Pengembalian Uang PT BM Sebatas Janji

Jumat 27-09-2013,15:30 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, BE - Kondisi keuangan PT Bengkulu Mandiri (BM) kritis. Tak hanya telilit pinjaman kerjasama Rp 10 miliar yang tak kembali, tapi juga 2 tahun terakhir BUMD milik Pemprov Bengkulu itu terus mengalami kerugian. Bahkan untuk membayar gaji karyawan saja kesulitan. Nyaris, semua unit usaha yang dibangun tidak menghasilkan laba. Demikian diungkapkan Plt Direktur Utama PT BM, Dr Effed Darta Hadi SE MBA saat ditemui BE, kemarin, (26/9). \"Sebenarnya selain dengan masalah (pinjaman) tersebut, PT BM juga sudah merugi selama 2 tahun terakhir,\" ungkap dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu itu. Effed mengaku baru ditunjuk Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah MPd sebagai Plt Dirut PT BM sejak Juli lalu. Penunjukan itu dilakukan setelah Gubernur Bengkulu mengetahui kondisi PT BM sudah tidak sehat lagi. Padahal gubernur berharap PT BM mampu berkontribusi menambah pendapatan asli daerah (PAD) bagi Provinsi Bengkulu. \"Pengangkatan saya juga atas rekomendasi dari Dekan Fakultas Ekonomi Bengkulu. Selain saya, Pak Gubernur juga menunjuk Asisten III Herry Syahriar sebagai Plt Komisaris,\" terangnya. Menurutnya penunjukan pelaksana tugas bertujuan untuk mencari direksi baru. Hanya saja, setelah dirinya masuk ke PT BM, banyak sekali permasalah salah satunya persoalan utang. Makanya terlebih dahulu perlu mengembalikan uang perusahaan yang telah dipinjam tersebut. \"Percuma saja kita membentuk direksi baru jika tidak ada modal, karena mereka tidak akan bisa bekerja,\" tambahnya. Adanya masalah pinjaman pihak ketiga yang nilainya mencapai Rp 10 miliar itu telah diketahuinya. Hanya saja, ia enggan mengungkapnya ke publik.\"Kita berupaya menyelesaikannya,\" ucapnya lagi. Diketahui ada lima perusahaan yang terungkap ke publik meminjam modal dari PT Bengkulu Mandiri. Di antaranya  CV Sinar Makmur milik Aliang Rp 4 miliar, Wedika Hotel milik Ade Tarigan  Rp 2 miliar,  Pemilik Hotel Bidadari sedang diproses di pengadilan Rp 1 miliar, sisanya dipinjamkan ke Pengembang Perumahan Taman Indah,  dan CV Rimbun Jaya milik Alex. Dari temuan itu Effed juga menegaskan situasi terkini belum ada satu pun yang peminjam uang PT BM yang telah mengembalikan. Bahkan terkesan sangat alot untuk meminta para peminjam untuk mengembalikan uang PT BM.\"Belum ada sama sekali yang mengembalikan. Sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan para pemilik utang, mereka masih sekadar berjanji akan mengembalikan dalam waktu dekat. Hanya Alex pemilik CV Rimbun Jaya yang meminjam Rp 1 miliar yang berkomitmen akan mengembalikan uang tersebut dalam waktu 3 bulan dengan kesepakatan di atas materai,\" ujarnya. Pernyataan Effed ini seakan membantah pengakuan dari para peminjam. Salah satunya  pemilik Wedika Hotel, Ade Tarigan, mengatakan kepada BE jika uang tersebut sebagian sudah dibayarnya. Pun begitu, Effed tetap optimis PT BM masih memilih harapan untuk dikembangkan. Sekalipun dalam kondisi sulit, PT BM, kata dia, telah mulai ada perbaikan. Seperti usaha advertisingnya sudah mulai bergerak dan selama ini yang menjadi penopang PT BM adalah usaha batu andesit. \"Kita akan segera melakasankan proses pembentukan direksi yang baru dalam waktu dekat ini. Harapannya direksi nanti adalah orang-orang yang berkomitmen untuk memajukan PT BM,\" pungkasnya mengingatkan agar pemilik saham  tidak lagi dijadikan sebagai tempat parkir para pejabat yang pensiun. Klaim Sisa Utang Rp 600 juta   General Manajer Hotel Bidadari Hariantoni mengakui adanya pinjaman dari PT BM. Hanya saja pinjaman  itu bukanlah macet tidak dibayarkan seperti yang diberitakan, melainkan disebabkan  kontrak kerjasama diputuskan sepihak oleh  PT BM. Dibeberkan Toni,  kucuran anggaran Rp 1 miliar dari PT BM ke Hotel Bidadari dilakukan pada saat dipimpin almarhum Aswan. Saat itu kerjasama dilakukan dan disetujui oleh wakil PT BM diduga tidak diketahui  pimpinan PT BM. HM Djamil. Kondisi ini dinilai menyalahi aturan sehingga kerjasama itu diputuskan sepihak PT BM. Saat anggaran itu telah dikucurkan, Hotel Bidadari harus menyetor  setiap hari sebesar Rp 800 ribu atau satu bulannya mencapai bisa mencapai Rp 10 juta. Besaran biaya itu langsung disetor ke PT BM yang menugaskan karyawannya untuk mengambil langsung ke hotel. Berkas pembayaran itu, terang dia,  masih ada buktinya. Karena sudah berjalan lama jika ditotalkan anggaran yang dikembalikan itu mencapai 400 juta. Karena kontrak dibatalkan dan saat ini diadukan ke Pengadilan Negeri. Hotel Bidadari tidak mau membayar sisa dana itu. \"Proses pengadilan telah  menjalani dua kali sidang, dan kita menyerahkan perkara ini ke pengadilan,\" kata Toni. Lalu apakah ada anggunan, ditanya soal ini Hariantoni mengaku tak tahu persis. Hanya saja pinjaman itu tidak diketahui  istri peminjam,  layaknya kerjasama  dalam perbankan. Sementara itu pengelolaan lapangan golf  yang dikelola PT BM belum bisa dijawab Safuan Haris selaku  koordinator pengelola. Petinggi pengelola lapangan golf itu saat ini tengah berada di luar kota dan tengah menjalani  operasi pita suara  di Jakarta.  \"Bapak sekarang lagi operasi pita suara di Jakarta, dan sejak 3 September lalu, beliau belum masuk kerja, \" ungkap salah seorang  stafnya Yuni diamini dua rekanya. Staf ini mengaku tak tahu persis persoalan yang berkembang di media saat ini. Hanya saja   pengelolaan anggaran dari hasil sewa lapangan golf selalu disetor dan dievaluasi  baik mingguan hingga bulanan.  \"Setiap minggu hasil sewa lapangan kita laporkan dan disetorkan,\" katanya tanpa menyebutkan kisaran  anggaran yang diperoleh. Dana itu memang tidak semua harus dibayarkan karena sebagian digunakan untuk membayar gaji 20  karyawan lepas, dan 3 karyawan  tetap. Rawan Pencucian Uang Wakil Gubernur, Sultan Bahktiar Najamudin, kembali mengungkapkan keprihatinannya terhadap  PT BM. Pihaknya, segera akan memanggil managemen BUMD, untuk mengetahui secara detil lagi kondisi keuangan perusahaan milik daerah tersebut. \"Ini bagian dari fungsi pengawasan saya. Perlu dievaluasi dulu, karena saya juga belum ketemu direksi. Katanya ada yang baru dan ada yang lama,\" ujar adik kandung Agusrin M Najamudin itu. Sehingga, menurut Sultan, dirinya perlu banyak mengetahui kondisi sebenarnya PT BM ini. Saat ini, dia baru mendapatkan laporan secara lisan, terkait kondisi PT BM yang sangat kritis. \"Perkembangan terakhirnya saya belum tahu. Saya baru dapat laporan kondisinya sangat parah. Dan saya pikir laporan itu sangat benar,\" jelasnya. Dia tidak habis pikirnya, sebuah perusahaan yang mendapatkan suntikan dana dari APBD, menjalankan  usaha dengan \"ternak uang\". Padahal, BUMD seharusnya memiliki bisnis yang besar. \"Harusnya perlu dianalisis, bisa atau tidak pihak ketiga mendapatkan pinjaman. Harusnya pengamannya harus jelas, paling tidak perlu agunan yang nilainya 2 kali lipat, dari uang yang dipinjamkan atau dikerjasamakan,\" katanya. Sehingga ketika pihak ketiga tidak melaksanakan kewajibannya, maka eksekusi terhadap jaminan tersebut bisa dilaksanakan. \"Tinggal dilelang jaminannya. Kalau tidak ada pengamannya, bagaimana mau menagih,\" kata Sultan. Ditambahkannya, dalam berbisnis sekelas BUMD tersebut harusnya melipat gandakan modal. Sebab modal yang disuntikan oleh APBD sangat besar. \"Kalau \'ternak uang\' itu tidak pantas. Terlebih tidak jelas mekanisme yang dijalankan,\" tegasnya. Sultan mengatakan, perlunya membenahi terlebih dahulu, PT BM tersebut. Sehingga perusahaan yang sudah sekarat itu perlu diperbaiki lagi. \"Dalam waktu dekat ini lah, kita akan memanggil semua direksi,\" katanya. Anggota Komisi II DPRD Provinsi Siswadi SP, sudah melaporkan lepada Ketua Komisi, agar menjadwalkan pemanggilan terhadap Biro Ekonomi Setda Pemprov Bengkulu, dan Managemen PT Bengkulu Mandiri (PT BM). Dia mengatakan, terkait dengan kebijakan kerjasama penyertaan modal dibeberapa pengusaha, harus mendapat perhatian khusus. \"Sebab itu harus segera diaudit oleh pihak berwenang, agar jelas apakah ada kerugian negara atau tidak,\" kata politisi PKS itu. Ditegaskannya lagi, mantan Direktur Utama HM Djamil, yang mengundurkan diri karena maju sebagai calon legislatif 2014, juga harus bertanggung jawab, atas kebijakan melakukan penyerataan modal, sehingga berakhir macet. \"Maka Komisi II sudah mendorong agar PT BM itu melakukan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) menyikapi pengunduran diri dirut (HM Djamil). Pengunduran diri jangan diterima, sebelum dilakukan audit,\" katanya. Siswadi mengatakan, diperlukan juga telaah hukum apakah model kerjasama atau penyertaan modal yang dilakukan oleh PT BM tersebut menyalahi aturan atau tidak. \"Sebab uang yang digunakan itu pemerintah, dari APBD. Sehingga, tidak boleh seenaknya saja. Kalau memang ada kerjasama, kerjasamanya seperti apa. Kalau tidak jelas rawan pencucian uang, \"tegasnya. Dia menambahkan, BUMD seharusnya tidak diberikan kepada orang-orang yang produktifitasnya sudah habis. Seluruh managemen harus diserahkan kepada pihak-pihak profesional. \"Biro Ekonomi harus memperbaiki BUMD ini secepatnya. Perbaiki dulu, baru diserahkan kepada orang profesional, jangan diserahkan dalam kondisi rusak. Sehingga tanggung jawab setiap direktur harus jelas, jika ada penyalahgunaan kewenangan, bisa segera diproses secara hukum,\" katanya.(100/251/247)

Tags :
Kategori :

Terkait