Tersangka 2 Kasus Korupsi Sekaligus

Jumat 04-10-2013,14:45 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebagai tersangka korupsi. KPK menjerat Akil sebagai tersangka korupsi dalam dua kasus sekaligus, yakni suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas dan Pilkada Lebak. Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di KPK, Kamis (3/10) sore menjelaskan, dari hasil gelar perkara pada pukul 11 siang tadi disimpulkan bahwa sudah ada cukup bukti untuk meningkatkan kasus hasil tangkap tangan itu ke tingkat penyidikan, dengan diikuti penetapan tersangkanya. \"Sudah ada pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka,\" ucap Abraham. Disebutkannya, untuk kasus suap Pilkada Gunung Mas, Akil menjadi tersangka penerima suap. Jerat untuk Akil adalah pasal 12 c UU Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Selain Akil, tersangka yang juga diduga sebagai penerima suap adalah CN. Dalam kasus itu, pihak yang disangka sebagai pemberi suap adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Chairunnisa dan Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih. Keduanya disangka melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Barang bukti dalam kasus suap Pilkada Gunung Mas adalah uang dalam bentuk dolar Singapura (SGD). \"Kalau dirupiahkan nilainya sekitar Rp 3 miliar,\" ucap Abraham. Sedangkan dalam kasus suap Pilkada Lebak, Akil kembali menjadi tersangka penerima suap. Dalam kasus Lebak, Akil menjadi tersangka suap bersama seseorang berinisial STA. Sedangkan tersangka pemberi suapnya adalah TCW. Inisial itu merujuk pada nama Tubagus Chairy Wardana, adik Gubernur Banten, Ratu Atut. Barang buktinya adalah uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. \"Barang buktinya dalam travel bag. Jumlahnya Rp 1 miliar,\" ucap Abraham. Selanjutnya, KPK langsung melakukan penahanan terhadap para tersangka. \"Tersangka ditahan di Rutan KPK,\" kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Bambang juga mengatakan Ketua MK Akil Mochtar masih menyangkal terlibat dalam suap. Tapi Bambang tak ambil pusing terhadap tingkah Akil. \"Sejauh ini AM menyangkal, tapi wajar seorang tersangka menggunakan hak ingkar, biasa saja,\" katanya. Menurut Bambang, proses penyidikan sedang berjalan, jadi semuanya masih bisa berubah. \"Tapi memang, tadi malam sampai tadi pagi AM belum terbuka,\" kata Bambang. Ia juga mengatakan penyidik lembaganya mengerahkan semua kemampuan untuk menemukan alat bukti lain. Tapi Bambang enggan mengiyakan saat ditanya soal adanya bukti rekaman. \"Pokoknya semua kemampuan dikerahkan,\" kata dia.

Presiden Ikut Marah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengaku sudah mengetahui kabar penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu malam (2/10). Dia mengaku mengetahuinya setelah disampaikan KPK dan Mensesneg Sudi Silalahi. Setelah mengetahui peristiwa itu, Presiden langsung menghubungi Mendagri Gamawan Fauzi dan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang. \"Kita semua tentu terkejut dengan peristiwa itu. Saya telah berbicara juga dengan Mendagri dan Gubernur Teras Narang untuk mendapatkan informasi lebih jelas. Ini berkaitan dengan demokrasi karena berhubungan dengan kasus pilkada,\" ujar Presiden dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis, (3/10). Presiden mengaku juga merasakan kemarahan dan keterkejutan masyarakat atas dugaan keterlibatan pemimpin lembaga hukum seperti Akil. Apalagi, tuturnya, MK selama ini adalah lembaga yang dihormati dan dijunjung tinggi karena wewenangnya. Presiden mengatakan, seharusnya MK bisa menjaga kredibilitasnya selama ini. Hakim, kata dia, seharusnya bersikap adil dan tidak main-main dengan politik. Tersirat dari pernyataan ini, Presiden menyimpan penyesalan karena seorang Ketua MK bisa terjerat kasus korupsi. \"Betapa kuatnya dan menentukan lembaga ini dalam banyak hal. Hakim MK, sebagaimana hakim di pengadilan dituntut memiliki integritas dan memiliki kapasitas untuk memutus suatu sengketa dengan benar dan tepat. Hakim tidak main-main dengan politik, tidak main-main dengan uang untuk sebuah kebenaran. Berat tugas seorang hakim manapun,\" kata Presiden. Ia meminta kasus Akil menjadi pelajaran bagi semua, terutama hakim agar tidak terpengaruh dengan kepentingan politik.

Diincar Lebih dari Dua Tahun Ternyata, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sudah lama menjadi incaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejak kasus dugaan penyuapan pada Hakim MK yang dilontarkan pakar tata negara Refly Harun, terkait dengan Bupati Simalungun (Sumatera Utara) 2,5 tahun lalu, sudah terdengar kabar bahwa Akil Mochtar menjadi salah seorang Hakim MK yang diincar. Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR RI, Martin Hutabarat. Martin menambahkan, banyaknya pengaduan dari pihak yang berperkara ke DPR atas dugaan terjadinya transaksi di MK dalam pengambilan putusan mengenai sengketa-sengketa pemilukada telah lama menjadi keprihatinan publik. \"Ini salah satu alasan penyebab munculnya keinginan sebagian anggota DPR agar sengketa pemilukada tidak lagi ditangani KPK. Tapi diserahkan pada Peradilan khusus di bawah Mahkamah Agung,\" ujarnya. Ia kira, KPK sudah lama menyoroti praktik tak terpuji dalam pengambilan putusan di MK ini. Hanya karena MK ini adalah lembaga terhormat yang sangat tinggi kedudukannya, KPK sangat berhati-hati melakukan penindakan. KPK takut terulang kejadian seperti tujuh tahun lalu di mana pimpinan MA lolos dari penangkapan KPK hanya karena kurang hati-hati. Begitu juga putusan mengenai sengketa pemilu, yang terkait dengan bekas anggota KPU, Andi Nurpati (kini politisi Partai Demokrat), memunculkan kecurigaan adanya mafia di MK. \"Karena itu berkaca pada kejadian penangkapan Ketua MK ini, ada baiknya dilakukan pengawasan kepada MK agar lembaga terhormat ini tidak sampai menimbulkan rasa ketidakpuasan yang luas di masyarakat hanya karena maraknya praktik penyuapan seperti terbukti dengan penangkapan Ketua MK,\" saran Martin.

