Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bengkulu Deva P Musriadi mengatakan, tindakan kekerasan apapun bentuknya tidak dibenarkan. PWI mengutuk kekerasan atas sejumlah wartawan di Pekanbaru Riau oleh oknum TNI AU, tersebut.
\"Seluruh insan pers Bengkulu mengutuk aksi penganiayaan oleh oknum TNI AU terhadap sejumlah wartawan yang melakukan tugas peliputan,\" ujarnya saat berorasi.
Ia mengatakan pers adalah alat kontrol di Indonesia. Menghalang-halangi kegiatan peliputan berita sebagai tindaka yang melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Sebab, itu PWI Bengkulu meminta agar panglima TNI memecat oknum TNI AU yang melakukan perampasan kamera dan melakukan kekerasan terhadap wartawan.
\"Kami juga meminta agar DPRD Provinsi Bengkulu mengirimkan surat rekomendasi memecat oknum TNI tersebut,\" katanya.
Ditambahkan Ketua Bidang Advokasi PWI Bengkulu Zacki Antoni, kekerasan yang terjadi di Riau sangat memprihatinkan. Wartawan adalah satu, sehingga di Bengkulu juga melakukan aksi solidaritas. Sebab, tidak menutup kemungkinan kejadian serupa bisa terjadi di Bengkulu.
\"Kita mengecam keras, cara premanisme yang dilakukan oleh oknum Perwira TNI AU,\" tegasnya. Ia mengatakan, kekerasan tersebut sudah tidak jamannya lagi.
\"Sangat ironis, kekerasan menunjukan TNI kembali pada era orde baru. Padahal, kemerdekaan pers adalah sebagai hak asasi warga negara,\" tegasnya. Tanpa kemerdekaan pers, lanjutnya bangsa Indonesia ini akan menjadi gelap. \"Hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi terabaikan. Karena, semua tidak boleh terekspos, maka bangsa kita bisa menjadi bangsa barbar,\" tegasnya.
Pers adalah alat kontrol untuk mengawasi 3 pilar, eksekutif, legislatif dan Yudikatif. Sedangkan pers sendiri dikontrol oleh masyarakat. Sikap, premanisme terhadap warganya sendiri tidak boleh dilanjutkan. \"Karena itu, PWI Bengkulu menuntut panglima TNI agar menindak tegas oknum perwira TNI AU bergaya premanisme,\" tegasnya.
Koordinator Lapangan Aksi, Syapran Ansysri mengatakan, panglima TNI tidak cukup dengan meminta maaf. Ia mengatakan, alasan-alasan yang diungkapkan panglima TNI tidak masuk akal, kekerasan tersebut untuk mengamankan wartawan dari bahaya pesawat yang berbakar. Sebab, ditempat tersebut banyak anak-anak yang seharusnya diamankan terlebih dahulu. \"TNI harusnya tidak melakukan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri.
Bilang memang ingin melakukan kekerasan, dilakukan terhadap bangsa-bangsa lain yang menyerobot batas wilayah Indonesia, karena sudah mengganggu kedaulatan bangsa,\" katanya.
Anggota DPRD dari Fraksi Raflesia Bersatu Herliardo mengatakan prihatin dan mengecam tindakan aparat negara terhadap wartawan yang tengah bertugas. \"Kami setuju itu diusut secara tuntas dan copot perwira yang melakukan penganiayaan,\" katanya.
Anggota DPRD dari Fraksi PKS, Septi Yuslinah juga mendukung PWI untuk menyampaikan surat pernyataan kepada Mabes TNI agar mengambil tindakan tegas terhadap aparat yang menyalahgunakan wewenangnya. Aksi solidaritas insan pers Bengkulu berlangsung di dua lokasi yakni Makorem 041 Garuda Emas (Gamas) dan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu.
Dalam aksi tersebut, wartawan melakukan aksi jalan mundur, sebagai bentuk keprihatinan terhadap tindakan oknum TNI.
Jalan mundur tersebut sebagai aksi simbolis, bahwa TNI mengalami kemunduran atau kembali pada zaman orde baru. (100)