Para Penumpang KRL 1131 Serpong-Tanah Abang yang Selamat dari Maut
TABRAKAN KRL 1131 Serpong-Tanah Abang dengan truk tangki Pertamina di lintasan KA Bintaro Permai, Jakarta Selatan, kemarin (9/12) tidak akan pernah dilupakan Ningsih.
Dia merupakan salah satu penumpang KRL yang terjebak di gerbong terdepan saat kecelakaan terjadi. Dengan tertatih-tatih, Ningsih keluar dari gerbong melalui jendela yang dipecah. ------------ BAYU PUTRA-GUGUN GUMILAR, Jakarta ------------ SEMBARI mengurut kaki kirinya, Ningsih terduduk lemas di bangku salah satu kelas di SDN 11 Bintaro, dekat lokasi kecelakaan. Sesekali dia berupaya menguatkan diri untuk bangkit, meski kakinya masih terasa nyeri. Dia tampak masih shock. Saat kejadian, perempuan 50 tahun itu sempat terjebak di gerbong pertama KRL 1131 Serpong-Tanah Abang bersama puluhan penumpang lain. Gerbong tersebut ikut terbakar ketika api mulai membesar di tangki truk Pertamina. Tapi, dia berhasil keluar dari gerbong maut itu setelah meloncat dari jendela yang kacanya pecah. \"Ketika kecelakaan terjadi, saya bersama penumpang lain yang berdiri seperti terlempar ke belakang. Kami jatuh terjengkang,\" ujar Ningsih dengan wajah pucat pasi. Dalam situasi panik, para penumpang di gerbong perempuan itu saling berebut menyelamatkan diri dengan berusaha membuka pintu kereta. Tapi, pintu yang dioperasikan secara elektrik tersebut tidak bisa dibuka alias macet. Suasana makin tegang karena api di luar semakin besar. Para penumpang pun berteriak-teriak minta tolong lantaran kepanasan. Di tengah kepanikan tersebut, kata perempuan asal Ciputat itu, ada seorang warga dari luar gerbong yang membawa batu cukup besar dan memukulkannya ke jendela kaca hingga pecah. Ada dua jendela yang dipecah.
Begitu lubang pecahan itu dirasa cukup untuk diterobos, penumpang dari dalam langsung semburat keluar satu per satu, termasuk Ningsih yang kakinya sempat terjepit di kolong gerbong. \"Ada satu perempuan yang kesulitan berdiri dan minta bantuan untuk digendong. Tapi, saya bilang tidak bisa karena kaki saya juga sakit sekali,\" tutur perempuan yang sehari-hari berdagang pakaian di Tanah Abang tersebut. \"Tapi, syukurlah, perempuan gemuk itu akhirnya juga bisa keluar dengan selamat,\" tambahnya.
Sejumlah petugas lantas membujuk Ningsih untuk ikut ambulans guna dirawat di rumah sakit bersama korban lainnya. Namun, Ningsih menolak. Dia beralasan hanya kaki kirinya keseleo dan tidak perlu pengobatan khusus. Dia memilih menunggu dijemput anaknya sehingga bisa langsung pulang. Di tengah wawancara, janda empat anak itu menerima panggilan telepon dari putri bungsunya.
