Sisi positif dari kehidupan Ichwan sekaligus mungkin sebagai kelemahannya adalah kebiasaannya yang tidak mau menunda-nunda pekerjaan dan terlalu mengabdi kepada tugasnya. Sebagai seorang profesional di bidangnya, tidak pernah dalam sejarah hidup Ichwan melalaikan tugas dan menunda-nunda pekerjaannya.
Motto “apa yang bisa dikerjakan sekarang, tidak boleh menunggu nanti. Apa yang bisa diselesaikan hari ini, tidak boleh menunggu besok pagi”, benar-benar dipegang erat dalam aktivitas keseharian Ichwan.
Tidak hanya terhadap pekerjaan kantor, tapi juga termasuk pekerjaan rumah tangganya. Setiap pekerjaan yang memang sudah menjadi tugasnya, Ichwan selalu memasang target, baik itu menyangkut kualitas dan kuantitas, maupun dari segi waktu.
Ichwan mengaku selalu pas dan tepat memasang target. Kuncinya adalah terletak pada kejujuran dalam mengukur kemampuan diri sendiri dan/atau tim yang akan menggarap suatu pekerjaan. Jika akan mengerjakan suatu pekerjaan, kenali dulu pekerjaan tersebut sampai detil, mulai dari jenis pekerjaan. Spesifikasi dan seterusnya sampai pada produk yang hendak dihasilkan, lalu mengukur dengan jujur skil (kemampuan) mengerjakannya. Barulah memasang target.
Kegagalan memenuhi target biasanya karena faktor ketidak jujuran mengukur kemampuan. Contohnya, suatu pekerjaan menurut kemampuan maksimalnya akan terselesaikan dalam waktu enam hari. Jangan memasang target lima hari atau empat hari; suatu pekerjaan, yang menurut kemampuan maksimalnya dan waktu yang tersedia hanya dapat menghasilkan sepuluh jenis produk akhir, jangan memasang target lima belas produk.
Kegagalan memenuhi target juga terjadi karena faktor kinerja yang buruk, seperti lalai, tidak serius atau acuh terhadap pekerjaan. Kedua faktor tersebut sebaiknya dihindari, jika ingin mencapai target dalam setiap pekerjaan. Namum demikian menurut Ichwan, di atas segala-galanya yang paling jelek dan sama sekali harus dihindarkan adalah tidak adanya target dalam menyelesaikan pekerjaan.
Target adalah bentuk tanggung jawab seseorang terhadap pekerjaan yang sudah menjadi tugasnya. Orang yang tidak mempunyai target dalam pekerjaan sudah bisa dipastikan rendahnya tanggung jawab terhadap pekerjaan yang sudah menjadi tugasnya. Itu sebabnya memasang target dalam setiap pekerjaan, wajib hukumnya bagi Ichwan.
Sistem target menurut Ichwan, disamping meninggikan rasa tanggung jawab, juga menambah motivasi dan gairah dalam bekerja. Oleh sebab itu, bagi Ichwan setiap menghadapi pekerjaan yang sudah menjadi tugasnya selalu ingin cepat selesai dengan hasil yang memuaskan.
Sifat Ichwan yang selalu ingin cepat selesai dalam pekerjaannya ini, sering kali disalah artikan oleh teman-teman sejawatnya, seolah ia selalu tergesa-gesa dan terkesan ceroboh. Tapi sesungguhnya tidak demikian menurut Ichwan, ia selalu berhati-hati dan teliti. Ingin cepat selesai tidak selamanya identik dengan ceroboh atau tergesa-gesa.
Tanggung jawabnya yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaannya, juga sering kali terkesan Ichwan melalaikan kewajibannya kepada keluarga. Kesan atau anggapan seperti ini menurut pengakuan Ichwan mungkin tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar.
“.... Kalau saya dikatakan selalu mengutamakan pekerjaan yang sudah menjadi tugas saya itu, memang iya, karena saya selalu mengejar target yang saya tetapkan sendiri....
Saya tidak bisa tenang kalau pekerjaan saya belum selesai. Bukan karena saya takut atau malu atau berniat mengambil/mencuri perhatian orang (atasan) yang memberi saya tugas dan pekerjaan tersebut, sama sekali tidak.....! Tapi saya malu dengan diri saya sendiri, jika tidak bisa mencapai target, karena target tersebut saya sendiri yang menetapkannya....”
Ichwan tidak sepenuhnya setuju jika dikatakan melalaikan kewajiban terhadap keluarganya. Tapi diakuinya, kalau ia memang jarang mengurus masalah tehnis rumah tangganya, karena menurutnya, masalah tehnis menjadi tanggung jawab isteri dan anak-anaknya. Justeru kalau ia mengurus juga masalah tehnis sampai sedetil mungkinkurang baik bagi pendidikan dan pembelajaran keluarganya. Berbagi tugas, beban dan tanggung jawab dalam keluarga adalah bagian dari tanggung jawabnya kepada keluarga.
Pernah suatu hari, ketika ia masih bertugas di Palembang, mendapat tugas dari kantornya berangkat ke Jakarta. Padahal saat itu isterinya tengah menunggu hari kelahiran anaknya yang ketiga. Mungkin bagi seorang suami selain Ichwan akan menolak atau menunda tugas tersebut dengan alasan akan menunggui isterinya yang sedang menunggu saat-saat rnelahirkan.
Tapi tidak bagi Ichwan, ia terima tugas itu dengan senang hati, dan akan segera berangkat ke Jakarta. Menurutnya keputusan yang diambilnya ini bukan berarti ia melalaikan atau melepaskan kewajiban terhadap isteri dan anaknya yang akan lahir, dan lebih mengutamakan tugas kantornya.
Menurutnya dalam persoalan ini tidak ada yang lebih diutamakan, dan tidak adayang dilalaikan atau dilepaskan. Kewajibannya terhadap isterinya sudah di laksanakan dengan mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kelahiran anaknya.
Ia sudah mempersiapkan dokter yang akan menolongnya, ia sudah menyediakan biaya yang dibutuhkan dalam persalinannya, ia sudah mempersiapkan kendaraan beserta sopir yang akan mengantar isterinya kapan saja dibutuhkan, ia juga sudah mengamanatkan isterinya kepada tetangga dan atasannya, dan termasuk ia juga telah meminta restu isterinya.
Sekarang ia ingin menunaikan kewajibannya yang lain, yakni menjalankan tugas yang dibebankan kantornya.
Di tengah-tengah persiapannya berangkat ke Jakarta, tiba-tiba Rosna isteri Ichwan merasa kesakitan karena ingin melahirkan. Pada mulanya baik Rosna ataupun Ichwan tidak menyangka kalau sakitnya itu mau melahirkan, karena baru saja mereka berdua memeriksakan kandungannya pada dokter.
Menurut perkiraan dokter ia akan melahirkan sekitar tiga sampai empat hari lagi. Walau pun sakitnya bertambah terasa, tapi tetap saja Rosna menganggapnya biasa saja. Namun Ichwan tidak mau mengambil resiko, ia memutuskan harus segera dibawa ke rumah sakit, dan lahirlah anak mereka yang ketiga, tanpa sempat ditolong dokter.(bersambung)