Akil Hanya Dicopot Sementara

Minggu 06-10-2013,13:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Akil Mochtar telah resmi diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Pemberhentian ini disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (5/10). \"Hari ini (kemarin), saat ini, dengan kewenangan yang saya miliki, saya memberhentikan sementara Ketua MK Akil Mochtar,\" kata Presiden SBY saat memberikan keterangan pers di kantornya, Istana Kepresidenan, Jakarta. Akil diberhentikan lantaran telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus suap oleh KPK. Saat ini, Akil tengah mendekam di Rutan KPK.

Siapkan Perppu Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY), Sabtu (5/10), menggelar pertemuan dengan pimpinan MPR, DPD, DPR, MA, KY dan BPK. Pertemuan membahas langkah-langkah untuk menyelamatkan integritas Mahkamah Konstitusi (MK) pasca ditangkapnya Akil Mochtar atas dugaan penerimaan suap. Pertemuan itu berhasil menyepakati lima hal terkait kondisi MK saat ini. \"Saya beri judul agenda dan langkah-langkah penyelamatan MK. Itu merupakan pandangan dan pemikiran saya bersama kepala lembaga negara yang hadir saat ini,\" ujar Presiden. Butir pertama kesepakatan adalah merekomendasikan kepada MK agar segera mengambil langkah-langkah untuk mencegah munculnya penyimpangan baru. Termasuk menunda persidangan-persidangan jangka pendek jika dirasa perlu. Butir kedua, meminta KPK untuk bekerja lebih cepat dan konklusif dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan Akil Mochtar. Terutama dalam memastikan jajaran MK yang lain bersih dari penyimpangan. \"Hal ini penting agar trust kepada MK bisa pulih kembali,\" ucap Presiden SBY. Butir ketiga, lanjut SBY, pemerintah akan menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) mengenai persyaratan, aturan dan seleksi hakim MK. Perppu baru ini bertujuan meredam kepentingan politik dalam proses pemilihan hakim MK. Butir keempat, disepakati bahwa perppu tersebut juga perlu mengatur pengawasan proses peradilan di MK. Pengawasan tersebut, lanjut SBY, akan dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY). Sementara poin terakhir dari kesepakatan itu adalah rekomendasi agar BPK melakukan audit terhadap MK. Audit ini dilakukan untuk melengkapi audit internal yang tengah dilakukan oleh MK sendiri. \"Kami merasa perlu dilakukan audit eksternal yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang melakukan hal itu,\" ujar SBY. Lebih lanjut SBY menegaskan, lima butir kesepakatan ini dibuat demi menyelamatkan MK. Ia juga berharap berbagai usulan yang telah disepakati tidak disalahartikan sebagai usaha untuk melemahkan MK. \"UU yang mengatur presiden pun setiap saat bisa diperbaiki, termasuk DPR, MPR. Karena itu, tidak boleh ada dogma di negeri ini, lembaga di negeri ini tidak boleh diutak-atik. Kalau itu terjadi, lembaga di negeri ini tidak sehat,\" pungkasnya.

Duga untuk Hilangkan Stres Sementara itu Mantan hakim konstitusi, Laica Marzuki, mengaku merasa terpukul dengan penangkapan atas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar karena dugaan suap. Laica menilai kasus Akil telah menghancurkan kepercayaan masyarakat selama ini terhadap keberadaan MK. \"Saya langsung menangis ketika melihat di televisi ada berita penangkapan Pak Akil. Saya dan hakim pertama MK yang lain sudah berupaya membangun harkat dan marwah MK, langsung hancur itu semua di mata mayarakat,\" ucap Laica usai menghadiri sebuah diskusi di JW Luwansa Hotel Jakarta. Sabtu (5/10). Laica mengakui godaan terhadap hakim MK memang besar. Apalagi sejak MK menangani sengketa Pemilukada. \"Selalu ada godaan. Saya dulu juga pernah ditawari. Tapi alhamdulillah tak tergoda,\" katanya. Namun, perasaan hancur Laica bertambah ketika KPK juga menemukan narkoba dan obat kuat di ruangan kerja Akil. Lebih lanjut Laica mengatakan, beban kerja hakim MK memang berat. Laica pun hanya bisa menduga narkoba dan obat kuat di ruang kerja Akil untuk penenang dan menjaga stamina. Meski demikian Laica tetap mengaku heran dengan adanya narkoba dan obat kual di ruang kerja Akil. \"Memang beban kerjanya berat. Tapi tentu tidak semestinya menggunakan obat. Saya dulu juga di MK tidak perlu seperti itu. Lebih lanjut guru besar ilmu hukum di Universitas HAsanuddin Makassar itu hanya bisa berharap masyarakat tetap percaya dengan MK. \"Tidak semua hakim MK seperti itu (Akil, red),\" pungkasnya.(**)

Tags :
Kategori :

Terkait