\"Studi sebelumnya menunjukkan video game action dapat mempercepat proses pembuatan keputusan, tapi studi kami menemukan game strategi tertentu bisa meningkatkan kemampuan berpikir kita saat sedang sibuk dan belajar dari kesalahan di masa lalu,\" kata peneliti dari School of Biological and Chemical Sciences, Queen Mary University of London, Dr. Brian Glass, seperti dilansir laman Sciencedaily, Rabu (25/9).
Peneliti telah membuktikannya dengan mengamati 72 wanita yang biasa bermain video games kurang dari dua jam dalam seminggu. Peneliti sendiri mengaku tak dapat menemukan satupun penggemar video game pria yang menghabiskan waktu begitu sedikit bermain video game.
Dua-pertiga diantaranya bermain versi dasar atau kompleks dari game strategi real-time yang bernama Star Craft. Dalam game berkecepatan tinggi ini, pemain diharuskan membuat dan mengatur sekelompok prajurit untuk mengalahkan musuh dalam pertempuran.
Sedangkan sepertiga partisipan lainnya memainkan game simulasi kehidupan yang disebut dengan The Sims yang tidak mengandalkan daya ingat atau kemampuan mengatur taktik dari pemainnya.
Masing-masing partisipan diminta memainkan game-game tersebut selama 40 jam dalam kurun 6 minggu hingga 8 minggu, kemudian menjalani sejumlah tes untuk mengecek fleksibilitas kognitif mereka.
Apa itu fleksibilitas kognitif? Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan berganti dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya serta memunculkan sejumlah gagasan sekaligus pada waktu-waktu tertentu untuk memecahkan beberapa masalah.
Hasilnya partisipan yang bermain Star Craft terbukti dapat menyelesaikan tes fleksibilitas kognitif lebih cepat dan lebih akurat ketimbang mereka yang bermain The Sims.
\"Dari studi ini terlihat bahwa fleksibilitas kognitif bukanlah karakteristik yang statis tapi dapat dilatih dan ditingkatkan kemampuannya menggunakan sarana pembelajaran yang menyenangkan, seperti video game,\" kata Glass lebih lanjut.
Tak hanya itu, dalam laporannya yang dipublikasikan jurnal PLOS ONE, Glass juga menemukan jika partisipan yang memainkan versi video game yang paling kompleks menunjukkan performa terbaik dalam psikotes.
\"Sekarang kami jadi ingin tahu ada apa dengan game ini hingga dapat menyebabkan sejumlah perubahan tersebut, dan apakah kemampuan kognitif ini permanen atau menurun dari waktu ke waktu,\" lanjut Glass.
Bukan tanpa sebab Glass menanyakan kedua aspek tersebut. Menurutnya sekali jawabannya ditemukan, bisa jadi para ilmuwan dapat memanfaatkannya untuk mengembangkan intervensi khusus dalam menghadapi gejala-gejala yang berkaitan dengan gangguan ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) atau korban cedera otak traumatis. (fny/jpnn)