\"Sudah, sudah, Mama tidak apa-apa, kamu tidak usah nangis. Pikirkan anakmu saja,\" ujarnya. Ningsih menjelaskan bahwa putrinya itu baru saja melahirkan dan khawatir lantaran mengetahui kereta yang ditumpangi ibunya mengalami kecelakaan. Menurut Ningsih, baru kali ini dirinya mengalami kecelakaan saat naik KRL. Selama puluhan tahun menggunakan jasa kereta listrik untuk pergi pulang ke Pasar Tanah Abang tempatnya berjualan pakaian itu, dia belum pernah mengalami musibah seperti kemarin. Meski begitu, Ningsih tidak akan kapok untuk kembali naik KA. \"Transportasi yang murah ya cuma ini (KRL). Saya ini jualan punya orang. Kalau laku diupah, kalau tidak laku, ya tidak dapat apa-apa,\" ujarnya. Sementara itu, isak tangis keluarga pecah begitu melihat kondisi korban tabrakan KRL versus truk tangki Pertamina bergelimpangan di RS dr Suyoto, Bintaro, Jakarta Selatan. Memang, kebanyakan korban selamat, meski beberapa bagian tubuh mereka mengalami luka bakar. Misalnya, Juli Farida Hani, 37, yang mengalami luka bakar di telapak tangan kanan dan pergelangan kaki kiri. Dia sudah mendapat pertolongan pertama dengan krim khusus untuk mensterilkan luka dari infeksi. Celana panjang sebelah kirinya juga terpaksa dipotong hingga selutut agar luka bakar di kakinya tidak menempel di kain celana. Warga Griya Serpong Indah, Tangerang, itu naik KRL 1131 karena hendak pergi ke kawasan Sudirman. Dia berada di gerbong pertama yang dikhususkan untuk penumpang perempuan. \"Ada 50-60 orang di gerbong saya itu. Semua perempuan,\" ujarnya. Menurut Juli, beberapa menit sebelum tabrakan terjadi, pukul 11.05, mendadak masinis memelankan laju kereta. Lalu, disusul AC serta lampu di gerbong wanita tiba-tiba mati. Karena posisi berdirinya cukup dekat dengan gerbong masinis, Juli sempat bertanya kepada masinis. \"Pak, kok jalannya pelan? Terus, AC sama lampunya kenapa mati?\" kata Juli menirukan ucapannya kepada masinis. Tetapi, setelah dia menanyakan itu, AC dan lampu di gerbong kembali menyala. Sepuluh menit setelah lampu mati dan hidup lagi, KRL mengerem mendadak disertai suara dentuman benda keras bertumbukan. Rupanya, moncong kereta komuter itu menabrak tangki Pertamina yang melintang di pintu lintasan KA Bintaro. Dalam sekejap, kepanikan terjadi. Para penumpang pun menjerit-jerit histeris. Beberapa meneriakkan takbir, \"Allahu Akbar\". Saat itu, lanjut Juli, asap hitam memenuhi dalam gerbong. Dia tidak bisa bergerak sama sekali karena tertimpa badan penumpang lain yang jatuh bertumpukan. Bahkan, dia sempat mendengar ledakan dari arah depan. Mungkin di bagian lokomotif. \"Saya enggak bisa berbuat apa-apa. Di situ, saya pasrah saja sama Allah sambil terus berdoa,\" ucap Juli dengan mata sembap. Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba Juli mendengar bisikan yang menyuruh dirinya untuk keluar lewat jendela yang kacanya sudah pecah. Tanpa berpikir panjang, dengan sekuat tenaga Juli menyibak tubuh para penumpang di atasnya dan merangkak menuju jendela tersebut. \"Saya langsung keluar lewat lubang (jendela) itu. Alhamdulillah, para penumpang lain mengikuti saya,\" ungkapnya. Setelah berada di luar dengan luka bakar di tangan dan kaki, Juli kembali mendengar ledakan. Tapi, suara itu tidak sekeras ledakan pertama. Dia langsung berteriak meminta tolong kepada warga. \"Warga berdatangan dan menolong kami. Kami lalu dibawa ke sini (RS dr Suyoto, Red) untuk diobati. Lukanya tidak terlalu parah sih. Saya langsung dibolehkan pulang,\" jelasnya. Cerita Rosmaliah, 32, tidak jauh berbeda. Hanya, dia saat itu membawa serta empat anaknya yang masih kecil-kecil. Bahkan, yang paling kecil berada dalam gendongan saat kecelakaan terjadi. Rosmaliah naik KRL 1131 untuk mengantar anaknya sekolah di SDN Jatibaru 02 Tanah Abang dan menghadiri sosialisasi Kartu Jakarta Pintar (KJP). Saat tabrakan terjadi, tubuh Rosmaliah beserta anaknya terguncang dan jatuh ke lantai. Begitu pula tiga anaknya yang lain. Anak-anak Rosmaliah pun menjerit-jerit ketakutan. Namun, begitu tahu ada jendela yang pecah dan bisa dipakai keluar, Rosmaliah langsung membawa anaknya yang di gendongan untuk diserahkan kepada warga di luar gerbong. Dia lalu ganti menyelamatkan tiga anaknya yang lain. \"Alhamdulillah, saya hanya luka gores. Seluruh anak saya selamat dan tidak terluka sama sekali,\" ucap warga Kampung Gedong, Tangerang Selatan, tersebut. (*/c5/ari)