Pengurus MUI Pusat Chairun Nisa, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar yang ditangkap KPK tadi malam, ternyata juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Informasi yang diperoleh koran ini, dia menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum MUI Pusat periode 2010-2015. Saat dikonfirmasi, Ketua MUI KH Maruf Amin membenarkan salah satu akil Bendahara Umum MUI bernama Chairun Nisa. Namun, dia belum mendapat konfirmasi apakah orang dimaksud itu adalah wanita yang ditangkap KPK bersama Ketua MK Akil Mochtar karena tersangkut suap sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. \"Di MUI ada Wakil Bendahara namanya Chairun Nisa. Dia itu anggota DPR. Apakah (yang ditangkap KPK) itu Wakil Bendahara (MUI), saya belum memperoleh semacam kepastian,\" ujar Maruf. Kiai Maruf mengakui, bahwa pengurus MUI Pusat berasal dari beragam latar belakang. Tak hanya politikus, juga ada dari kalangan pengusaha. \"Kalau seandainya betul (yang ditangkap pengurus MUI), itu tidak ada kaitan dengan ke-MUI-an. Kalau tugasnya tidak ada hubungan dengan MUI, kita mau bilang apa. Kan kita tidak bisa tahu persis semuanya,\" ujarnya. Meski begitu, MUI akan merapatkannya terlebih dahulu untuk menentukan sikap seandainya sudah mendapat kejelasan bahwa Choirun Nisa yang ditangkap KPK itu adalah pengurus MUI. \"Apalagi ini pertama kali (pengurus MUI ditangkap). Belum ada presedennya. Makanya nanti kita rapatkan,\" tegasnya. Apa tanggapan Anda kalau betul Chairun Nisa yang ditangkap KPK itu pengurus MUI? \"Saya sangat prihatin. Bukan hanya karena pengurus MUI, tapi juga sebagai anggota DPR. Apalagi dia MUI juga,\" jawabnya. Informasi yang dihimpun, Chairun Nisa adalah wanita kelahiran Solo pada 27 Desember 1958. Daerah pemilihannya Kalimantan Tengah karena suaminya berasal dari Palangkaraya. Chairun Nisa memperoleh gelar sarjana dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sementara untuk program magister dan doktor masing-masing, ia tempuh di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta. Selama kuliah, politikus Golkar ini aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).(**)

Tak Ingin MK Dihancurkan

Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar tak ingin Mahkamah Konstitusi (MK) disudutkan hanya karena kasus penangkapan Akil Mochtar yang diduga menerima duit mendekati nilai Rp 4 miliar. Alasannya, kasus seperti ini tidak menutup kemungkinan terjadi kepada lembaga tinggi lainnya.

\"Jangan dengan kasus ini lantas meghancurkan MK. Kasus seperti ini bisa saja terjadi di manapun di semua lembaga negara,\" kata Patrialis saat menggelar konferensi pers bersama Pimpinan KPK di Jakarta Selatan, Jumat (3/10).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka korupsi. KPK menjerat Akil sebagai tersangka korupsi dalam dua kasus sekaligus, yakni suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas dan Pilkada Lebak.

Patrialis mengatakan kasus yang menimpa Akil bisa saja terjadi pula di lembaga tinggi lainnya. Makanya kata dia, tak elok bila hanya dengan kasus ini para hakim dipersepsikan kelakuannya sama.

Jangankan di MK kata dia, di KPK pun bisa terjadi suap. \"Bahkan di KPK pun bisa terjadi seperti itu,\" katanya.

Untuk itu, mantan Menteri Hukum dan Ham itu juga meminta kepada masyarakat untuk tidak apatis dengan keberadaan MK. Patrialis meminta agar masyarakat yang menuntut keadilan tetap optimis dengan lembaga peradilan yang bersih. (awa/jpnn)

Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar berjanji tidak akan menghalangi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus dugaan suap yang mendekati senilai Rp 3 Miliar dengan tersangka Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Sekretariat Jenderal (Setjen) MK secara terbuka akan memberikan akses kepada lembaga antirasuah itu.

\"Pada prinsipnya MK menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. MK akan membuka akses sebesar-sebesarnya dan membantu terutama di Sekretariat MK,\" kata Patrialis saat menggelar jumpa pers bersama dengan pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/10).

Patrialis menjelaskan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Akil merupakan pembelajaran berharga. Tidak hanya bagi para hakim, pengawai tapi juga orang-orang yang berperkara di MK.

\"Apa yang dilakukan KPK ini menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi di negara kita ini jalan,\" ucapnya.

Untuk status Akil sendiri selaku ketua MK akan diputuskan oleh Majelis Kehormatan yang akan segera dibentuk. Kata Patrialis, Majelis Kehormatan MK ini di awali dengan pertemuan dengan seluruh mantan hakim MK yang akan digelar di Gedung MK, Jumat (3/10) malam. (awa/jpnn)

 

Tags :
Kategori :

Terkait