BENGKULUEKSPRESS.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terus mendalami perkara dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Bengkulu, yang diperkirakan merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Setelah menetapkan tujuh orang tersangka, penyidikan kini merambah ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Untuk memperkuat perhitungan kerugian negara, tim penyidik melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna melakukan penilaian ulang terhadap nilai aset berupa bangunan Mega Mall dan PTM Bengkulu.
“Benar, penyidik Pidsus Kejati Bengkulu terus mendalami kasus dugaan korupsi Mega Mall dan PTM Bengkulu. Saat ini, untuk memantapkan perhitungan kerugian negara, kami melibatkan KJPP guna menghitung ulang nilai aset bangunan tersebut,” ungkap Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, Kamis (31/7/2025).
BACA JUGA:Berawal Dari Proyek Mahasiswa, Kumora Cookies Melejit Jadi UMKM Sukses Berkat Rumah BUMN BRI Jakarta
BACA JUGA:Festival Energi Mineral 2025 Resmi Dibuka, Gaungkan Efisiensi Energi
Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, yaitu:
- Ahmad Kanedi (mantan Wali Kota Bengkulu)
- Candra D Putra (mantan pejabat BPN Kota Bengkulu)
- Wahyu Laksono (dari PT Dwisaha Selaras)
- Budi Santoso (dari PT Dwisaha Selaras)
- Heriadi Benggawan (Direktur Utama PT Tigadi Lestari)
- Satriadi Benggawan (Komisaris PT Tigadi Lestari)
Selain sebagai tersangka korupsi, tiga orang dari PT Tigadi Lestari juga telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU, yakni Kurniadi Benggawan (Direktur Utama), Heriadi Benggawan (Direktur), dan Satriadi Benggawan (Komisaris). Ketiganya merupakan pengusaha asal Jakarta Selatan. Penetapan mereka sebagai tersangka TPPU dilakukan setelah penyidik menemukan dugaan penggunaan dana hasil korupsi untuk membeli sejumlah aset. Aset-aset tersebut telah mulai disita, termasuk beberapa yang berada di Palembang. Proses tracing dan penyitaan masih terus berlangsung.
Setelah diperiksa sebagai tersangka, ketiganya juga telah ditahan kembali oleh penyidik Pidsus Kejati Bengkulu.
Kasus ini berawal dari perubahan status lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu yang semula berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada tahun 2004, kemudian berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB ini kemudian dipecah menjadi dua: satu untuk Mega Mall dan satu lagi untuk pasar.
Selanjutnya, SHGB tersebut diagunkan ke perbankan oleh pihak ketiga. Saat kredit bermasalah, SHGB kembali diagunkan ke bank lain hingga menimbulkan utang besar kepada pihak ketiga. Parahnya lagi, sejak berdirinya bangunan Mega Mall dan PTM, pihak pengelola tidak pernah menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas daerah. Akibatnya, negara ditaksir mengalami kerugian hingga hampir Rp200 miliar.(**)