Siang Indah, Malam Mandi Cahaya

Selasa 06-08-2013,14:15 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Keindahan Jembatan Layang Kelok 9 dari Ketinggian Jembatan Layang Kelok Sembilan sudah dibuka untuk dua arah pekan ini jelang Hari Raya Idul Fitri.

Kini jembatan layang itu jadi daya tarik wisata baru bagi para pemudik dan pelintas jalan tersebut. =======================================================================

DIDIK HERIANTO,

Limapuluh Kota, Sumatera Barat ========================================================================

DI Bali ada jalan tol yang berada di tengah laut dan menjadi ikon Pulau Dewata. Indah. Tapi, di Sumatera ada jembatan layang yang dibangun dengan ketinggian ratusan meter dengan panjang 2,5 kilo meter dan diapit dua bukit. Jembatan ini pula kini yang menjadi kebanggan masyrakat Sumbar, sekaligus menghubungkan Jalur Barat dan Pantai Timur Sumatera. Jumat (2/8) kemarin, koran ini berkesempatan melihat langsung keindahan Jembatan Layang tersebut dari ketinggian 150 meter. Menyusuri jalan setapak pada sisi kanan tebing dengan dipandu salah seorang tokoh masyrakat Lubuk Bangku, Jonri Akmal (50), menjadi kenangan tersendiri di Kelok Sembilan yang melegenda itu. Pasalnya, Jalan yang kami susuri tersebut bukanlah jalan umum yang biasa dilewati warga setempat, melainkan jalan yang baru dua kali dilewati oleh pekerja proyek jembatan layang untuk memasang tali saat melakukan pengecoran tebing. Meski awalnya ragu, karena melihat kondisi jalan yang terjal dan didominasi dengan struktur batu yang berlumut, tapi kami tetap melanjutkan perjalanan karena didorong rasa keingintahuan untuk melihat maha karya anak bangsa dari sisi yang berbeda. Hampir 30 menit waktu yang ditempuh untuk mencapai puncak yang pas untuk melihat jembatan layang yang menjadi ikon Sumatera Barat itu. Beberapa kali kami pun  harus terperosok karena salah menempatkan tumpuan kaki dan pegangan. Karena memang kemiringan jalan setapak itu hampir 90 derajat dan sangat terjal, sementara kami tidak menggunakan alat standar keamanan untuk memanjat tebing. Kami hanya mengandalkan insting dan juntaian akar kayu yang menjalar  diantara bebatuan. Uda Jon, sapaan akrab pemandu kami pun beberapa kali mengajak untuk berhenti. ‘’Tunggu kita istirahat dulu, ambil nafas,’’ ucapnya dengan nafas tersengal sengal. Kemudian ia pun memastikan apa jalur yang diambil sudah benar. Setelah diberi aba-aba untuk lanjut, maka kami pun melanjutkan perjalanan. Kami pun berhanti beberapa kali mulai dari ketinggian 80 meter, 110, hingga terakhir pada ketinggian 150 meter. Dalam setiap pemberhentian itu, tak lupa kami abadikan angel terbaik jembatan layang Kelok Sembilan dari ketinggian. Setelah sampai di puncak, rasa penat yang tadi menggelayut dan membuat kaki sulit dilangkahkanpun sirna dalam satu tarikan nafas. Pemandangan yang begitu indah tersaji di depan mata kami. Jembatan Layang yang begitu kokoh dan besar saat kami lihat dari bawah, kini tampak lebih kecil di antara dua bukit yang memiliki sejarah panjang saat perebutan kemerdekaan. Sambil terpana melihat pemandangan yang begitu indah, Da Jon mulai membuka cerita terkait sejarah panjang Kelok Sembilan. Kelok Sembilan kenapa begitu bersejarah menurutnya, karena jalan ini dahulu pada masa penjajahan Belanda merupakan akses satu satunya menuju Riau. Pada sisi atasnya ada jalan yang biasa dilalui pribumi dan dikenal dengan sebutan Jalan Kuda, dimana jalan tersebut  menurutnya saksi sejarah dari perang padri.’’Jadi para pembawa kuda beban dulunya melalui jalan ini, dari Harau sampai kepangkalan Koto Baru,’’ terangnya. Kemudian, yang membuat Kelok Sembilan begitu spesial juga karena jalan tersebut berada di lembah dua bukit. Pada sisi kanan dari arah Pekanbaru, bukit tersebut dapat menembus ke Lembah Harau yang mendunia itu, sementara pada sisi kirinya, dapat tembus hingga ke Lipat Kain, Riau. Pria yang mengaku pernah ikut dalam merintis jalan yang menembuskan Sumbar-Riau via Lipat Kain pada tahun 1996-1999 itu juga menceritakan mengapa sempat ada perubahan desain jembatan layang yang sebelumnya dibuat sangat pintas, kemudian dilambungkan hingga membentuk kembali sembilan kelokan.’’Kami masyarakat sini meminta agar nama Kelok Sembilan ini tetap dipertahankan, supaya anak cucu kami tidak kehilangan tilas sejarahnya,’’ ucapnya seraya menghitung ulang kelokan tersebut dari ketinggian. Wajar memang jika jembatan layang Kelok Sembilan begitu menjadi kebanggaan, di samping nilai sejarahnya yang begitu tinggi. Jalan tersebut juga merupakan mega proyek yang dibangun di tiga zaman presiden yang berbeda. Mulai dari zaman Presiden Gus Dur sebagai penggagas hingga Presiden SBY, jembatan tersebut akhirnya rampung dibangun. Maka tidak heran jika para pengguna jalan tidak ingin melewatkan momen untuk mengabadikan kemegahan jembatan yang terletak di Kabupaten 50 Koto itu.(**)

Tags :
Kategori :

Terkait