BENGKULU, BE - Persidangan panjang Em (38) atau yang dikenal dengan sebutan \"Bu RT\" menemui babak akhir. Pasalnya, kemarin (3/12), majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu menjatuhkan hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp 60 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Majelis hakim yang diketuai Wahid Usman SH dengan anggota Samsul Arief SH serta Rendra Yozar SH (pengganti) menyatakan perbuatan terdakwa terbukti telah melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur seperti diatur dalam Pasal 81 Ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yordan SH yang mengganjarnya 12 tahun penjara.
Disebutkan majelis hakim hal yang memberatkan terdakwa, perbuataannya telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Sedangkan yang meringankan terdakwa mengakui perbuataannya di persidangan dan masih memiliki tanggungan anak yang masih kecil.
Diketahui terdakwa berhubungan badan dengan anak di bawah umur yang tinggal tak jauh dari tempat tinggalnya. Korbannya 7 orang; DM (14), Rc (14), Cc (17), Ed (14), Dy (16) Tf (16), dan Aw (17). Dua orang di antaranya Dm dan Rc diketahui merupakan saudara sepupu. Kasus ini terkuak ketika salah seorang dari orang tua korban melaporkan terdakwa ke pihak kepolisian pada April silam.
Sekalipun lebih ringan dari tuntutan jaksa, terdakwa merasa hukumannya tersebut terlalu berat. Telebih lagi terdakwa mengakui ketiga anak perempuannya yang masih di bawah umur sangat membutukan dirinya sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga saat ini. Sebab, suaminya telah tiada.
Pengacara terdakwa Heni Anggraeni SH MH menegaskan keberatan dengan putusan tersebut. Ia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan hasil visum dari RSJKO Suprapto Bengkulu yang menunjukkan ada gangguan jiwa kejiwaan yang dialami terdakwa. Semestinya kasus tersebut tidak dapat diproses hukum.\"Yang jelas kita keberatan sebab hasil visum tidak diperhatikan majelis hakim. Saat ini kita masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak,\" jelasnya.
Sementara itu, JPU Yordan SH belum bisa bersikap atas putusan majelis hakim tersebut. Ia menegaskan akan berkoordinasi dengan atasannya terkait putusan tersebut.\"Kita pikir-pikir untuk berkoordinasi dan mempelajari vonis itu,\" ucapnya.
Lupa Bacakan Denda
Ada insiden kecil yang terjadi saat majelis hakim membacakan surat putusan terhadap terdakwa pencabulan tersebut. Dalam pembacaan ketua majelis hakim tidak langsung membacakan hukum denda Rp 60 juta kepada terdakwa. Majelis hakim hanya menyatakan terdakwa dihukum 8 tahun penjara kemudian langsung ketuk palu.
Terdakwa yang terus menerus menangis kemudian dipersilahkan majelis hakim untuk berkompromi dengan penasihat hukumnya Heni Anggraeni SH MH dan rekan untuk menentukan sikap atas putusan majelis hakim.\"Maaf tadi lupa, terdakwa juga dikenakan denda Rp 60 juta dan subsider 3 bulan penjara,\" sebut ketua majelis hakim.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Hukum Univesitas Bengkulu Prof. DR Juanda SH MH mengatakan hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Sebab, hal tersebut adalah perkerjaan sehari-hari hakim tentunya tidak boleh sampai ada kelalaian yang dilakukan dalam menjalanikan tugas tersebut.\"Kalau hakimnya masih baru, mungkin saja terjadi. Tetapi sepengetahuan saya ini baru pertama kali terjadi,\" jelasnya.
Profesor hukum ini mempertanyakan tingkat profesonalisme majelis hakim yang menyidangkan mantan ibu RT 16 RW 3 Kelurahan Bentiring Kecamatan Muara Bangkahulu tersebut. Sebab menurutnya, kelalai tersebut merupakan kesalahn fatal bagi seorang majelis hakim. Kondisi demikian menunjukkan ada ketidakseriusan dari majelis hakim. Sehingga Prof Juanda menyatakan penasihat hukum terdakwa dapat melaporkan perkara kelalain tersebut ke Majelis Kehormatan Hakim. \"Patut dipertanyakan tingkat profesionalisme hakim tersebut. Hal yang dikerjanya sehari-hari saja ia masih dapat melakukan kesalahan,\" terangnya.(320)