JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan tindakan kekerasan fisik, tawuran dan semacamnya dalam menyelesaikan persoalan di kalangan pelajar dan mahasiswa harus dihentikan. Tindakan seperti itu menurutnya tidak bisa didorong, dibiarkan dan dianggap biasa.
\"Kita tidak sepakat dengan pembiaran dan memfasilitasi benturan yang lebih besar. Pilihan kedua kita menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja kita tidak sependapat. Pilihan yang harus kita ambil adalah stop ini (tawuran),\" kata Nuh dalam pertemuan dengan Rektor Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia di Kemendikbud, Senin (15/10) petang.
Dia mengatakan bahwa perguruan tinggi (PT) merupakan jenjang pendidikan terakhir. Karena posisinya itu, maka PT memiliki tugas luar biasa besar. Sehingga apa saja kekurangan yang dihasilkan jenjang pendidikan sebelumnya (SD-SMA), PT harus sanggup menambah, memoles, dan merombak yang dihasilkan jenjang sebelumnya itu.
\"Meskipun catatan yang kami miliki tidak semua perguruan tinggi seperti itu (rawan konflik). Selama cara itu bisa mencegah, sampai memberikan sanksi, kita harus all out,\" kata Nuh tegas di depan ratusan rektor yang hadir dalam pertemuan itu.
Nuh juga menilai tindakan-tidakan kekerasan, tawuran hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang itu sebagai tindakan primitif dan tidak seharusnya terjadi di lingkungan pendidikan.
\"Kok kita sangat primitif kita ini. Maaf saya belum bisa menemukan bahasa yang pas. Apapun kalau diselesaikan dengan fisik, itu primitif. Sekolah atau apa ini,\" ujar Nuh heran.
Lantas bagaimana menyetop tindakan kekerasan itu? \"Tanamkan kekuatan rasionalitas, etika, dan moralitas. Jangan menggunakan pendekatan fisik. Kalau kita biarkan pengedepanan fisik, kita terjebak pada otoritarianisme primitif,\" tambah Nuh. (fat/jpnn)