifuddin ini berpihak kepada terdakwa dan kuasa hukumnya. Apabila kasus ini dibiarkan, kami sangat mengkhawatirkan wibawa peradilan bisa hancur. Dan tidak ada lagi kepercayaan rakyat atas lembaga itu,\" kata Peneliti Hukum dan Pemantau Peradilan ICW Donal Fariz SH saat mengadakan konfrensi pers di Kantor LBH Respublica, kemarin.

Saat ditangkap, penyidik KPK menemukan uang Rp 3,1 miliar dalam berbagai bentuk mata uang asing dan rupiah dirumah Syarifuddin. Uang tersebut diduga tidak hanya terkait dengan perkara kepailitan PT Sky Camping Indonesia, namun juga berasal dari praktik mafia hukum yang dijalankan Syarifuddin selama menjabat sebagai hakim. Dalam catatan ICW, hakim berkepala plontos ini pernah membebaskan 39 terdakwa kasus korupsi selama berdinas di PN Makassar dan Jakarta Pusat.

\"KPK harus menjerat terpidana Syarifuddin dengan Undang-Undang Pencucian Uang. Temukan darimana uang sebesar Rp 3,1 miliar itu ia dapatkan. Dengan begitu, KPK dapat mengusut praktik mafia peradilan yang mungkin terjadi di dalam tubuh Pengadilan Negeri khususnya yang dilakukan oleh hakim Syarifuddin terhadap semua putusan janggal yang diambilnya dalam banyak kasus,\" ujar Donal lebih lanjut.

Sebelumnya, kedatangan ICW ke Bengkulu adalah untuk melakukan eksaminasi publik terhadap putusan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri Jakarta Pusat terhadap terdakwa Syarifuddin SH MH yang dilaksanakan oleh organisasi non-pemerintah (NGO) tersebut di Splash Hotel, sehari sebelumnya. Dalam FGD ini ICW menggandeng LBH Respublica, sebuah lembaga bantuan hukum di Bengkulu, untuk meminta tiga hakim eksaminasi menganalisa dan memberikan catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan tipikor dengan terdakwa Syarifuddin SH MH. Tiga hakim eksaminasi tersebut masing-masing Dr Herlambang SH MH, Firnandes Maurisya SH dan Rodiansyah Tristas Putra SH.

\"FGD ini dihadiri oleh berbagai elemen seperti akademisi, praktisi, mahasiswa, LSM dan penggiat anti korupsi di Bengkulu. Hasil dari FGD ini akan kami sampaikan oelh ICW kepada pihak yang berkepentingan seperti Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan KPK,\" imbuhnya.

Salah satu hakim eksaminasi, Firnandes Maurisya SH mengungkapkan kesimpulan yang dihasilkan dalam FGD tersebut diantaranya terhadap JPU yang digunakan oleh KPK, KPK harus melakukan upgrade dan pemahaman JPU terhadap perkara yang ditanda tangani. Terhadap MA, kami menyarankan agar memberikan teguran kepada Majelis Hakim yang menangani perkara Syarifuddin ini agar lebih profesional dalam memimpin sidang. Kami juuga meminta Komisi Yudisial (KY) untuk menindak lanjuti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim yang menangani perkara syarifuddin. (cw1)

Tags :
Kategori :

Terkait